"Kenapa kau tidak memberi tahu nama aslimu?" tanya Mr. Eldrich saat aku akan meninggalkannya.
Tentu saja aku tidak perlu menjawabnya. Tapi, hanya agar dia tidak menganggapku sebagai pembohong aku menjawabnya kali ini. "Aku tidak berbohong padamu. Namaku Jordan Michael ... Shaterlee." Kuucapkan dengan pelan nama keluargaku.
"Kenapa kau menyembunyikan nama belakangmu?" tanyanya lagi. Seolah jawabanku yang dia dapat tidak cukup.
"Doesn't matter, kau tidak akan peduli," sindirku. Aku berbalik lagi untuk meninggalkannya kali ini.
"Aku peduli," ujar Mr. Eldrich. "Kau pikir kenapa aku mempekerjakan Aphrodite? Itu karena aku mengira dia adalah anak dari Robert Shaterlee."
Karena itu dia begitu baik pada Aphrodite sampai-sampai Mr. Eldrich tidak memedulikanku saat dia memakiku. Tapi untuk apa? Untuk apa dia peduli jika aku anak dari Robert Shaterlee? Dia akan mulai berprilaku baik padaku? Seharusnya dia berprilaku baik pada siapa pun.
Jadi, kutanyakan hal itu padanya. "Untuk apa kau peduli? Agar kau bisa memperlakukanku sepantasnya? Karena itu kau peduli? Kau sama seperti ayahku, hanya peduli pada orang-orang dengan jawabatan tinggi, yang memiliki gelar dan uang."
Mr. Eldrich terdiam saja saat aku marah-marah padanya. Ekspresinya tidak menunjukkan apapun padaku.
Lalu sebuah mobil melintas dengan sangat kencang dari arah Mr. Eldrich mengejarku. Mobil van berwarna hitam yang seketika seseorang mengeluarkan senjata dari balik kaca.
Kudorong Mr. Eldrich hingga dia terjatuh dan berlindung di balik mobil yang terparkir, sedangkan aku berada di posisinya. Suara tembakan dua kali terdengar. Dan mobil itu melaju lagi dengan sangat kencang.
Sebuah kaca pecah akibat peluru yang melesat. Untungnya, aku tidak terkena tembakan. Kuperhatikan peluru yang melesat di belakangku. Jaraknya tiga meter dari tempatku berdiri. Tapi sama persis dengan tempatku sebelum aku mendorong Mr. Eldrich. Aku benar-benar beruntung.
Mr. Eldrich menghampiriku dengan khawatir. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan mata yang menunjukkan bahwa dia bersungguh-sungguh.
"Aku rasa," jawabku.
Mr. Eldrich kemudian memelukku. Pelukan hangat yang membuat jantungku semakin berpacu cepat. Tapi tidak mengurangi rasa marahku padanya.
Orang-orang mulai berkurumun untuk mencari sumber keributan. Kami kemudian berdiri saat orang-orang menghampiri.
"Aku harus pergi. Laporkan kejadian ini pada polisi dan Theo." Adrenalinku saat ini benar-benar meningkat puluhan kali lipat.
"Jordan, apa kau masih bekerja untukku?" tanya Mr. Eldrich.
Aku berbalik. Tentu saja aku tahu jawabannya. "Ya, aku butuh uangnya."
Di apartemen, aku terus-menerus mondar-mandir memikirkan kejadian tadi. Saat orang tidak dikenal hampir saja menembak Mr. Eldrich. Tapi jarak antara diriku dan Mr. Eldrich cukup jauh 3 meter. Dan dari bekas tembakan yang kulihat, tidak mungkin dia salah membidik.
Jika dugaanku benar, pria di dalam mobil itu mengincarku bukan Mr. Eldrich. Tapi untuk apa dia melakukan itu? Agar aku tidak bisa menjadi bodyguard Mr. Eldrich dan mereka bisa dengan mudah menyergapnya di dalam rumah?
Yang jelas, aku harus berhati-hati. Semua ini pasti ada hubungannya dengan kejadian teror waktu itu. Aku akan lebih waspada kali ini.
Mengingat tentang pesta tadi, aku jadi lupa memberi tahu Morgan bahwa aku sudah pulang lebih awal. Jadi, kukirim pesan singkat padanya tanpa menunggu balasan. Dia pasti sedang sibuk entah mengurusi hal apa. Karena sejak tadi aku terus-menerus melihat Morgan berbincang dengan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play With a Player
RomanceJordan Shaterlee, pergi dari rumah orang tuanya saat berumur 18 tahun. Bertemu Morgan, sahabat sekaligus satu-satunya orang yang memiliki kesamaan dengannya, mulai dari namanya yang seperti laki-laki hingga family issues. Menjadi seorang bodyguard s...