(5) Risol Mayo

7 1 0
                                    

Aku harus pergi dari tempat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku harus pergi dari tempat ini. Sebelum aku hilang kendali. Dan aku hanya punya satu tujuan. Sambil menunggu bis untuk datang. Aku keluarkan handphone dan menekan nomor dengan nama "クレイジー" yang dibaca kureijii, artinya gila dalam bahasa Jepang.

"Hellow! This is si cantik speaking. Ada yang bisa dibantu?"

Cocok dengan nama nya di ponsel ku kan? "Pet.."

"Okay, so who's head do I have to hit? Pala siapa yang perlu gue tampol? Tampol pake panci atau tampol pake batu bata?"

She knows. Entah bagaimana. Dia selalu tau perubahan nada bicara ku. Padahal belum satu kalimat penuh aku ucapkan. Tapi dia sudah memberi pilihan mau memukul orang dengan alat bantu apa. Dasar gila.

"Gue bisa ke rumah lu sekarang?"

"Yah, dia pake nanya. Lu kayak baru kemaren temenan sama gue. Lu bawa kunci kan?"

"Bawa," aku jawab sambil mengangguk. Tapi buat apa ya? Dia kan gak lihat.

"Ya udah masuk aja nanti kalo udah sampe. Kalo gw lama buka pintunya, lu buka aja. Kakak lagi kerja, mama lagi ke luar bentar. Eh ga tau sih lama atau bentar."

"Oke. Arigatou ya."
(🇯🇵Arigatou = 🇮🇩Makasih)

"Anytime, Baby ku chayank!"

Lalu telfonnya pun ku matikan. Ku matikan sebelum percakapan ini semakin menjijikan. Seperti kebiasaan, ibu jari ku menggeser layar ponsel dari atas ke bawah dan membuka papan notifikasi.

*10 new message(s)*
*5 misscall(s)*

Siapa lagi yang menelfon dan mengirim pesan kalau bukan bibi? Tapi aku sedang tidak ingin bicara padanya. Bisa-bisanya tanpa sepengetahuan ku, Bibi berbicara dengan wanita itu?

Tidak, tidak. Bukan urusan ku jika bibi bicara dengannya. Tapi, membawanya bertemu dengan ku? Tanpa bertanya pada ku?? Apa jangan-jangan pergi makan hari ini juga hanya alasan? Dan kenapa di toko buku itu? Apa bibi dan paman tau aku akan minta waktu untuk ke toko itu sendirian?

Tidak ada habisnya jika aku pikirkan hal ini. Logika ku yang seperti ini akan langsung memikirkan segala sudut pandang negatif. Mau bagaimana? Itu cara ku bertahan hidup sejauh ini. Melelahkan? Iya.

Getaran dari ponsel menyadarkan lamunan ku. Tulisan Bibi terbaca dari layar. Bukan aku angkat, melainkan aku tutup dan ku masukan ke dalam tas.

Aku harap jalanan hari ini cukup sepi, supaya aku bisa cepat sampai rumah Petronilla.

○ ○ ○

"Pet?"

Petro yang sedang serius menggambar dengan tablet dan pen ajaibnya, langsung melirik ke arahku dan memeluk ku.

Aku yang sudah biasa dengan tingkahnya ini sudah tidak terkejut lagi. "Ceritakan semuanya. Se. Mu. A. Nya."

Sesi wawancara pun dimulai. Atau sesi story telling ya lebih tepat? Aku ceritakan dari awal. Mulai dari bibi dan paman yang mengajak pergi ke mall untuk makan es favorit Dillan. Hingga pertemuan yang, ku kutip dari perkataan ibu kandungku, "biadab".

"Dan sekarang aku disini. Kabur ke rumah sahabat ku tanpa membalas satupun telfon atau pesan dari keluarga ku."

Tolong diperhatikan penekanan kata keluarga ya para penonton. Terima kasih.

"Ga bisa ini. Udah lu nginep sini aja dulu. Besok ke kampus bareng gue aja."

"Oh iya besok Senin ya?"

"Ada yang perlu lu ambil ga dari kos buat ke kampus besok?"

Besok ada pelajaran apa ya? Pikiran ku benar-benar berantakan sekarang. Tapi sepertinya tidak ada yang perlu dibawa.

"Kayaknya ga ada deh."

Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar tiga kali. "Siapa?"

"Mama."

Tante Lize pun masuk ke dalam kamar Petro setelah ketukannya tadi dijawab. Sepertinya beliau baru pulang, pakaiannya masih pakaian jalan-jalan dan bukan pakaian rumah. Bagaimana aku bisa tau? Coba saja sering main ke rumah teman mu, sesering petugas keamanan mengelilingi lingkunfan perumahan. Nanti juga hafal.

"Halo, tante Lize," sapa ku sambil memeluk singkat mama Petro dan Kak Philo.

"Sudah lama sampainya?"

"Mungkin 30 menitan, Tante."

"Oh. Sana turun dulu makan. Ada risol mayo tuh dibawah."

Risol mayo? Kebetulan. Ah, aku belum bilang ya. Risol mayo adalah salah satu cemilan favoritku yang jarang ku makan. Karena sulit menemukan yang rasanya cocok dengan ku. Tapi entah kenapa, kalau yang suka dibeli oleh Tante Lize itu cocok dengan lidahku.

"Wah! Kebetulan. Ayo turun, Sel!"

"Iya, pelan-pelan do- aduh!"

Aku yang menabrak seseorang, makasih Pet, tidak sengaja menghantam hidung ku yang sudah pesek ini. Haduh, makin pesek ga nih. Untung kacamata ku baik-ba.. tidak jadi. Sekarang kacamata ku kotor. Ah, aku paling malas kalau kacamata ku kotor buram seperti ini. Kan harus dibersihkan.

"Ei, udah nabrak bukannya minta maaf kek. Basa-basi kek gitu."

"Loh? Kak Philo? Katanya Petro kerja."

"Ya udah pulang. Emang ga boleh pulang ke rumah sendiri?"

Aku pun melotot. "Ih, galak amat. Nanya doang kali. Tadi katanya suruh basa-basi."

"Ga jadi. Basa-basi kamu basi."

Aku pun hanya tersenyum sambil berkata, "Kak, gelut lah kita. Ayuk, gelut."

"Eh udah ah. Philo. Masa kamu sifatnya kalah sama anak 20 tahun. Kamu udah 24, malu ah."

"Emang kak Philo suka malu-maluin, Tan." Setelah mengucapkan itu aku kabur ke bawah. Risol mayo aku datang!

~ ♡ ♤ ◇ ♧ ~

Hai hai hai♡

Apa kabaarr! Cuma mau say hi aja dulu. Terima kasih udah menyempatkan untuk baca sejauh ini ya😘

See you next time!
Daume do manayo!
Mata ashita!
Sampai jumpa lagi!

- Misyell

HiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang