Jangan lupa untuk tinggalkan jejak :)
○○○
Keduanya hanya saling diam selama perjalanan yang entah menuju kemana, Bella tidak tahu. Segan bercampur takut untuk menanyakannya. Denzel juga tidak berniat membuka suara, bersikap tenang dengan pandangan datar sambil fokus menyetir. Beberapa saat kemudian mobil berhenti di sebuah rumah. Gelisah dan takut yang dirasakan tadi bukan berkurang justru kian bertambah. Apakah ia akan dieksekusi di tempat ini? Ia bahkan bisa melihat di sekitar rumah yang nampak sepi. Jarak antara rumah ini dengan rumah tetangga sangat jauh, karena tadi mereka melewatinya dan berakhir disini. Di rumah yang menyendiri dari rumah penduduk.
Ya, Denzel memutuskan untuk membeli rumah sendiri. Apartmentnya dibiarkan kosong. Ia ingin tempat yang lebih luas dengan danau kecil dan kolam renang di halaman belakang rumahnya. Hanya untuk mengisi waktu senggang dengan berenang atau melihat pemandangan ditemani secangkir teh atau kopi, pikirnya. Apalagi sekarang ada Bella, gadisnya, miliknya. Ia akan sering mengajak gadis itu kesana.
Bella baru sadar saat Denzel membukakan pintu mobil untuknya karena asik melamun. Ia keluar mengikuti langkah Denzel yang membawanya masuk ke rumah itu masih dengan tangan yang menggandengnya.
"Kita mau ngapain disini? Saya mau pulang ke rumah temen saya aja, Kak. Dia pasti nyariin." Bella memberanikan diri untuk bertanya dengan suara yang pelan.
Denzel berhenti sejenak sebelum membalikkan badannya menghadap Bella. Sedangkan Bella spontan menunduk menghindari tatapan laki-laki itu. Mereka kini berada di ruang tamu, belum banyak perabotan atau hiasan disana. Mungkin besok Denzel akan menambahnya. Cukup aneh jika rumah besar dengan isi yang hanya sedikit, terasa kosong. Aneh saja, menurut Denzel.
"Apa lantai lebih menarik daripada aku?" ucap Denzel dingin.
Of course, yes. Kalau saja ia memiliki keberanian untuk mengutarakannya mungkin sekarang Bella sudah mengucapkan dengan lantang. Tentu saja lantai lebih menarik daripada Denzel dengan tatapan yang menurutnya errr, sangat mengintimidasi. Bella tidak sanggup menatapnya jika saja sebuah tangan tidak mengangkat dagunya agar sedikit mendongak. "One more, don't call me like that. Panggil Denzel, paham?"
Bella hanya mengangguk pelan. Setelahnya Denzel kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Menaiki tangga dan sampailah mereka di sebuah ruangan, kamar. "Tunggu disini, aku turun sebentar." Lagi, Bella hanya mengangguk.
Gadis itu masuk ke dalam. Kamarnya sangat luas. Terdapat satu ranjang dengan ukuran yang lebar dan panjang, bisa memuat dua orang, atau bahkan tiga jika mungil-mungil. Di dinding sebelah kanannya terdapat dua pintu. Satu untuk kamar mandi dan yang pintu geser itu walk in closet. Di depan ranjang ada balkon dengan dua kursi dan meja di luarnya.
Sebentar, sepertinya ia harus mengabari Nadia karena tadi belum sempat. Dering pertama tidak diangkat sampai dering berikutnya. Nadia sedang bersenang-senang mungkin, jadi biarkan saja. Langkah kakinya menuju ke kamar mandi. Mencuci muka yang sebelumnya masih terdapat bekas air mata. Melihat pantulan dirinya di cermin lalu tatapannya beralih pada lehernya, betapa terkejutnya Bella saat melihat bekas kemerahan disana. Sial.
Dirinya sibuk membersihkan bekas itu dengan air sampai tidak menyadari kedatangan Denzel yang berdiri di ambang pintu. Laki-laki itu mengerutkan keningnya melihat apa yang dilakukan gadis itu.
Bella meraih tisu dan mengelap lehernya. Bekas kemerahan itu masih ada bahkan tambah melebar. Menghembuskan nafasnya pelan sebelum berbalik untuk keluar kamar mandi. Dirinya terkejut melihat Denzel yang berdiri di ambang pintu. Dengan spontan ia mengangkat tangannya untuk menutupi lehernya yang kemerahan. Bella tambah gugup saat Denzel berjalan mendekatinya sampai dia saja tidak sadar jika ikut mundur dan berakhir dengan punggungnya yang terbentur tembok dan tubuhnya yang terhimpit Denzel.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS BOY
RomanceArabella Hendriawan Sejak aku dengan tidak sengaja menatap matanya, hidupku menjadi berubah total. Tidak ada lagi ketenangan, yang ada hanyalah tekanan. Denzel Ardhatama "Melepasmu? Heh, In your dreams. That will not happen, baby" ...