Lobby utama sudah mulai ramai dengan para pekerja. Kulirik jam tanganku yang menunjukkan pukul sepuluh. Masih sangat pagi untuk kembali ke apartemen, lagipula Morgan juga sedang bekerja. Omong-omong soal Morgan, aku harus meneleponnya dan memberi tahu bahwa aku diterima. Jadi, kuraba saku untuk mengambil telepon dan memanggil Morgan.
"Jordan, katakan padaku kau mendapatkan pekerjaannya," katanya dengan antusias.
Aku berpikir untuk mengerjainya, kupelankan suaraku dan berusaha untuk terdengar kecewa. "Maafkan aku, Morgan. Mereka mendapatkan orang lain untuk pekerjaan ini."
Morgan diam seketika. "Tidak apa. Mungkin kau akan mendapatkan pekerjaan lain. Hanya saja, kita harus mencari tempat tinggal yang lebih kecil." Suara antusiasnya menghilang.
Saat ini, aku benar-benar tidak percaya bahwa Morgan mempercayai omonganku. Dan aku sangat ingin tertawa dan tidak bisa menahannya lagi. "I'm kidding! Aku mendapatkan pekerjaannya," kataku sambil tertawa.
Lagi-lagi, Morgan terdiam. "Bitch! You gotta fucking kidding me! Aku hampir terkena serangan jantung." Kali ini dia berteriak.
Kujauhkan teleponku saat Morgan sudah mulai mengomel. Omelannya itu benar-benar tidak bisa ditahan dan dia akan berhenti hanya saat kau meminta maaf. "Maaf," kataku.
Dan akhirnya dia berhenti. "Kita harus merayakannya kalau begitu." Sekarang Morgan terdengar lebih lembut. Namun masih terdengar nada kesal yang dibuat-buat. "Nanti malam, bar baru di dekat perempatan jalan tiga blok dari apartemen kita bagaimana?"
Aku sangat ingin mengiyakan ajakannya, sayangnya aku punya jadwal baru sekarang. "Aku harus bekerja malam ini."
"Kau sudah mulai bekerja malam ini?" tanyanya begitu antusias. "Kalau begitu kita bisa merayakannya lain hari."
"Baiklah," kataku.
"Kalau begitu, sampai jumpa di rumah. Aku menyanyangimu, Jordan."
"Aku tahu," godaku dan langsung menutup teleponnya.
Aku jadi penasaran dengan bar yang Morgan katakan. Apa benar ada bar baru di dekat sana. Karena rasanya, aku baru lewat tempat itu pagi tadi dan tidak ada bar baru dekat perempatan itu.
Selagi berjalan menuju apartemen, aku berusaha untuk mengingat-ingat mengenai bar itu untuk memastikannya, kalau-kalau Morgan salah lihat. Tapi ternyata aku yang salah.
Bar itu baru akan buka malam ini untuk pertama kali. Mereka pasti akan memberikan minuman pertama gratis. Tapi aku tidak bisa pergi karena pekerjaan baruku. Lagipula, aku tidak terlalu suka ke bar, terlalu berisik dan terlalu banyak orang mencurigakan.
"Terlalu pagi untuk mabuk dan pergi ke bar?" tanya seorang pria yang berdiri tepat di sampingku. Pria itu berdiri sejajar denganku sambil memandangi depan bar dengan seksama.
Aku menoleh ke arahnya. Menganggapnya aneh dan pergi begitu saja. Namun, pria itu ternyata mengikutiku dan mensejajariku lagi.
"Hey, kenapa kau pergi? Tidak jadi masuk ke dalam bar?" tanyanya lagi.
Aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak berbicara dengannya. Jadi kugunakan bahasa isyarat yang kupelajari sedikit agar orang asing tidak berbicara padaku saat aku menginginkannya. Tidak banyak orang yang bisa bahasa isyarat dan pria ini pasti akan langsung pergi saat tahu aku menggunakan bahasa isyarat.
"Aku tidak bisa mendengar," kataku dengan gerakan tangan.
"Oh, kau tidak bisa mendengar? Kalau begitu, kita bisa gunakan bahasa isyarat. Aku bisa bahasa isyarat," kata pria itu dengan gerakan tangan isyarat yang beberapa tidak kumengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Play With a Player
RomanceJordan Shaterlee, pergi dari rumah orang tuanya saat berumur 18 tahun. Bertemu Morgan, sahabat sekaligus satu-satunya orang yang memiliki kesamaan dengannya, mulai dari namanya yang seperti laki-laki hingga family issues. Menjadi seorang bodyguard s...