Ajinanda Sunggara,
adalah nama yang diberikan oleh Ayah hasil adu mulut dengan bunda karena masing-masing dari mereka telah menyiapkan nama untuknya. Sama halnya dengan dirinya, nama Aya ada karena Ayah yang berpikir untuk menamai mereka semirip mungkin walaupun terkesan agak memaksa. Hingga keputusan final antara Ayah dan Bunda adalah menamakan mereka dengan nama,
Ajinanda Sunggara dan Ayananda Sunggara.
Ada kejadian lucu dari penamaan anak kembar ini, Ayah sempat bersikeras menamai Aya dengan Ayinanda dengan tujuan agar saat memanggil mereka berdua ada kesan lucu khas anak kembar pada keduanya.
Aji dan Ayi, namun syukurnya di tolak mentah-mentah oleh bunda karena penamaan Ayi yang aneh didengar.
Kejadian lucu lainnya adalah tepat dua hari setelah perdebatan nama Ayi, Ayah kembali berkata ingin mengubah nama anak kembar mereka dengan yang perempuan bernama Ajananda dan yang laki-laki bernama Ayananda.
"Lucu atuh neng, nanti yang laki-laki kita panggil Yanda yang perempuan kita panggil Janda."
Entah bagaimana Bunda bisa jatuh cinta dengan seorang pria dengan pemikiran aneh seperti Ayah ini.
Aji tidak akan menepis, jika ada yang berkata bahwa ia selama ini tumbuh seperti Putra Mahkota yang nantinya akan naik takhta menjadi Raja. Tapi entah Raja bagi dirinya atau bagi ekpetasi bunda.
Jangan terlalu kejam padanya, terkadang apa yang kita lihat indah belum tentu seindah itu kenyataannya. Hidup sebagai Putra Mahkota tidaklah semenyenangkan apa yang di tampilkan dalam drama korea yang sering Aya pamerkan padanya.
Ada waktu dimana Aji berpikir untuk turun takhta dan menjadikan kembarannya sebagai putri kerajaan, dengan harapan adik kecilnya itu bisa merasakan kebahagian yang sama dengan dirinya. Namun, dipikir-pikir lagi lebih baik jangan. Biarkan takdir ini bekerja semestinya seperti apa yang telah Tuhan tuliskan untuk hidupnya.
Aji memang sosok seorang kakak dan anak sulung secara tidak langsung. Ada rasa belum siap dalam dirinya ketika menyadari bahwa dia anak laki-laki sulung yang nantinya akan menjadi pemimpin, bukan akan , tapi telah menjadi setelah kepergian Ayah. Sebenarnya, keadaan tidak memaksa perubahan ini, hanya saja apa yang Aji pikirkan seringkali membuat pria jangkung itu berlebihan akan sesuatu yang pada kenyataan tidak semenakutkan itu.
"Lo bukan takut sama apa yang bakal terjadi, Ji. Tapi, lo takut sama pemikiran lo sendiri. Pemikiran lo yang menciptakan sebuah ketakutan ilusi yang sebenarnya gak sebesar itu." ucap Levi sebulan yang lalu ketika Aji mengutarakan sebagian pemikirannya.
Perang dengan dirinya sendiri.
Takut akan kesalahan yang akan merumitkan keadaan, takut pada kegagalan yang akan membuatnya kehilangan, takut akan berkata apa yang ia rasakan malah membuat sebuah kejadian yang tidak ia harapkan.
Entah ini tisu keberapa yang Aji ambil, entah keberapa kali juga ia menyumbat lubang hidungnya yang terus menerus mengeluarkan darah segar. Suhu kamar sudah ia setting sedingin mungkin karena mengira darah ini ada karena cuaca panas di luar sana, bisa jadi panas dalam yang sedang Aji sering alami akhir-akhir ini.
Mungkin tubuhnya kelelahan karena sering di bawa tidur larut, atau bahkan tidak tidur sama sekali. Paper, makalah, laporan praktikum, project, dan tugas lainnya melambai dari tempatnya berada, tugas-tugas yang belum Aji sentuh sejak kemarin karena kondisi tubuhnya yang benar-benar membuatnya kehilangan tenaga.
Tidak ada rasa sakit yang ia rasakan, hanya lemas yang menguasai diri Aji saat ini. Mimisan selama hampir dua puluh menit benar-benar menguras tenaganya, padahal dia hanya duduk sembari menanti kapan cairan merah ini akan berhenti keluar. Separuh dari isi tempat sampah sudah terisi dengan banyaknya tisu yang berubah warna merah segar, bersamaan dengan denyut di kepalanya yang menandakan tubuhnya mulai bereaksi dengan kehilangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘵.𝘢 ✓
Fanfiction[TELAH TERBIT, beberapa bagian tidak dipublikasikan untuk kepentingan penerbitan. | Tersedia di Shopee ppentertainment ] "Bunda maunya punya anak cowok, tapi malah dapet bonus satu." © lilrenyeou 070421 - 290921