Part 6

30 4 0
                                    

Tok! Tok! Tok!

Suara pintu diketok membuat Abra yang sedaritadi duduk di sofa segera bangkit untuk membukakan pintu. Ia berpikir itu adalah Reza, abangnya Aza.

Dan benar juga dugaannya. Saat membuka pintu, menampakkan lelaki tampan yang tak lain adalah Reza. Abra tersenyum ke arah Reza, tapi tidak demikian untuk Gerald yang berdiri di samping Reza.

Abra terlihat dingin saat intensnya menatap Gerald. Begitupun dengan Gerald. Melihat Abra sudah membuatnya ingin muntah saat ini juga.

"Hwek! Hwek!" Benar juga. Gerald mual-mual membuat Reza dan Abra mengernyit heran.

"Kamu kenapa, Rald?" tanya Reza. Mengelus punggung Gerald dengan lembut.

"Mungkin sedang hamil, kali. " Tebak ngasal dari Abra.

Gerald melotot. Enak saja dikatain hamil. Emang zaman sekarang pernah liat cowok hamil?

"Gue muak lihat wajah lo!" ketus Gerald dengan nada tinggi. Ia kemudian masuk dan menepis tubuh Abra hinggat terhuyung ke samping.

"Dimana Aza?" tanya Gerald.

"Dia ada di atas bang Reza. Aza sedang tidur. Capek nangis seharian." Kala menyebut kalimat terakhir, Abra melirik Gerald dengan sinis.

Reza yang melihat Abra dan Gerald tidak akrab hanya mengangkat bahu acuh. Mendengar kabar Aza baik itu sudah cukup membuatnya senang. Reza tahu ini, Abra dan Gerald sedang mengalami bentrokan cinta.

Reza, Gerald, dan Abra langsung menuju kamar dimana Aza tidur yang berada di lantai dua. Pintu terbuka, dimana seorang gadis cantik sedang tertidur dengan lelap tanpa gangguan sama sekali.

Reza pun masuk, diikuti oleh Gerald, tapi dihalangi oleh Abra.

"Gue ingin bicara sama lo," ucap Abra. Menutup pintu kamar Aza, lalu menarik Gerald sedikit lebih jauh dari kamar Aza.

Gerald memutar bola matanya dengan malas. "Ngomong aja. Jangan bertele-tele kek ayam."

Abra tersenyum sinis sambil bersidekap dada. "Gue gak mau lo bersama Aza."

"Apa lo bilang? Siapa lo sampai ngelarang gue bersama Aza. Lo bapaknya?" Gerald menatap tajam Abra.

"Gue tahu, gue bukan siapa-siapanya Aza, tapi lo gak bisa bersama Aza, jika lo terus nyakitin dia. Lo tahu? Dia menangis sepanjang hari karena lo nampar dia."

"Lah terus? Gue emang salah, tapi bukan berarti gue bakal ngelepasin Aza sama lo."

Dengan angkuhnya, Gerald berjalan perlahan mendekati Abra. Matanya menyorot tajam Abra. Lelaki itu bukannya takut malah menonjolkan dadanya membuat dadanya dan dada Gerald tersentuh. Mereka berselisih dengan saling menyorot tajam memperebutkan Aza.

Berantem kek ayam jago aja. Kek bang jago dong. Canda bang jago.

"Gue peringati lo. Jangan dekati Aza!" tajam Gerald.

Tiba-tiba suara pintu terbuka membuat dua lelaki itu terlihat biasa-biasa aja. Gerald memeluk Abra dengan keras ketika melihat Reza keluar dari kamar Aza.

"Abra, lo baik bener. Terimakasih telah menolong Aza." Gerald berlagak baik dengan menepuk-nepuk pundak Abra dengan keras.

Reza yang melihat wajah Abra seperti tertekan malah terkekeh.

"Udah, jangan sok pada akrav di depan gue," ujar Reza.

Abra langsung mendorong tubuh Gerald yang merangkulnya. Memperbaiki kemeja yang berkerut kerena tepukan keras dari Gerald.

Si Manja AzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang