» 1 «

926 140 9
                                    

     Ponsel dengan beberapa retakan pada layarnya itu diambil oleh tangan besar saat permukaan nya menampilkan panggilan dari seseorang. Jari jari besar tersebut meraih secara kuat, sebelum pemilik mendekatkan ke telinga.

Firasatnya buruk soal ini. Juyeon, terpaksa mengangkat nya walaupun sudah tahu kemungkinan besar bahwa topik telfon kali ini adalah kabar buruk.

"Kita butuh dana tambahan. Pendaftaran ulang turnamen game makan banyak uang, lo tau sendiri statistik ekonomi kita kaya gimana."

Gotcha.
Tepat sasaran.

Tapi Juyeon masih ingin menyisakan harapan untuk ini, meski kecil. "Mereka bilang turnamen ini gak dipungut biaya apapun."


"Don't be such a fool, boy. Gak ada yang gratis di dunia ini."


Senyum kecut menjadi pembuktian bahwa hatinya kecewa.

Juyeon menghela nafas panjang. Sejenak melirik pada bingkai foto tengah berdiri rapuh di meja belajarnya. Foto usang tempatnya menggantung impian itu membuat Juyeon melipat bibir kedalam. Merasa bingung.

Tapi dua detik kemudian, ia mencoba memperbaiki suaranya dengan cara berdehem pelan. Dua kalimat mengudara, yang entah menimbulkan efek macam apa——mereka harus ikut turnamen ini, bagaimanapun caranya.

"Kalian siapin game nya, gue yang urus masalah uangnya."

•••


     Tudung jaket itu dipasang pada kepalanya. Sedikit merasa gatal pada bagian tengkuk karena rambutnya sudah lama tidak dipangkas. Tapi tidak masalah, bukan rambut yang diandalkan kali ini.

Juyeon bersandar pada dinding penuh coretan sebuah sela bangunan besar. Lorong kecil-gelap-lembab-dan penuh bau kencing itu adalah tempat persembunyian terbaik. Mata tajamnya melirik kesana kemari, mengikut sertakan pendengarannya agar lebih tajam dan peka dari sebelumnya.

Ia mendengar sesuatu disana. Tentangㅡ

"Widih, Kak Jeje. Bagi bagi dong uangnya!"

"Iya! Kan kita yang nemenin begadang!"

"Tenang, nanti kita hedon bareng bareng."


Juyeon tersenyum penuh kemenangan. Sedikit melangkah ke kanan untuk menyembunyikan bayangannya dari cahaya. Dan saat mendengar langkah kaki mendekat, ia menoleh pada jalanan. Lalu mengerut tak suka saat targetnya dikelilingi orang lain; lima.


Sangat tidak mungkin untuk tiba-tiba merebut sesuatu ditangan pemuda tersebut.


Juyeon masih menyayangi nyawa dan terlalu berharga diri saat nantinya aksi ini disorot banyak orang. Maka dari itu dia memutuskan untuk mengulur waktu, menunggu jarum panjang di arlojinya sampai pada angka dua belas. Ingin membuktikan bahwa ucapan "Vandore street akan sepi pada pukul sepuluh pagi" adalah kenyataan.

Yang benar saja, Fortuna tersenyum untuk Juyeon. Jalanan sepi hanya diisi enam pemuda yang sudah lewat agak jauh darinya. Dan tentang rambut panjang, tidak masalah sama sekali, karena kecepatan kaki yang berperan disini.


Juyeon membuka tudung jaketnya demi mengurangi kecurigaan, sebelum melompat beberapa kali dan, "Lets get it!" berlari sekencang mungkin.


Memang berniat menabrak sekumpulan pemuda itu. Juyeon membenturkan badannya pada salah satu dari sana hingga saling berjatuhan tak sanggup menahan keseimbangan.

The GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang