5

5 4 0
                                    

"Lee Yongbok, berhenti di sana!"

Aku menulikan rungu, melengos meninggalkan Yeosang Hyung yang derap jejaknya berlomba denganku. Aku menghentak kasar tungkaiku, menggelontorkan dongkol sebab kehadiran Marina di waktu piknik tadi. Gerak hatiku kabur, walaupun tak bisa menampik pesonanya yang masih jeli menjerumuskan jiwa maskulinitas ku.

Saat membuka lawang apartemen, kuasa tangan kanan Yeosang Hyung lebih dulu menghalau aksiku. "Lee Yongbok, kamu udah kasar sama Marina tadi, coba jelaskan apa maksudnya itu?"

Alasan, sikapku terkesan begitu ya ... aku tak ingin Yeosang Hyung terkait oleh kejadian itu, dan Marina pasti tak langsung melepasku. Dia figur publik, tidak boleh cacat, lalu aku yang satu-satunya mengetahuinya. Seharusnya aku tak pergi larut malam saat itu, hidupku berubah sebab merenungi kencannya.

"Aku gak pernah ajarin kamu untuk sok tau sama kehidupan orang, hanya karena dia gak dateng minggu kemarin jangan dianggep dia—"

"She's not what you've seen on cam! ujarku kesal. "she's different, aku gak mau kontak lagi sama dia. I'm not her fan anymore,"

*Dia tidak seperti yang kau lihat di kamera! Aku bukan penggemarnya lagi

Kulihat Yeosang Hyung termangu, maniknya tampak miris serta dua bahunya merosot. Rasa bersalah merebak, semestinya aku memahami kekecewaan Yeosang Hyung yang tak mengetahui apa-apa. Namun aku tak bisa bercerita, sisi hitam Marina ... cukuplah aku yang tahu.

Yeosang Hyung mendekat, menempatkan jemarinya di ubun-ubunku, mengusapnya perlahan. "Yongbok-a, kalo dia bikin salah ke kamu, ya emang dia wajib terima akibatnya, tetapi dia juga manusia biasa, jangan dipikir dia gak nyesel lakuin hal jelek. Lebih baik kamu kasih keterangan ke pihak mereka kalo emang kamu gak minat lanjutin kencan itu lagi, lari gak menyelesaikan apa-apa."

🌻🌻🌻

Malam menjelang, aku tak bisa nyenyak terlelap walau sudah berkali-kali berganti posisi kasur, yang berakhir menyerah dengan berjalan santai menikmati cakrawala kelam berhias gemintang yang sayangnya langka tertutup awan tebal. Berteman sekaleng soda merek multinasional, dinginnya udara seolah kalah oleh kesombongan fisikku. Hening penuh tentram, entah sejauh apakah aku melangkah; hanya jatuh dalam buaian kenyamanan.

"Yongbok-ssi,"

Suara yang amat kukenali, terlanjur macam sirine mobil yang sontak membuatku kembali fokus. Tak minat melihat sosoknya, aku langsung berbalik badan lalu tancap gas tak tahu arah. Jauh darinya, adalah hasratku sekarang.

Berbagai tikungan tanpa ragu kuambil, isi soda tumpah ruah mengotori mantelku—bukan urusan. Lari, aku pergi tanpa arah kemana harus diakhiri. Hingga ujung suatu lajur menghentikan, sekaligus titik jatuhku. Terpelanting dan menggelantang, tubuh hanya pasrah mengikuti arah gravitasi ini.

Ngilu sekujur tubuhku terbungkus rasa kemelut itu. Napasku tersengal-sengal, lelehan air mata dan darah mungkin? Mengalir dari manik dan hidung, mantap sensasinya ... hahaha.

Derap langkah, tak yakin bila itu bukan dia. Sudahlah, ini akhir hidupku juga tak masalah.

Teruntuk Yeosang Hyung, maafkan adikmu yang bodoh ini. Aku menyayangimu.

Dan Tuhanku yang tercinta, maaf aku masih jadi ciptaanmu yang nakal, terimakasih sudah memberiku kehidupan. Saranghamnida.

.
.
.
TBC

Perfect FigureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang