1. Awal yang Baru

104 57 41
                                    

Seorang wanita menatap teduh putrinya yang masih tertidur pulas. Sungguh dia sangat menikmati wajah putrinya yang damai seolah tidak ada beban masalah. Namun sungguh disayangkan, diumur yang menginjak 16 tahun, gadis itu sudah kehilangan figur ayah di hidupnya.

"Nak, ayo bangun. Ada pakdhe di luar, mau ketemu kamu." Anita mengusap pelan kepala anaknya, berharap anaknya segera bangun.

Fany merasakan elusan di kepalanya membuat dirinya terbangun dari dunia mimpi. Dia mengerjapkan matanya seolah sedang mengumpulkan niat. Saat matanya sudah terbuka sempurna, pandangannya jatuh kepada ibunda tercinta.

"Ayo nak mandi, sudah ditunggu pakdhe dari tadi." Kata Anita sambil tersenyum.

"Iya ibu." Meski ada tanda tanya besar, Fany tetap mengiyakan perintah ibunya.

Pakdhe : Sebutan lain kakak dari ayah dan ibu.
Kalau di sini, kakak dari ayah Fany.

Melihat ibunya keluar, Fany bergegas bangun dan melakukan ritual, yakni mandi. Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi, Fany segera keluar dari kamarnya.

"Sini nak." Panggil Anita saat melihat Fany sudah keluar kamar.

Fany hanya mengangguk menimpali. Kemudian berjalan ke arah Pakdhe Mamat dan menyalimi sebagai bentuk kesopanan.

"Ada apa pakdhe? Tumben kesini siang?" Tanya Fany yang tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak bertanya.

"Ngene nduk, pakdhe ana gaweyan dinggo ibumu. Nanging neng Jakarta kono. Lha piye? Gelem pora?" Tanya Pakdhe Mamat.
(Gini nak, pakdhe ada pekerjaan untuk ibumu. Tapi di Jakarta. Bagaimana? Apakah mau?)

Fany terdiam sejenak. Memang dulu tinggal di kota adalah impiannya. Itu dulu, saat bapaknya masih hidup. Namun sekarang? Fany tidak tahu apakah masih ada impian itu.

"Kulo manut ibu mawon, pakdhe." Jawab Fany sambil tersenyum ke arah Anita.
(Saya ikut keputusan ibu, pakdhe)

"Wah, ngnu to. Lha piye Nit? Gelem pora? Iki gaweyanne dadi tukang masak neng restoran." Tanya Pakdhe Mamat kepada Anita.
(Wah, begitu. Bagaimana Nit? Mau tidak? Ini pekerjaannya menjadi juru masak di restoran)

Anita menatap Fany seolah bertanya. Fany tersenyum menatap ibunya lalu mengangguk pelan.

"Nggih kang, kulo puron." Jawab Anita.
(Iya bang, saya mau)

Pakdhe Mamat tersenyum lalu menjelaskan apa saja keperluan untuk mendaftar pekerjaan tersebut. Fany tersenyum menatap keantusiasan ibunya mendengarkan Pakdhe Mamat.

"Maafkan aku ibu, karena Fany masih menyusahkan ibu. Sampai ibu rela bekerja banting tulang demi Fany. Tunggu Fany sukses, Fany janji akan membahagiakan ibu." Ucap Fany dalam hati.

Hari menjelang sore, Pakdhe Mamat sudah pulang ke rumahnya. Fany dan ibunya sedang berkemas-kemas untuk pindah ke kota. Ya, mereka akan pindah besok.

* * *

-Fany pov-

Hai, Aku Thiffany Anindhita Aneswari. Aku merupakan anak dari Bapak Toni Nugroho dan Anita Suyanti. Aku tinggal di desa Ceingka. Seperti kalian tahu, Aku sekarang hanya tinggal bersama ibu. Bapakku sudah meninggal saat aku umur 15 tahun, tepat saat lulus smp.

Hari ini, aku dan ibu memutuskan pindah ke kota Jakarta. Kota yang terkenal mewah dan biaya hidup tinggi. Dulu, saat bapak masih hidup, beliau sering menceritakan tentang kota Jakarta. Dan saat itu aku punya impian untuk tinggal di kota Jakarta bersama kedua orangtuaku. Namun, kenyataan pahit aku terima.

Perlu kurang lebih 7 jam untuk sampai di kota Jakarta. Aku dan ibu telah sampai di depan kontrakan minimalis dekat restoran tempat ibuku kerja. Lalu kami memutuskan untuk beres-beres kontrakan, agar nyaman ditinggali.

"Nak, maafkan ibu cuma bisa menyewa kontrakan sekecil ini." Ucap ibu lirih yang masih terdengar di telingaku.

"Ini sudah sangat nyaman untuk Fany. Yang terpenting tinggal bersama ibu, Fany tidak masalah sama sekali." Aku tersenyum menatap ibu, dan ibu membalas senyumanku.

"Besok kamu mulai sekolah nak, kamu mau sekolah di dekat sini? Atau lebih jauh?" Tanya ibu kepadaku.

"Fany mau sekolah di SMA Lawrence bu. Kebetulan Fany mendapat beasiswa kesana. Fany dapat saat ikut seleksi di SMP dulu." Aku menjelaskan kepada ibu. Kulihat wajah ibu seperti khawatir.

"Nak, bukannya ibu tidak mendukung. Sekolah itu khusus orang kaya. Apa kamu tidak malu dengan penghasilan ibumu? Mereka pergi ke sekolah naik mobil, sedangkan kamu? Maaf ibu tidak sanggup kalau membelikan kamu mobil nak." Ucap ibu pelan.

Kuraih tangan ibu, lalu kucium telapa tangannya. Aku tersenyum menatap wanita yang berjuang mati-matian saat melahirkanku.

"Ibu, Fany tidak akan malu sama keadaan Fany. Fany bersyukur memiliki ibu yang sekuat dan setegar ibu. Fany tidak akan meminta barang-barang mahal bu. Apalagi minta dibelikan mobil. Fany cuma minta restu, ibu doain Fany biar jadi anak sukses dan bisa membanggakan bapak dan ibu."

Kulihat ibu menitikkan air mata mendengar ucapanku. Tanganku terulur untuk menghapus air matanya.

"Ibu meridhoimu anakku." Ucap ibu. Lalu ibu menarikku ke pelukannya.

"Pak, anak kita udah dewasa. Jika kamu masih hidup, pasti bangga melihat putri kita. Aku berharap kamu selalu bersama kami. Pantau kami dari surga pak."

Ku dengar lirihan ibu, sekuat tenaga aku menahan tangis di pelukannya.

"Bapak, Dampingi Fany untuk memulai semuanya. Fany meminta restu bapak, dan Fany harap bapak merestui langkah Fany kali ini." Batinku dalam hati.

* * *


Setelah selesai beres-beres kontrakan, aku dan ibu bergegas makan siang. Lalu ibu menyuruhku untuk beristirahat. Karena aku juga lelah, aku mengiyakan perintah ibu.

Aku sudah bersiap untuk menjemput alam mimpi. Namun, tiba-tiba kenangan bersama bapak bermunculan di kepalaku.

"Bapak, Fany besok sekolah di SMA Lawrence. Sekolah yang dulu bapak ceritakan ke Fany. Sekolah bagai surga, masuk dengan tawa keluar bahagia. Semoga saja memang benar. Sekolah itu menjadi saksi kesuksesan Fany."

Aku mengusap bingkai foto bapak bersama ibu waktu menghadiri wisuda kelulusan smp.
Air mata tak bisa ku bendung lagi, mengalir membasahi wajahku.

"Ya Allah, bantu Fany membahagiakan kedua orang tua Fany. Jaga Bapak disana, tempatkanlah di sisimu. Dan berilah ibu kebahagiaan, lancarkan pekerjaannya, dan berilah umur panjang. Hai Fany, ayo menyambut awal baru dengan kebahagiaan."

Mata ku tertutup dan aku beralih ke dunia mimpi.

* * *

Haii terimakasih telah membaca.
Vote + coment juga.

See you next part!

Herrialdeko NeskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang