Prolog

23.3K 2K 28
                                    

KUE ulang tahun, gelas-gelas wine, hidangan Straccetti ai Porcini juga Tagliatelle Meatball yang menggoda dan suasana intim berdua. Ini adalah salah satu perayaan ulang tahun paling romantis yang pernah Naraya rasakan sepanjang dua tahun menjalin hubungan dengan Derren.

Semuanya sempurna. Kecuali satu hal. Malam ini tidak ada cincin yang terjulur di hadapan Naraya seperti bayangannya sebelum menginjakan kaki di restoran fine dinning ini. Atau mungkin setidaknya, belum.

Naraya meyatukan kedua tangannya, dan matanya memejam dengan penuh hikmat kala Derren menyalakan lilin di kue ulang tahun.

Semoga ada cincin malam ini, ya Tuhan. Semoga aku nikah tahun ini. Amin.

"Selamat ulang tahun, sayang." Derren berucap lembut tepat saat Naraya selesai meniup habis nyala lilin dengan angka 28 itu. Derren mengusap tangan Naraya sejenak lalu dalam gerakan lambat laki-laki itu bangkit dari duduk.

Naraya menahan napas kala Derren berlutut di depannya. Akhirnya, ya. Senyumnya sudah terulas dengan lebar. Jantungnya berdebar keras, dadanya terasa meletup-letup dalam euphoria dan sensasi menggelitik terasa sampai perut. Naraya menyodorkan tangannya secara spontan. Tinggal menunggu beberapa detik lagi, doanya akan terjawab.

"Ya, makasih ya untuk dua tahun ini. Kamu ngajarin aku banyak hal, aku sayang sama kamu. " Ucap Derren terdengar penuh hikmat. Wajahnya nampak gugup dan berkeringat.

Ternyata bukan cuma Naraya yang gugup menanti, Derren juga.

Dalam hati Naraya bertanya-tanya cincin seperti apa yang Derren persiapkan untuknya? Sebagai seorang jewerly designer dari bisnisnya—Denara Jewerly, dia tentu penasaran. Tapi apapun bentuknya, tidak begitu penting. Kenyataan bahwa lamaran itu akhirnya datang sudah membuat Naraya menari dalam bayangan.

"Maaf aku nggak bisa jadi laki-laki yang baik buat kamu." Derren menahan napas, Naraya juga. Tidak sabar sekali menunggu Derren menyelesaikan rentetan kalimatnya.

Tapi tunggu dulu—Naraya baru sadar cara Derren berlutut terlihat tidak biasa, tidak seperti cara pria kebanyakan. Kedua lututnya bertumpu di lantai. Alih-alih terlihat seperti postur melamar, Derren malah tampak seperti..hendak memohon pengampunan.

"Aku nggak bisa lagi lanjutin hubungan kita, Ya. Kita..kita selesai sampai di sini aja ya?"

HAH?

Naraya mengerjap dengan mulut menganga. Apa katanya?

"Maksud kamu apa, Ren?"

Derren mengusap tangannya yang berkeringat di celana. Kepalanya menunduk dalam-dalam makin terlihat tidak sanggup menyelesaikan kata-katanya. Tapi bagaimanapun juga, dia harus mengakhiri ini semua sebelum ia menyakiti Naraya lebih lama.

"Maaf Ya, aku nggak bisa lagi sama kamu. Maafin aku.." Derren mengamit kedua tangan Naraya, menggengamnya erat.

Gejolak yang semula dirasakan Naraya sirna begitu saja. Euphoria itu jatuh ke perutnya, begitupun dengan rasa gelitik yang kini berganti nyeri. Dia menarik tangannya dari genggaman Derren. Matanya menatap Derren tajam, menuntun penjelasan.

"Kenapa harus selesai? Kita baik-baik saja, Ren. Kamu kenapa sih?"

"Maaf Ya, maafin aku." Derren masih belum bangkit setelah berlutut. Dia merasa kesalahan yang dia perbuat harus dipertanggungjawabkan di hadapan Naraya. "Kamu pantas sama laki-laki yang lebih baik, dan itu bukan samaku."

"Apa masalahnya?" Naraya bertanya tidak terima.

Derren kesusahan menelan air liurnya sendiri. Sejujurnya ia tidak tega, tapi ia tidak bisa terus-menerus jadi pengecut yang bersembunyi dibalik kesalahannya.

"Aku..aku selama ini selingkuhin kamu, Ya. Maafin aku, aku tahu aku emang berengsek. Kamu nggak pantes sama laki-laki kayak aku."

Naraya berdiri dari duduknya dengan tiba-tiba. Fakta itu seperti membombardir akal sehatnya. Dia menatap Derren tidak percaya.

"Trus? Kamu mau putusin aku demi selingkuhan kamu, gitu?" Naraya mengembuskan napas kasar. Desakan nyeri masih menyerang jantungnya bertubi-tubi.

Tidak bisakah Derren menahan kabar buruk ini sampai ulang tahunnya berlalu? Ya Tuhan, apakah amal baik Naraya selama ini masih sangat kurang sampai doanya beberapa menit yang lalu langsung menerima penolakan mentah-mentah secepat ini?

Di hadapannya, Derren sudah bangkit namun mulut laki-laki itu masih mengucapkan sederet maaf, membuat Naraya merasa harus menghentikan ini semua.

Disambarnya clucth bag merah di atas meja, lalu sebelum angkat kaki dari sana tangannya terayun menampar sisi wajah Derren dengan keras.

Malam ini tidak ada cincin. Tidak ada lamaran romantis. Hanya fakta menyakitkan yang Derren hadiahkan di ulang tahunnya yang ke dua puluh delapan.

***

Hohoho selamat datang kisah baru!

Jujur saya berencana post ini setelah Sweet Escape selesai. Tapi kalo dihitung-hitung, itu masih sekitar 3 atau 4 bulan lagi dan rasanya terlalu lama. Berhubung saya nih nggak bisa nahan spoiler ya udah deh bablas aja di publish heheh

Cerita ini jadwal update-nya nggak tentu, nggak kayak Sweet Escape yang tayang weekly. Jadi sabar-sabar aja ya.

makasih, luv!

URGENSI [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang