Chapter 2 || Tentang Reyna

424 20 29
                                    

Sebelum baca, jangan lupa klik dulu gambar bintangnya.
Gimana, udah?
Terima kasih bagi yang sudah memberikan vote.
Happy Reading ♡



Flashback, 3 hari sebelumnya.

Reyna Nathalia, gadis jelek yang sering kali menjadi bahan bully-an disekolahnya, dan itu terjadi hanya karena wajahnya yang kusam dan memiliki banyak jerawat. Pada usianya yang baru 18 tahun ia memilih untuk mengakhiri hidup karena ia merasa bahwa dunia ini tidak adil, Reyna beranggapan hidupnya selalu direndahkan orang lain itu karena Tuhan memberinya wajah yang jelek. Gadis itu sudah cukup muak setiap hari mendengar ejekan-ejekan yang menyayat hatinya. Ia selalu merasa marah saat berpikiran, kenapa ia tidak dikaruniai wajah yang cantik seperti orang-orang, kenapa Tuhan harus memberinya rupa yang buruk?

Sampai akhirnya, setelah pulang sekolah ia melewati sebuah hotel yang terbengkalai dan berkat bisikan setan, ide gila untuk mengakhiri hidup itu tiba-tiba saja terlintas di isi kepalanya. Karena kepalang muak, tanpa rasa ragu atau takut sedikitpun Reyna memasuki hotel tersebut, ia berlari menaiki anak tangga sampai ke lantai paling atas yang mencapai angka 37. Gila, entah dia memang seorang atlet lari, atau tengah kerasukan setan.

Cukup lama waktu yang termakan untuk sampai pada Rooftop hotel kosong ini, dengan nafas yang tersengal-sengal Rey menjatuhkan tubuh kurusnya pada lantai yang kotor dan ia sandarkan punggungnya pada sebuah dinding pembatas. 10 menit berlalu, haripun sudah semakin sore dan Reyna memutuskan untuk bangun dari duduknya. Ia melihat langit senja yang begitu cantik terhampar luas diatas sana, mengingat kata cantik– gadis itu langsung menurunkan pandangannya, mata hazelnya menatap sepatu berwarna putih yang ia kenakan.

"Bahhkan sepatu yang benda mati aja keliatan lebih cantik dibandingin gue," lirih Reyna pelan. Ia menghela nafas panjang, setelah itu Reyna mengedarkan pandangannya menatap sekitar yang dipenuhi oleh barang-barang bekas. Gadis itu melihat ada sebuah kursi tua, lalu dengan cepat ia mengambil kursi tersebut untuk ia gunakan memanjat dinding pembatas yang tingginya mencapai dada.

Setelah bersusah payah memanjat, akhirnya Reyna berhasil berdiri di atas dinding itu, semilir angin berhembus menerbangkan rambut panjangnya. Bening kristal pun terjatuh saat wajah keluarganya tiba-tiba terlintas dibenaknya. Gadis itu mengucapkan beberapa kalimat maaf untuk keluarganya, sampai akhirnya ia menutup mata dan mulai menjatuhkan tubuhnya. Namun, tiba-tiba saja seorang pemuda menarik tangannya, dengan posisi tangan orang asing itu memeluk Reyna– mereka berdua terguling kebelakang, sampai-sampai kepalanya membentur lantai cukup keras dan membuat ia kehilangan kesadarannya.

Entah berapa lama Reyna tidak sadarkan diri, yang jelas saat ia bangun, lelaki yang tadi menarik tengannya tengah memegang jas almamater yang ia kenakan. Dengan sekuat tenaga ia mendorong pemuda jangkung itu, lalu Reyna mengambil tas dan membuka sebelah sepatunya untuk menyerang pemuda yang ia pikir akan berbuat mesum itu. Beberapa perdebatan terjadi diantara keduanya, sampai akhirnya diambang batas rasa kesal dan takut Reyna menendang bagian bawah pemuda asing itu, dan membuat si empunya meringis kesakitan. Dengan kesempatan yang ia miliki, dengan cepat pula Reyna kabur dari sana dan meninggalkan sebelah sepatunya.

Hari sudah semakin malam, salahkan kebodohannya karena memilih menaiki gedung setinggi 37 lantai itu. Penampilan Reyna sangat berantakan, peluh keringat yang membasahi wajahnya juga kaos kaki yang kotor karena ia melepas sepatunya, membuat Gadis itu terlihat seperti seorang gembel. Untung saja jarak rumahnya tidak terlalu jauh, jadi ia tidak perlu menaiki bis dan membuat orang lain ketakutan karena melihat penampilannya.

15 menit perjalanan yang ia tempuh untuk pulang, dan seharusnya sekarang Reyna sudah sampai– kalau saja di depan gang menuju rumahnya tidak ada sekelompok preman yang sedang menongkrong.

METAMORFOSA || Kupu-kupu Hitam Dan PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang