l i m a b e l a s

123K 14.4K 1.1K
                                    

"Tunggu!" teriak Divney, mengejar lelaki yang jaraknya sudah cukup jauh dari keberadaannya.

Yang dipanggil tidak menoleh sedikitpun, lalu masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya di depan gerbang.

Setelah mendudukan pantatnya ke kursi mobil, Devian tersenyum tipis, melirik dari dalam kaca mobil yang menampakan seorang gadis tengah berlari tertatih ke arah mobilnya.

"Tunggu," ucap Devian pada Pak Supir yang hendak menginjak gas.

Mobil tidak jadi berjalan, lalu Devian menyandarkan punggungnya duduk santai di kursi mobil, tampaknya ia sengaja menunggu Divney menghampirinya.

Napas Divney terengah, gadis itu sudah berada di depan pintu mobil Devian, mengetuk-ngetuk pintu sesekali Divney mengintip.

Sreekk

Perlahan kaca mobil terbuka, menampakan Devian yang duduk tegap menghadap ke depan, di mulut lelaki itu tengah mengunyah permen karet.

"Heh, gue mau buat perhitungan sama lo! Gue gak terima sama semua yang udah lo lakuin ke gue! Kemarin lo siram gue pake air menjijikan, sekarang lo permaluin gue di depan umum, besok apa lagi? Hah?!" oceh Divney marah-marah.

Dan sekarang semua perhatian tertuju ke arahnya. Ah, gadis itu selalu saja mencari masalah.

"Jawab gue, hei!" sentak Divney kesal sendiri, saat Devian tak kunjung mengeluarkan sepatah katapun, bahkan meliriknya pun tidak.

Menoleh perlahan, mata elang Devian menyorot dingin ke arah Divney.

"Caper," ujar Devian, singkat pada jelas dan menusuk tentunya.

Divney cengo. "Brengsek, lo bilang apa? Bener-bener lo, ya, pokonya gue mau semuanya setimpal, lo juga harus ngerasain apa yang udah gue ras-"

"Minggir." Devian memotong ucapan Divney.

"Gak!"

Lelaki itu terkekeh kecil. "Atau lo mau ikut gue ke apartemen lagi?"

Deg

Mata Divney membulat, gadis itu mematung, seketika memori ingatannya memutar kejadian beberapa hari lalu.

"Apa?" lirih Divney, wajahnya masih cengo, ingin agar Devian mengatakannya sekali lagi.

"Gue masih bisa ngenalin lo ... cewek tiga puluh juta. Dasar, murah!" pungkas Devian, melepehkan permen karet di mulutnya ke arah seragam Divney.

Lelaki itu menutup kaca, lantas mobil melaju begitu saja, meninggalkan Divney yang masih berada dalam posisi tercengang.

Tadinya semua orang yang menyaksikan tampak memasang wajah penasaran, pasalnya mereka tidak bisa mendengar percakapan terakhir antara Divney dan Devian. Namun mereka langsung tertawa, saat melihat Devian melemparkan permen karet di mulutnya ke arah Divney.

Tak perduli tengah menjadi bahan tawaan banyak orang, Divney masih tertegun, perlahan kepalanya menunduk, matanya menyorot lurus ke arah sepatu.

"Dia?" gumam Divney, jantungnya berdegup kencang.

"Masa dia, sih?! Gak! Gak mungkin, ya kali satu orang bisa punya kepribadian lebih. Cowok yang gue temuin itu cowok gesrek, sedangkan Devian ... ah, mana mungkin si psycho itu ... pasti dia cuma asal ngomong," lanjut Divney menolak untuk menerima kenyataan.

Menepuk wajahnya sendiri. "Tapi ... gimana kalo cowok itu emang dia?"

***

Sampainya di rumah, buru-buru Divney merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, ia melepas ikat rambut dengan kasar, matanya menerawang ke langit-langit plafon.

Bad AssociationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang