Jasmine menarik lengan Ali dan membawa sahabatnya keluar kelas. Baru sampai di tangga koridor mereka bertemu dengan Laras, mahasiswi semester satu jurusan Sistem Informasi yang meskipun beda fakultas, tetapi rela menempuh jarak ratusan meter hanya untuk mendekati sahabat Jasmine.
"Eh, Kak Harley, udah mau pulang, ya?" sapa Laras.
Jasmine menahan tawanya saat mendengar Laras memanggil sahabatnya dengan nama Harley. Iya, sih, panggilan seorang Harley Iksan Alfarizi tuh memang Harley, tapi sejak kecil Jasmine selalu memanggil sahabatnya dengan nama Ali, dan ia selalu merasa tergelitik jika ada cewek lain yang memanggil teman kecilnya itu Harley.
Melihat kedatangan Laras, Ali semakin mengeratkan rangkulannya di pundak Jasmine. "Iya, nih. Duluan, ya," jawabnya singkat.
"Aku boleh bareng nggak?" tanya Laras.
"Lo nggak lihat gue ama dia?" Ali melirik sekilas pada Jasmine. "Kalo lo ikut, mau duduk mana? Di depan gue?"
Jasmine terkikik mendengar jawaban ketus Ali. Membayangkan mereka boncengan bertiga dengan Ali di tengah mengendarai kendaraan dan Laras duduk di depannya seperti anak kecil yang diajak naik motor oleh orang tuanya.
"Oh, ya udah, kalo gitu. Lain kali aja aku pulang bareng ama Kak Harley," ucap Laras kecewa. "Eh, tapi kalo ntar malam ada waktu nggak?"
Rupanya slogan pepet terus sampai dapat benar-benar diterapkan oleh Laras. Meskipun beberapa kali kecewa dengan sikap Ali padanya, tapi cewek itu terus berusaha memperjuangkan-lebih tepatnya memaksakan-perasaannya pada pemuda itu.
"Gue sibuk, tugas gue banyak!"
"Tugas apaan, Al?" tanya Jasmine bingung. Sejak bergelut di dunia kepenulisan, fokus Jasmine 100% hanya seputar naskah dan naskah. Ia sama sekali sudah tidak ingat lagi dengan tugas-tugas kuliahnya. Kalau bukan Ali yang mengorbankan diri membantu Jasmine mengerjakan tugas, mungkin saat ini ia sudah dipecat menjadi mahasiswi Jurusan Sastra Jepang. Sama seperti tiga tahun lalu, Ali juga yang berusaha mengembalikan semangat Jasmine pasca putus dari Rey. Kalau tidak, bisa saja Jasmine mungkin tidak akan lulus sekolah tahun itu.
"Kita kan disuruh bikin makalah tentang perkembangan budaya Jepang, dua hari lagi presentasi. Belum lagi tugas kajian wacana," jelas Ali.
"Ya ampun, kok lo nggak bilang ke gue, sih?" protes Jasmine.
"Gue bilang juga, ujung-ujungnya tetap gue yang ngerjain tugas lo, 'kan?"
Jasmine langsung menunjukkan cengirannya.
"Makasih, ya, Al. Lo baik banget deh," rayu Jasmine sambil mencubit pelan pipi sahabatnya yang tentu saja membuat Laras muak. Andaikan Jasmine itu lalat, mungkin sudah dari tadi ia ditepuk oleh Laras, karena menjadi penghalang antara dirinya dan Ali.
"Cih, ada maunya aja," tukas Ali.
Lalu tanpa mengindahkan Laras, keduanya sudah berjalan menuju parkiran motor. Sementara cewek itu masih tertinggal di dalam gedung kampus. Keberadaannya di tengah dua sahabat itu seperti obat nyamuk, ada tapi tak dianggap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Retisalya [TELAH TERBIT]
RomanceSempurna. Satu kata yang bisa menggambarkan keseluruhan penampilan Rey Yamazaki, pria Indo-Jepang. Wajar bukan meski telah tiga tahun berlalu, tetapi Jasmine Thisalya, mahasiswi semester 6 Sastra Jepang, masih selalu mengingat mantannya. Terlebih pu...