Ucapan Reki tentang status hubungan Langa terus terbayang dalam benak [Name]. Tidak mengherankan bila lelaki kelahiran Jepang-Kanada itu sudah memiliki pasangan. Lelaki tampan secara stereotip disandingkan bersama gadis cantik.
Dan gadis itu bukanlah dia.
"Bagaimana bisa kau pulang duluan?"
[Name] tak menanggapi sama sekali pertanyaan barusan. Lebih tepatnya, ia terlalu larut dalam lamunannya.
"Setelah aku selesai bertanding, Reki bilang kalau kau sudah balik duluan."
Perlahan lamunan gadis itu pun buyar. Mendapati Langa berdiri tepat di sisi kiri. Degup jantungnya pun menjadi-jadi. Refleks, ia mundur beberapa langkah ke kanan.
"U-um, maaf. Aku segera pergi ke terminal terdekat karena ada urusan."
"Mulai besok, aku ingin mengantarmu."
[Name] menggeleng kikuk. "Aku bisa sendiri, sungguh. Maaf aku tidak bisa menonton sampai selesai. Menurutku, gaya bermain skate-mu sangat keren."
Hening sejenak, semburat merah hadir pada kedua pipi Langa. Namun, [Name] tak menyadarinya karena sedang berbalik badan dan menuju meja kasir setelah selesai menyusun barang. Walau tak melihat, gadis itu bisa merasakan tatapan Langa mengarah padanya.
"Rekiii!" panggil [Name] menghampiri lelaki berambut merah itu kewalahan membawa beberapa papan roda. "Sini kubantu."
"E-eeeh? Aku bisa bawa sendiri, kok," tukas Reki bingung terhadap atmosfer Dope Sketch. Paman Oka memang sedang tidak berada di toko. Alih-alih akrab, kali ini toko lebih sunyi.
"Bagikan aku satu."
"E-eeeh tapi?" Reki menyanggah canggung, tetapi segera sadar Langa berada di belakangnya. Mengingat ucapan yang dikatakannya semalam, tidak heran gelagat gadis itu berubah seketika.
"Tolong, Reki-kun," ucap [Name] lirih.
Reki mengangguk diam, sejujurnya tak tahu harus berbuat apa.
🛹🛹🛹
Walaupun [Name] berkata menjadi teman sudahlah lebih dari cukup, keberadaan status secara tak langsung membangun dinding transparan di antara mereka. Harapan yang tersekat batasan. Interaksi yang kian merenggang.
Ada pun keseharian toko papan roda itu tidak kedatangan seorang pelanggan pun. [Name] juga meminta Paman Oka menggeser satu atau dua hari untuknya yang berlawanan dengan jadwal paruh waktu Langa maupun Reki.
Mungkin sejumlah orang akan melabelinya lebay. Namun, bagi sejumlah orang yang memahami bahwa batasan seseorang kadang diperlukan. Usai bekerja, [Name] hendak menghampiri sebuah konbini. Membeli jajanan manis juga menyegarkan--- es krim.
PLAK!
Petang itu terjeda dari kesunyian eksistensi jangkrik. Hanya sesekali kendaraan roda empat maupun dua yang lewat. Bunyi tamparan itu cukup keras, bahkan langkah [Name] terhenti saat menuju taman Gushikawa.
"Aku muak!"
Manik gadis itu membola saat mendapati lelaki yang dikenalinya. Lelaki yang berusaha dihindarinya seminggu ini. Di hadapannya ada seorang gadis berambut pirang. Sorot mentari yang akan terbenam masih sedikit memaparkan kulit kecokelatan eksotis.
Langa mengusap pipi yang tertampar. "Lalu?"
"Kapan kau bisa meluangkan waktumu untukku seperti pacar teman-temanku?"
"Sekarang sudah meluangkan waktu," jawab Langa datar sembari mendekap papan roda birunya.
Gadis berambut pirang itu mengepalkan tangan penuh kekesalan membuncah. Direbut paksa skateboard Langa, kemudian terjatuh dalam keadaan roda menggelinding jalanan arah taman Gushikawa. Sayangnya, papan roda itu kian mendekati [Name].
Tentu saja, perasaan gadis itu akan memberikan jawaban relevan: "Paniiiik lah, masa nggaaaak?"
[Name] tahu ia seharusnya lari saja. Bisa saja pura-pura tidak tahu. Toh, papan roda itu memang jatuh bukan karenanya. Namun, kakinya seakan membeku dalam kedilemaan. Reki sudah membuatkan skateboard itu penuh perjuangan. Roda yang dimodifikasi berkali-kali, hingga kesesuaian papan menopang raga Langa baik stabil hingga terjungkal mencium tanah.
Trak.
Papan itu tertahan pada kaki [Name]. "Ano, maaf aku tak bermaksud menguping. Jadi, kutinggalkan papanmu tenang di sini, Hasegawa-kun ...."
Gadis itu berdecak lalu berkata, "Langa, kalau kau coba saja mengambil papan roda itu sekarang daripada bicara denganku ...,"
Langa tetap bergeming walaupun kaki kanannya sudah mengarah pada papan roda itu.
Ia jadi meninggikan intonasi, setengah mengancam, "Itu artinya kita putus."
"Ya sudah, kita putus saja."
"Hei! Aku tidak bisa mengerti jalan pikiranmu. Hanya karena papan roda aneh itu?"
"Hanya?" Langa mendelik setajam silet. "Aku juga muak. Toh, status kita hanya buat ajang pamer teman-temanmu."
Racauan gadis pirang itu tidak diacuhkan Langa. Melainkan langkah lelaki itu kian mendekati [Name] yang memungut papan roda biru. Dalam pikiran gadis itu, ia akan segera menyerahkan skateboard dan lari sejauh mungkin karena terpaksa menjadi objek figuran di sana. Situasi yang diratapi juga tak menyenangkan sekaligus merasa serba salah.
Alih-alih menerima papan biru itu, Langa menggandeng punggung tangan [Name].
"Aku lega bisa melihatmu di sini, [Name]."
"K-Kita akan ke mana?" tanya gadis itu mulai gelagapan karena genggaman Langa kian mengeratkan. "Apa nggak masalah menarikku juga?"
Keringat dingin juga mengucur pada pelipis; khawatir dalam beberapa hari ke depan akan dilabrak dan tertuduh sebagai "orang ketiga". Namun, [Name] juga kelewat pasrah. Jika saja ia bisa lebih berusaha pergi sejauh mungkin saat papan roda itu meluncur, maka bisa saja insiden ini tidak terjadi seperti sorotan "kekasihku-tega-pergi-bersama-pelakor".
"Andai saja aku bertemu denganmu lebih awal. Terima kasih telah menjaga skateboard-ku."
[Name] juga hampir lupa pada kantong yang dijinjing berisikan es krim vanila. Seiring waktu berjalan, suhu ruangan sudah pasti melelehkan padatnya camilan manis itu.
"Aku tahu itu sangat berharga untukmu. Bahkan karenanya, aku tidak tega pergi. Padahal aku berusaha mengubur perasaanku."
Detik-detik kemudian, [Name] membekap mulutnya dengan punggung tangan. Menyalahkan perasaan nyaman yang sesukanya mengumbar situasi hati.
"Maaf membuatmu salah paham! Ki-kita ini 'kan teman, ahahaha," ralat gadis itu berdeham kecil.
Semburat jingga mulai samar bergantikan cakrawala indigo. Lampu jalanan juga mulai terpapar jelas menyoroti setiap eksistensi yang berlalu. Langa berhenti melangkah, tetapi sorot manik birunya menatap lekat-lekat.
"Kalau aku ingin lebih, apa kau akan membenciku lebih dari ini?"
🛹🛹🛹
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴾʳᵉᶜⁱᵒᵘˢ • ʰᵃˢᵉᵍᵃʷᵃ ˡᵃⁿᵍᵃ
FanficPertemuan mereka terjadi saat musim panas. Asumsi awal seorang Langa dingin, cuek, dan susah dijangkau. Namun, [Name] salah. Semakin dikenal, Langa adalah lelaki baik, naif, dan jujur dengan isi hatinya. Apakah mungkin laki-laki dan perempuan bisa b...