Bagian 4: Masak Apa?

560 78 0
                                    

3 minggu akhirnya berlalu dan itu berarti Rifki sudah boleh aktivitas seperti biasa kembali pasca cedera punggung yang dia alami akibat kejahilan abinya. Walau begitu, umi sepertinya masih sebal dengan si abi. Disogok uang bulanan lebih tidak ada pengaruh, jadi si abi yang pusing sekarang.

"Ki, bilangin umimu dong. Abi kangen," Bujuknya ke si bungsu. Hari ini mereka sarapan di meja makan cuma bertiga, soalnya umi lebih pilih makan di ruang keluarga sambil nonton ceramahnya 'Mamah dan Aa'.

"Abi ngomong sendirilah. Yang bikin ulah kan abi," Celetuk Rifki ikut-ikutan jutek kayak si umi.

Sebenernya sih, Rifki kasihan. Cuma kalau menurut mahfuzhot, 'mata dibalas dengan mata, gigi dibalas dengan gigi pula'. Maksudnya, tiap perbuatan pasti ada balasan yang setimpal, makanya Rifki mau balik iseng ke abinya sekarang.

"Abi makanya jangan jail lagi. Umi udah sampe batas kesabarannya tau kalau marahnya begitu," Celetuk Wira yang sedari tadi diam saja.

"Ya terus abi mesti gimana Wir..."

"Mana Wira tau bi, pacaran aja gak pernah. Harusnya abi yang lebih pro, kan dulu sebelum tobat abi orangnya setia, setiap tikungan ada."

Abi Cahyono sebenernya sebal kalau  diceng-cengin seperti tadi, tapi Wira ini terlalu soft untuk diomeli. Karena gak ada pilihan, dia cuma bisa senyum terpaksa sekarang.

"Wira kamu kenapa ikut-ikutan...."

"Rifki, Wira, udah belum makannya? Kalian gak berangkat??" Tanya Umi Wirda. Namun, saat matanya gak sengaja tatap-tatapan sama Abi Cahyono, umi langsung melengos dan berlalu ke dapur.

"Hayoloh bi, sukuriiin. Umi masih keukeuh ngediemin abi ini mah fix," Rifki tersenyum miring ala-ala badboy gitu untuk meledek abinya.

"Ah, Rifki mah gitu. Masa abi sendiri dibully, biarin aja hari ini gak dapet uang jajan."

"Gapapa Ki, kalau abi gak mau kasih biar Umi aja," Umi datang lagi sambil menyerahkan 3 lembar uang dengan warna yang berbeda. 2 warna ungu, satunya lagi warna krem.

"Cukup ya, 25 ribu buat sehari. Kalau ada sisanya buat uang jajan besok sekalian. Nanti bilang ke umi kalau udah habis."

"Cukup banget ini mah mi, makasih."

Setelah itu, umi mengecup kening dan pipinya Rifki. Sebelum kembali ke dapur, umi masih sempat memlototi si abi yang mukanya sudah sangat melas sampai Wira hampir saja ketawa.

Iya, dia tau semuanya. Rencana Umi dan adiknya untuk membalas kejahilan abi sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

"Biarin aja, biar kapok gak jahil lagi," Ujar umi semalam ke mereka berdua.

//

"KANIA KAMU KALAU MASIH LAMA MAS TINGGALIN YAA!!" Kun berteriak dari ruang tamu supaya adiknya yang sedang berada di lantai 2 alias kamarnya mendengar.

"IIIH TUNGGUIN MAS, INI TINGGAL NGUNCIR RAMBUT!!"

Kania gak bohong. 15 detik setelah membalas teriakan Kun, dia turun dengan terburu-buru dan hampir saja terpeleset di tangga kalau Kun gak buru-buru tahan dia.

"Aduuuh, hati-hati dong Rin. Kamu kalau terkilir nanti gimana?!"

"Mas Kun nih ya malah ngomel. Padahal tadi nyuruh buruan!" Sewot Kania "Kan aku udah bilang, aku gak bisa diburu-buruin kayak gitu nanti malah panik yang ada!!"

"Heh, malah ribut berdua lagi di sini. Cepet-cepeeeeet udah stengah 7!!"

Kalau mami Irina udah turun tangan, baik Kun sama Kania tidak bisa mengelak lagi. 2 kakak adik itu segera salim, dan keluar rumah. Untung Kun sebelumnya sudah memanasi motor, jadi setidaknya tidak perlu mengulur waktu lebih banyak lagi.

Keluarga RT 09 | SMTownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang