Jangan terlalu berlebihan, secukupnya saja.
Seperlunya, dan jangan rakus.
"Aya boleh iri, boleh marah, dan boleh nangis. Gak ada yang larang, namanya juga rasa pasti terasa. Tapi jangan sampai dikendalikan sama rasa itu, Aya yang punya kemudi berarti Aya yang mengendalikan, bukan Aya yang dikendalikan"
Sepotong es mambo dan obrolan sore dengan Ayah adalah perpaduan yang menenangkan kala semesta tengah membercandaimu. Ayah jenuh dengan kopinya, lalu membawa Aya yang telah disogok es mambo satu plastik penuh untuk mau menemaninya jalan sore disekitar komplek.
Sebenarnya tanpa disogokpun Aya sudah pasti mau, namun yang namanya seorang Ayah ketika melihat putri kecilnya tengah dirundung sedih pasti rasanya ingin memberikan seluruh kebahagiaan miliknya. Dan lihat bagaimana satu plastik es mambo mampu membuat Aya keluar dari kamarnya sambil berlari meneriaki Ayahnya, berakhir dengan Ayah engap dengan nafasnya karena dikejar putrinya sendiri.
"Berarti Bunda itu dikendalikan?"
Ayah menengok kanan kiri sebelum mengambil langkah menyebrangi jalanan, "Bisa jadi, tapi coba di mundur beberapa langkah lagi. Bunda dikendalikan perasaan marah, berarti ada penyebab bunda marah dong?"
"Iya, bunda marah karena Aya sama Aji lari-larian"
"Nah, orang gak akan marah kalau sesuatu yang kamu lakukan gak membahayakan diri kamu dan orang lain. Aya sama Aji lari-larian naik turun tangga, gapapa kalau jatuh terus benjol, kalau jatuh terus palanya copot? mau diganti pakai pala kambing?"
"Gak ada opsi lain selain pala kambing, Yah?"
Ayah hanya tertawa, menarik celana selutut yang dikenakannya naik keatas yang Aya bisa tebak kalau karet kolornya mulai mengendur, "Bunda marah karena khawatir sama kalian berdua, caranya emang salah dan Aya tau kalau itu salah jadi jangan ditiru. Bunda dan Ayah itu kan juga manusia, gak sepenuhnya apa yang kami lakukan bisa kamu jadikan patokan. Aya harus pilah-pilah lagi mana baik mana buruknya"
Aya memutar-mutar es mambo yang tinggal setengah ditangannya, melihat sekitar jalan komplek yang hari ini tidak begitu ramai, "Berarti setiap hal punya alasan kenapa terjadi. Dan tentang perasaan kayak marah sedih gitu, boleh dirasa tapi jangan mau dikendalikan? gitu, Yah?"
"Ih, pinter anak ayah"
Aya belajar itu semua dari Ayah. Memastikan dirinya tumbuh dengan baik dengan memilah apa yang ia terima, biarkan banyak perlakuan buruk yang ia terima asalkan dia tidak memberi perlakuan demikian ke orang lain. Orang-orang berlaku buruk juga bukan tanpa alasan, bunda gemar menaikan pitamnya juga pasti punya alasan.
Ia juga tidak sebaik itu, sering waktu ia marah dengan bunda, ia iri dengan Aji, dan ia sedih dengan dirinya sendiri. Namun rasa itu jika diikuti terus alurnya malah membuat dirinya semakin tenggelam dan sulit menyelamatkan diri, cukup rasakan sesaat lalu bebaskan dirimu kemudian.
Aya meletakan kepalanya di meja, mendengarkan dengan seksama bagaimana Karin bercerita mengenai Dirga. Tanpa menyela, hanya mendengarkan sampai sang pembicara merasa cukup dan memberinya kesempatan berbicara.
Sama seperti Arjuna memperlakukan dirinya.
"Yaudah cukup di Dirga aja kepisahnya, sama lo jangan, " Karin memakan cilor Papipus yang Aya bawa, makan dengan lahap yang jika kalian lihat seperti menyalurkan emosi terpendamnya melalui makan cilor.
Tiga hari semenjak kejadian Aya konslet dirumah Nandra, Karin baru berani bercerita sekarang. Katanya takut-takut jika ia bercerita di saat Aya konslet malah membuat gadis itu hilang akal sehatnya, terlebih bagaimana di hari itu Aya terus menempel padanya sambil melindur mengucapkan hal-hal aneh mulai dari nastar gosong yang ternyata buatan Nandra sampai risol Hema yang makin kesini makin kecil ukurannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘵.𝘢 ✓
ספרות חובבים[TELAH TERBIT, beberapa bagian tidak dipublikasikan untuk kepentingan penerbitan. | Tersedia di Shopee ppentertainment ] "Bunda maunya punya anak cowok, tapi malah dapet bonus satu." © lilrenyeou 070421 - 290921