Prolog

22.5K 705 24
                                    

"Saya mau konsultasi..."

"NO."

"Saya mau periksa..."

"NO."

Lea tidak mau, stop! Lea mau libur jadi Psikiater. Lea mau cari jodoh. Jika terus sibuk dengan pasien, kapan ia akan menikah dan punya anak? Pikir Lea bermonolog dengan dirinya sendiri.

Sekali lagi, Lea mau libur dulu jadi psikiater!  Ia ingin menata hidup dulu. Hidupnya juga penting bukan? Jika terus berkutat dengan pekerjaanya, dirinya akan terus sendirian. Tanpa suami impian, tanpa anak yang lucu.

Saat ini Lea sedang bermain dengan kursi putar yang ada di ruang kerjanya, sambil menggeser-geser berbagai foto pria yang ada di apilikasi kencan online. Sebegitu frustasinya Lea ingin mendapatkan jodoh, sehingga apilikasi kencan online pun ia jabani.

Ia ingin di acara ulang tahunnya nanti... dirinya sudah memiliki gandengan. Ya minimal supaya keluarganya tidak banyak nanya tentang kapan nikah, dan ngejodoh-jodohin dengan anak tetangga atau anak teman arisan. Bikin malu. Kesannya itu Lea tak laku. Merendahkan harga dirinya saja. Lea itu punya standar dan gengsi yang tinggi.

Ia sudah lelah dengan ibunya yang selalu berusaha menjodohkannya. Lea bisa mandiri kok cari jodoh. Lea bisa! Lea tidak perlu di kenalkan dengan berbagai pria. Lea akan membuktikan bahwa ia bisa menggaet pria tampan tanpa bantuan ibunya.

match!match!match!

Yeah Lea sudah menduga jika banyak sekali yang match dengannya. Siapa yang tidak mau dengan dokter cantik, pintar, dan cerdas sepertinya? Salah satu yang match dengannya adalah seorang ahli IT yang bekerja di bidang progammer.

Dilihat dari profilnya sih tampan... dan ya, pria itu mengiriminya pesan.

****

Seorang wanita paruh baya jengah memperhatikan tingkah Lea yang sedikit tak normal. Ketawa-tawa, senyum-senyum, sambil memandangi ponselnya sendiri. Mending kalau itu pacarnya. Setiap ditanya, ngomongnya calon kandidat pacar. Seolah dirinya adalah ratu yang di puja banyak sekali pria di dunia ini. Anak perawannya yang satu itu memang paling percaya diri.

Kadang-kadang Mita ingin sekali membuka mata anaknya lebar-lebar. Jangan selalu memasang standar tinggi. Kenyataan nggak seindah realita. Jika anaknya terus begitu, yang ada jadi perawan tua. Nggak nikah selamanya. Ia tidak bisa membayangkan jika Lea tidak menikah dan selalu menangani pasien-pasien dengan masalah kejiwaan.

Bisa-bisa ia yang menjadi pasien dari anak tercintanya itu.

"Lea, kamu kenalan ajalah sama anak teman mama. Ganteng kok." Seru Mita sambil menyiapkan makan malam.

Seperti biasa, anak perempuannya itu hanya menjawab dengan sangat singkat dan padat.  Sombong seperti biasanya. Padahal di umurnya sekarang ini, seharusnya sudah terdapat sirine di atas kepalanya. Seperti ambulance yang membawa pasien gawat darurat. Bukankah Lea juga seperti itu? Gawat darurat sekali dalam hal mencari jodoh.

"Nggak."

"Sama anak teman papa, nggak mau juga?" Ayahnya menimpali.

"Nggak."

"Sama teman Mas?" Ujar kakaknya yang baru saja keluar dari kamar menuju meja makan sambil menggendong anaknya. Membuat Lea memicingkan mata. Mentang-mentang udah punya anak dan istri, sok sekali gayanya.

"Lea nyesel pulang. Seharusnya di apartemen saja." Celetuk Lea sambil terus fokus memainkan ponselnya.

"Kita kan cuma khawatir! Mama nggak mau kamu jadi perawan tua."

"Pokoknya mama,papa, mas, lihat aja! Sebelum aku ulang tahun, aku bakal kenalin pacar ke kalian semua. Kalau sampai aku belum kenalin, kalian boleh menjodohkanku dengan siapa saja."

"DEAL...!!!" Serempak semua orang kepadanya. Termasuk kakak ipar cantiknya yang baru bergabung di meja makan. Lea memandang malas kepada mereka semua. Sangat menyebalkan! Lihat saja, Lea akan segera mendapatkan pacar yang sempurna.

****

Ini cerita tentang Lea.
Semoga kalian suka ya!

Leanna ( The Perfect Date With Duda Ganteng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang