DUA PULUH DUA

351 63 12
                                    

Lapangan basket indoor Garuda Bangsa mulai disesaki penoton yang akan menyaksikan turnamen antar sekolah se-Jakarta yang akan diadakan beberapa saat lagi. Di salah satu sudut lapangan ada Kay beserta tim basket putri Garuda Bangsa yang sedang diberikan sedikit pengarahan. Kay yang memberi pengarahan, sang pelatih mendadak tidak hadir, karena istrinya melahirkan. Setelah pengarahan, Kay berjalan menuju teman-temannya.

"Kemana sih tuh anak?" Kay menekan-nekan layar ponselnya gusar.

"Apa dia sakit?"

Semua mata langsung mengarah ke Daffa yang baru saja menggumam itu.

"Kemarin kita ujan-ujanan, tapi pas gue anter dia balik sih masih sehat-sehat aja. Gue samperin ke rumahnya kali, ya?"

"Nggak usah, tuh liat..." Advin mengarahkan kepalanya ke pintu masuk lapangan.

Dengan seragam olahraga dan ransel yang menempel di kedua bahunya Lita memasuki lapangan. Kepalanya celingak-celinguk seperti mencari sesuatu dan dengan wajah polos Lita menghampiri Kay beserta yang lain, lalu duduk di bangku panjang.

"Belum mulai, ya? Kirain udah mulai dari tadi."

Sikap santai Lita membuat suasana hening. Kay memerhatikan flatshoes yang dikenakan Lita dan seragam olahraga yang melekat di badannya. Menyadari kalau ada yang tidak beres, Daffa hendak menyadarkan Lita, tapi keburu Kay mendekati dengan muka galak.

"Lo apa-apaan sih, Lit? Mana baju basket lo? Sepuluh menit lagi mulai!"

Nada bicara Kay yang sedikit membentak membuat Lita terlonjak. "Saya nggak ikut main, Kak."

"Jangan bercanda, Lit. Lo salah satu tim inti. Cepet ganti baju."

"Saya nggak bercanda. Saya nggak ikut main. Posisi saya ganti sama pemain cadangan aja."

"Lita, gue nggak mau main-main sekarang. Gue masukin lo ke tim inti, karena gue tau lo bisa. Dan elo nggak bisa seenaknya aja nyuruh gue gantiin elo sama pemain cadangan." Kay mendekatkan wajah marahnya ke wajah Lita yang mulai terlihat ragu.

"Baju basket saya ilang, Kak. Pas dijemur kemarin terbang kebawa angin."

"Bohong." Kay memundurkan wajahnya dari wajah Lita, tapi tatapannya masih sangat tajam sedang berusaha menyelidiki sesuatu.

"Kalo nggak percaya telepon aja nih kerumah." Lita menyodorkan ponselnya.

Kay memandang ponsel itu, mata Lita berusaha meyakinkan agar Kay percaya dengan kata-katanya dan tidak berniat menelepon ke rumahnya seperti tantangannya. Di sebelah mereka Daffa, Seran, Advin dan Fiksa menjadi penonton.

"Fa, ambil baju basket cadangan di loker gue." Kay memberikan kunci lokernya pada Daffa. "Sa, cariin sepatu basket yang pas buat Lita. Buruan."

Daffa dan Fiksa segera keluar dari area lapangan basket. Mereka berdua tahu kalau sudah menyangkut dengan basket Kay paling tidak suka jika ada masalah kecil yang bisa menjadi besar seperti ini. Apalagi ini bulan terakhirnya menjabat sebagai ketua, sebelum ia benar-benar melepas jabatannya itu.

"Nih, buruan ganti baju. Sepatunya juga." Kay menyerahkan baju basket yang diambil Daffa dari lokernya dan sepatu hasil pinjaman dari penonton kelas sepuluh.

Lita menerima baju dan sepatu itu dan tanpa komentar lagi, dibukanya baju olahraga yang ia kenakan, membuat kelima seniornya kaget akan aksi Lita. Tapi, ternyata Lita memakai kaos pendek putih dibalik baju olahraganya.

"Arcalita! Ganti celananya jangan disini. Sana ke toilet." Daffa mendorong pelan tubuh Lita ke arah toilet yang hanya berjarak lima meter dari mereka.

Almost Paradise [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang