Part 9: Matsuri

23 3 20
                                    

Play Hanya Mimpi by Fatin to enjoy this story 🎶🎶

===============================

===============================

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 18 Maret 2019.

Jasmine tersadar dari mimpi saat alarm weker menunjukkan pukul 05.00. Ia mengusap mata dan mendapati kedua ujungnya yang lembab. Ah, rupanya ia sempat menangis semalam dalam mimpinya. Jasmine menghela napas berat. Sudah tiga tahun berlalu, tetapi bayangan Rey masih saja selalu bermain-main dalam ingatannya. Kapan ia akan benar-benar bisa melupakan lelaki itu kalau hampir setiap malam masih memimpikan sang mantan?

Jasmine mengulurkan tangannya di bawah bantal. Ia menyalakan ponsel yang setiap menjelang tidur selalu dimatikannya. Tepat saat ponselnya telah aktif, muncul notifikasi alarm yang terlewatkan. Ulang Tahun Rey, begitulah yang tertulis di layar ponsel tersebut. Jasmine mengusap pelipisnya sambil memejamkan mata erat. Sepertinya ia memang tidak akan bisa melupakan Rey. Bahkan tanggal ulang tahun sang mantan pun masih tersimpan di ponselnya. Rupanya menumpahkan segala kisahnya menjadi sebuah novel, tidak benar-benar membuat Jasmine terbebas dari bayang-bayang cinta pertamanya.

Puas dengan memikirkan Rey saat bangun tidur, Jasmine segera beranjak dari ranjang dan langsung menunaikan kewajiban salat subuh. Setelah itu ia segera bersiap mandi dan lainnya, karena hari ini jadwal mata kuliah pertamanya dimulai jam 08.00.

Sembari menunggu Ali menjemputnya, Jasmine mengeluarkan sebuah buku tulis kecil dengan motif ilustrasi seorang pria dan wanita berlatarkan bunga sakura, dari dalam laci meja belajarnya. Buku yang sudah lama dibelinya tetapi tidak pernah ia gunakan karena terlalu sayang dengan gambar sampul depannya. Membuat Jasmine tidak tega untuk mengotori setiap lembar putihnya dengan goresan tinta yang tidak berarti. Namun, kali ini Jasmine ingin menuangkan isi hatinya pada buku yang tidak pernah ia jamah itu. Tak lama kemudian, permukaan kosong dan putih itu telah tergoreskan tinta hitam dari pulpen yang digamit Jasmine. Pulpen yang tampak meliuk-liuk indah seolah sedang membawakan tarian musim panas yang penuh keceriaan, berbanding terbalik dengan suasana hati Jasmine.

Suara klakson motor dari depan pagar rumah Jasmine, membuat gadis itu menghentikan tulisannya. Ia menatap ke arah jendela kamar yang langsung menghadap halaman depan rumah. Dari sela-sela terali jendela, Jasmine bisa melihat bayangan motor Ali yang sudah berhenti di depan pagar.

"Jasmine, tuh si Ali udah datang!" seru Bunda, dari teras depan.

"Iya, Bun," jawab Jasmine, dari dalam kamar.

Gadis itu menutup buku kecilnya tadi dan menyimpannya kembali ke dalam laci. Ia menarik napas dalam dan mengembuskannya pelan. Saatnya memasang wajah ceria tanpa beban di hadapan sahabatnya itu. Ali tidak pernah suka melihat Jasmine bersedih. Cowok itu bisa sangat bawel melebihi bundanya saat sedang menasehati Jasmine agar tidak lagi memikirkan sang mantan.

Diary Retisalya [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang