( bagian 17 ) Jangan ada kepulangan lagi

2K 535 97
                                    


"I need you to hold me"

Recommendation song: Like Water by Wendy.


---


Bukan kali pertama Aya memegang amplop rumah sakit ini, bisa dikatakan ini kali kedua ia kembali bertemu dan mengetahui tentang apa yang tersembunyi didalamnya. Cemasnya menyerang namun ia tidak bisa melakukan apa-apa selain diam dengan ribuan suara dipikirannya, tangannya bergerak memasukan kembali isi dari amplop tersebut walau dengan tangan yang bergetar. 

Pertama kali ia berkenalan dengan isi dari amplop tersebut adalah setelah Ayah pamit, Bunda yang mengurung diri dikamar dan Aji yang enggan bertemu siapapun mengharuskan Aya maju seorang diri untuk sekadar mengetahui apa yang diberikan oleh salah satu perawat. 

Aya masih mengingat betul bagaimana dunianya runtuh ketika mengetahui sebuah kenyataan tentang alasan Ayah berpulang, ia pikir Ayah menyerah namun kenyataannya kalah.

Ayah tidak pernah mengeluhkan apapun dibalik tubuhnya yang rapuh, Ayah tidak pernah menolak ajakannya untuk jalan sore walaupun separuh tubuhnya hampir mati rasa. Ayah tidak pernah menceritakan apapun tentang apa yang dirasakan, dan sebuah penyesalan lain hinggap dalam diri Aya pada saat itu,

Ia tidak pernah menanyakan bagaimana perasaan Ayahnya, semasa ada.

Bahkan Ayah yang sedang berjuang saja ia tidak tahu, Aya tidak tahu Ayahnya kesakitan, ia tidak tahu apapun. 

Dan lucunya, kejadian paling pilu itu kembali terulang.

Hampir lima belas menit lamanya, Aya hanya diam duduk di salah satu kursi koridor. Menahan seluruh pilu dalam dirinya yang kini memberontak ingin keluar melalui air mata, suaranya tertahan tanpa sadar menyakiti tenggorokannya. Aya menahan, bagaimana semesta dengan sengaja memberinya anak panah melalui tarikan dari busur panah. Hantamannya tak lagi mampu ia redam, dirinya hampir tersungkur dan memilih kembali bangkit dalam sakit. 

Dari kejauhan ia bisa menebak, yang berlari sambil menengok kesana kemari mencari sesuatu itu adalah Nandra. Dan ketika netra laki-laki itu menemukan dirinya, bahu tegapnya menurun perlahan.

Terlebih bagaimana Nandra menatap amplop di tangan Aya dalam diamnya.

Langkahnya mendekat, perlahan mencoba duduk disebelah Aya tanpa membuat suara. Memberi jarak sekitar tiga sampai empat bangku di antara mereka karena Nandra tahu, Aya butuh waktu saat ini.

"Pulang ya? istirahatin diri lo dulu," Nandra berkata demikian yang mendapat sebuah gelengan dari Aya. Helaan nafas di hembuskan sehalus mungkin, Nandra menyandarkan tubuhnya pada bagian belakang bangku. Kedua tangannya terangkat menyentuh kepalanya sendiri, menyisiri rambutnya sembari mengumpat dalam hatinya.

"Lo aja yang pulang, Na. Gue bisa kok ngurus Aji sendiri"

"Gue aja yang urus, lo cukup-"

"Na? Aji saudara gue"

Tanpa melihat netranya, Nandra ikut sesak. Bagaimana Aya berucap demikian dengan senormal mungkin, namun pilunya dengan jelas bisa ia rasakan. Secara tiba-tiba Nandra mengutuk mata kuliah terakhir hari ini, yang tanpa perjanjian apapun di perpanjang waktunya sehingga membuatnya terlambat datang kemari.

[1] 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘵.𝘢 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang