ENAM

430 118 0
                                    

Pintu kelas 10-B terbuka lebar dan mengagetkan isi kelas yang hampir penuh. Lita masuk dengan penampilan acak-acakan. Rambut berantakan, blazer ditenteng, kemeja seragam yang keluar dari rok dan dasi yang belum berbentuk.

"Pinjem tugas, pinjem tugas." Lita mengeluarkan buku dan pulpen membabi buta, lalu menodong Mary yang masih bengong melihat Lita.

"Buruan. Bentar lagi bel dan gue belum ngerjain tugas Fisika."

Mary mengulurkan buku tugas Fisikanya yang langsung disambar oleh Lita dan disalin secepat kilat.

"Elo nggak mandi, ya?" Lerina mengernyit dari bangkunya melihat Lita.

"Mandi. Dua menit," jawab Lita tanpa menoleh, tangannya sibuk menyalin.

Lerina melongo dan menjerit tertahan. Bagi perempuan yang sangat memerhatikan penampilan, ia tidak tahu apa yang bisa dilakukan selama dua menit di kamar mandi. Lerina sendiri butuh sejam lebih tiap paginya di kamar mandi sebelum berangkat sekolah.

"Sini gue bikinin dasi. Nanti kalo Bu Laras masuk ngeliat lo berantakan bisa mati berdiri dia. Dia kan taat banget sama kerapihan."

Lita menyerahkan dasi dengan tangan kirinya ke Erick yang barusan menawarkan bantuan.

"Nih, udah jadi dasinya."

"Nanti. Nanti. Gue masih ribet."

Tanpa disuruh Erick mengalungkan dasi ke leher Lita dan menghentikan menulisnya sesaat, setelah dasi itu sudah masuk dengan baik ke kerahnya, ia kembali melanjutkan menulis sementara Erick merapikan dasi Lita agar tidak miring.

"Thanks, Rick." Lita tersenyum sambil tetap menulis.

"Ngerepotin orang deh lo." Lerina masih menonton Lita yang sibuk menyalin.

Dan kerepotan itu masih terus berlanjut akibat selama pelajaran terakhir Lita malah merem-melek hampir ketiduran tidak memerhatikan pelajaran yang sedang dijelaskan di depan kelas.

"Mati gue! Telat ekskul basket." Lita memasukan buku-bukunya dan buru-buru berlari ke luar kelas.

"Makasih catatannya, Mar!"

Lita melesat cepat menuju lapangan basket, terlihat anggota lainnya sudah mulai berlatih. Kepala Lita celingukan mencari Kay dan sosoknya tidak terlihat sama sekali.

"Hahhh... aman." Lita menghela napas lega.

"Aman apa?" Suara berat itu membuat Lita terlonjak kaget.

"Eh, Kak, maaf saya telat." Lita meringis deg-degan melihat Kay menjulang di depannya.

"Gue tau," ujar Kay dingin, datar.

Kay masih menatap tajam Lita dengan tangan terlipat di dadanya, Lita jadi salah tingkah karena Kay masih juga diam tanpa teriakan apapun kepadanya.

"Ngg... saya ke lapangan ya, Kak? Ikut latihan." Lita tidak tahu harus apalagi selain meringis dan mundur teratur menuju lapangan.

"Lari dua puluh kali."

Lita menghentikan langkahnya dan berbalik. "Eh?"

"Dua puluh lima." Kay menambah hukumannya.

"Kak, saya..."

"Tiga puluh." Kay berjalan ke pinggir lapangan tanpa memedulikan Lita lagi.

Lita baru mau protes membuka mulut, dilihatnya punggung Kay yang tegak menjauh. Lebih baik tidak protes, daripada ditambah lagi hukumannya.

*

Kay monster. Kay monster ganteng yang tega ampun-ampunan. 

Lita terus menggerutu dalam hatinya, selesai jam latihan tadi Kay masih menambah hukumannya. Lita harus bisa melakukan three point dengan sempurna atau ia belum boleh keluar dari lapangan. Dan, Lita baru sukses melakukan three point setelah empat puluh kali percobaan diikuti teriakan-teriakan Kay yang sama sekali tidak membantu. Sekarang tangan dan kaki Lita rasanya mau copot saking pegalnya.

Almost Paradise [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang