Please Say Yeah

1 1 0
                                    

5 tahun kemudian...

"Kerja sama dengan Fisyaka Company kembali diterima setelah beberapa bulan lalu ditiadakan pak," Lapor seorang wanita berjilbab pada Aldivaro.

"Mia, atur jadwal pertemuan saya dengan CEO baru mereka!" Ujarnya tegas.

"Baik pak, akan saya atur jadwal secepatnya,"

"Bagus! Kamu bisa kembali."

"Permisi pak," Wanita yang dipanggil Mia oleh Aldivaro keluar ruangannya.

Kini ia lah yang menjadi CEO, menggantikan papanya yang sudah mengundurkan diri, sementara Clarissa masih kuliah, ia masuk Fakultas Kedokteran, dan ingin melanjutkan kariernya menjadi Dokter Spesialis Wajah, cita-citanya semenjak jerawat pertamanya tumbuh di dahinya. Ia bertekad akan membuat formula yang ampuh menghilangkan jerawat.

"Dirimulah yang selaluu ada diii dalam hatiku, dan ku yakiin kau yang terindaaah, dan kini kuuu tlah merasa kehilangaan sosok dirinya... yang membuat hati kecilku slalu berkataaa, betapa bodohnya aku membiarkaaan cinta itu pergi,,, menghilaaang dan hanya tinggalkaaan sebuah penyesalaaan..." Pluto masuk ke dalam ruangan Aldivaro tanpa mengetuk pintu, sembari bernyanyi lagu 'Sebuah Penyesalan', Rendy ikut masuk dengan gelengan kepala.

Aldivaro menatap Rendy dan Pluto yang duduk di sofa ruangannya, "Lo berdua ke sini pada gak sibuk apa?"

"Gue mah, santuyy!!!" Pluto menjawab.

"Kalo gue lagi free, gak banyak yang harus gue kerjain sekarang." Giliran Rendy menjawab.

Mereka bertiga sukses membuat usaha-usaha orang tua mereka maju pesat, dan mereka masih mempertahankan gelar single mereka, tetapi Rendy sudah bertunangan dengan Mia, sekertaris Aldivaro, wanita berjilbab tadi.

"Btw, mending lo cari lagu laen deh Plut, lagu 'Sebuah Penyesalan' itu bentar lagi gak bakal cocok lagi buat gue," Aldivaro berkata yakin.

"Adel lo taruh dimana?!" Tidak ada angin, tidak ada badai, tapi Rendy dan Pluto mengucapkannya bersamaan.

Aldivaro tertawa, "Wah! Mungkin berntar lagi ujan, jarang-jarang kan, lo berdua kompak! Hahaha!"

"Udah ketawanya? Jawab dulu pertanyaan kita!"

"Bener tuh!" Sambung Pluto. "Gue mau minum dulu," Pluto mengambil gelas kosong di meja, dan mengisinya dengan air galon yang tersedia.

"Seorang Adelaide Fisyaka akhirnya mau ketemu gue gans!!!"

Uhuk-uhuk!!!

Pluto yang sedang meneguk air langsung tersedak seketika. "Gimana kabar mantan lo itu?"

"Dela Bukan mantan gue! Belum ada kata putus, cerai, break, atau yang lainnya, jadi kita masih pacaran!"

"Emang dia belum kawin?" Pluto mengingatkan, jaga-jaga agar Aldivaro tak terlalu berharap.

"Menurut kepercayaan gue, belum!" Aldivaro menekan kata 'belum'. "Se-nggaknya biar gue ketemu sama dia dulu,"

Rendy tersenyum, ia tahu tekad Aldivaro untuk mendapat Adelaide lagi, "Good Luck bro, kalo itu emang yang terbaik buat lo, kejar dia sampe dapet!"

"Gue sumpahin moga-moga langgeng sampe kiamat!"

🌼

Malam ini ia akan menyiapkan semuanya, ia telah membuat janji dengan Adelaide malam ini. Ia melakukannya seperti 5 tahun lalu, saat ia mengklaim Adelaide miliknya.

Tap tap tap!

Suara high heels beradu dengan lantai keramik restoran.

Aldivaro tersenyum lebar, akhirnya ia dan Adelaide bertemu setelah 5 tahun menanti, dan kini, gadisnya sudah bisa berjalan menggunakan dua kakinya. "Del, aku udah nunggu kamu lama, akhirnya kita ketemu,"

"Bisa kita bicara tentang kerja sama antar perusahaan saja?" Adelaide berkata formal.

Aldivaro menghela napas, "Del, pas kamu pergi, aku udah kayak gak ada tumpuan, gak ada yang bisa aku buat tempat pelampiasan karena aku kangen kamu, kamu pergi... aku ngerasa kehilangan banget!"

"Ini bukan pertemuan kerja ya? Kalau begitu, saya undur diri." Adelaide berdiri dan hendak beranjak, tapi Aldivaro menahan tangannya.

"Tunggu, aku mau ngomong bentaaar... aja, tolong pikirin aku juga, jangan cuman ego kamu doang!" Setelah Aldivaro mengatakan itu, Adelaide terdiam dan berbalik.

"Oke! Five minutes!"


🌼

Aldivaro berlutut, ia mengeluarkan kotak merah dari saku jasnya dan berlutut dengan sebelah kakinya. Adelaide menutup mulutnya tak percaya, apa ini adalah takdirnya?

Di tengah hiruk-pikuk kota yang terlihat dari jendela kaca, di tengah lagu di cafe favorit Adelaide mengalun, dengan ditatap puluhan pasang mata.

"Del, will you marry me?" Aldivaro membuka kotak merah kecil yang dibawanya, ada cincin perak di sana. "Please say yeah,"

Semenjak Adelaide memutuskan untuk pergi, ia juga merasakan hal yang sama seperti yang Aldivaro rasakan, hidupnya seakan hampa. Tak ada tumpuan. Tapi itu semua kalah dengan rasa benci dan ego-nya yang tiba-tiba muncul dan menguasainya kala itu.

"Yeah... Yeah! I will!" Adelaide mengangguk, ia tak punya alasan untuk menolak, karena hatinya masih merasakan hal yang sama dari 5 tahun lalu.

Tak terhitung akan berapa ada banyak hari menyedihkan, tak terhitung pula akan berapa banyak hari menyenangkan. Jika kita bersama, kita kan melaluinya. Masalah ada untuk diselesaikan, bukan untuk dipendam dalam diam.

Bumi, 3 Januari 2022

-febuazeen

White LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang