Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00. Saatnya mata kuliah Sejarah Jepang Kontemporer dimulai. Namun, sudah hampir lima menit, Ali tidak juga melihat tanda-tanda kedatangan Jasmine. Para mahasiswa sudah masuk ke kelas dan duduk rapi. Mereka tidak mau kena hukuman dari dosen yang mengajar jika terlambat mengikuti kelas. Satu bangku kosong sengaja disediakan Ali tepat di sampingnya untuk Jasmine, tetapi hingga Profesor Agus memasuki kelas, gadis itu belum juga kembali dari perpustakaan.
Saat lembaran absen sudah bergulir, Ali dengan ragu menirukan tanda tangan Jasmine. Ia takut jika ketahuan oleh Profesor Agus, bisa-bisa ia kena hukuman. Dosen satu ini memang terkenal agak galak dan sangat disiplin. Ia tidak mentolerir sedikit pun kecurangan dan juga sikap-sikap tak berintegritas para mahasiswanya. Alhasil, Ali terpaksa melewatkan kolom tanda tangan sahabatnya itu. Ia tidak berani mengambil risiko.
Lima belas menit berlalu dengan penuh keresahan dirasakan Ali. Pikirannya melanglang buana tidak karuan, membayangkan Jasmine yang mungkin sedang dalam masalah sehingga tidak bisa ke kelas. Harusnya tadi ia tidak membiarkan Jasmine ke perpustakaan sendiri. Tidak tahan lagi, Ali terpaksa berbohong pada dosennya hendak ke toilet, padahal sebenarnya ia ingin menyusul Jasmine.
Begitu tiba di gedung perpustakaan, Ali mendapati Jasmine sedang duduk di bawah pohon rindang sembari membaca buku. Pemuda itu mengembuskan napas lega. Setidaknya Jasmine baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun, kini berganti dengan rasa kesal. Sudah tugasnya dikerjakan oleh Ali, apa begitu susah bagi Jasmine hanya untuk sekadar masuk kelas? Ia pun segera menghampiri sahabatnya.
"Min, lo ngapain di sini?"
Meski suara Ali mengejutkan Jasmine, tetapi gadis itu tidak banyak bereaksi. Ia hanya tersenyum pada sahabatnya sembari menunjukkan buku di tangannya.
"Lagi baca buku," jawab Jasmine santai. "Lo sendiri ngapain di sini?"
Geram dengan sikap cuek Jasmine, Ali langsung menarik lengan cewek itu. "Gue nungguin lo di kelas dari tadi nggak muncul-muncul, gue pikir lo kenapa-napa, nggak tahunya malah nyantai di sini."
"Lo khawatir sama gue?" goda Jasmine sambil tersenyum geli.
"Jangan mimpi! Gue cuma kasihan sama bunda lo doang. Lo nggak ingat pesannya tadi, kuliah yang bener biar cepat lulus. Tapi lihat yang lo lakuin sekarang, bukannya masuk kelas, malah baca buku di sini. Kalo ketahuan sama dosen dan lo kena hukuman, gimana?"
Tuh, kan, Ali mulai lagi bawelnya. Jasmine mengerucutkan bibir. Namun, bukannya menuruti perkataan Ali, Jasmine malah menarik lengannya dari genggaman Ali dan kembali duduk di bawah pohon rindang.
"Gue nggak mau ke kelas!"
"Kenapa, sih?" tanya Ali heran. Tidak ada jawaban dari Jasmine. Ali putus asa. Saat ia menatap buku yang berada di genggaman Jasmine, Ali langsung mengembuskan napas pasrah.
"Lo kenapa, sih, pengen banget ke Jepang? Emang tahun depan nggak bisa apa?" tanya Ali lagi. Rupanya Jasmine ke perpustakaan bukan untuk membaca buku yang berhubungan dengan perkuliahannya, tetapi buku tentang tips travelling ke Jepang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Retisalya [TELAH TERBIT]
RomansaSempurna. Satu kata yang bisa menggambarkan keseluruhan penampilan Rey Yamazaki, pria Indo-Jepang. Wajar bukan meski telah tiga tahun berlalu, tetapi Jasmine Thisalya, mahasiswi semester 6 Sastra Jepang, masih selalu mengingat mantannya. Terlebih pu...