Sang Karma dan Neraka.

8 1 0
                                    

     Di suatu malam yang tenang, dia yang berpakaian serba hitam tengah mengendap-endap untuk melakukan apa yang harus ia lakukan.

     Ia menyeringai puas ketika targetnya telah tergeletak tak berdaya dengan genangan darah yang mengelilingi tubuh.

     Di tatapnya pisau yang ia pegang dengan tangan yang terbalut sarung tangan warna hitam. "Dewi Purnamasari."

     Sang Karma. Julukan yang biasa kalian dengar pada wanita berusia duapuluh tiga tahun itu. Kebiasaan membunuhnya yang kejam membuat masyarakat menyematkan julukan itu.

     Tapi ingat, Sang Karma tidak akan beraksi jika tidak ada yang memicunya. Karena Sang Karma memegang prinsip, 'Orang yang menabur angin akan menuai badai'. Jadi jangan pernah sekali-kali kalian bermain-main dengan Sang Karma. Draco dromiens nunquam titillandus.

     Memang tidak akan ada yang menghukumnya selama ia masih hidup. Namun, suatu hari nanti, Sang Karma tetap akan merasakan nerakanya. Suatu hari nanti, itu pasti akan terjadi.

     Seperti biasa, Jane duduk di meja kerjanya, memperhatikan foto target berikutnya dari ponsel.

     Wanita itu berusia duapuluh tiga tahun, bekerja sebagai dokter umum di sebuah rumah sakit.

     Pekerjaannya memang menolong orang, namun siapa sangka dia juga hobi membunuh orang. Seperti dua jiwa yang berada di satu tubuh bukan?

     "Dewi Purnamasari, kali ini kau tidak akan kubiarkan lolos. Kau dan Riyanti, telah mengganggu hidupku. Aku tidak yakin kalian berdua akan berumur panjang."

     Jane menarik lacinya. Menyeringai ketika ia menemukan pisau lipat kesayangannya. Di angkatnya pisau lipat itu lalu diletakkan di atas meja tepat di hadapannya.

     Kali ini ia mengambil notebook nya. "Rencanaku selanjutnya? Apakah aku harus menjadi dokter bedah? Atau mungkin... menjadi dokter forensik?" gumamnya, kemudian menuliskan kata 'bedah' dan 'forensik' di bukunya.

     Pandangannya beralih ke bawah. Alisnya menukik begitu mengetahui kakinya menyentuh sebuah kotak kado di bawah sana. Di ambilnya kotak tersebut dan membuka penutupnya.

     Isinya sebuah tikus mati! Jane tidak takut, ia menatap datar isi kotak itu. Ia tertawa sinis. "Siapa pula yang membuat ini? Lihat? 'Kematian akan menjemputmu Sang Karma.' Siapa pula orang kurang kerjaan ini."

     Bangkit dan menuju tong sampah untuk membuang kotak itu adalah tujuannya. Setelah kotak itu terbuang, ia mengepalkan kedua tangannya. "Tidak akan ada siapa pun yang bisa membunuh Sang Karma, bahkan kematian sekali pun."

     ***

     Jane mengusak rambut panjangnya yang basah karena habis ia keramasi. "Dewi Purnamasari, kapan ya waktu yang tepat untuk membunuhmu?"

     Ia meneguk segelas air putih yang di ambilnya sambil melihat langit malam melalui balkon apartemennya. "Purnamasari ya? Ah, aku mungkin bisa membunuhmu saat bulan purnama. Semoga saja di hari itu aku sedang tidak mendapat shift malam."

     Di teguknya sampai habis air itu dan ketika habis, ia melepas pegangannya pada gelas beling itu hingga gelas itu jatuh ke bawah yang sialnya mengenai kepala seseorang. Jane tertawa melihat kejadian itu. Bahkan jika saja ia sedang tidak malas, ia akan menjatuhkan vas bunga di meja dekatnya.

     Gadis muda itu membuka lebar-lebar lemarinya. "Ah iya, Rini mengundangku ke pestanya bukan? Dan katanya ia juga mengundang Riyanti. Ah saat yang tepat sekali untuk membunuhnya. Jadi, gaun apa yang harus kupakai untuk bisa menyelipkan pisau serta pistolku?"

Kumpulan Cerita Pendek.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang