Satu

21.6K 1.8K 9
                                    

LORONG-LORONG bioskop yang biasanya penuh siang ini justru tampak lenggang. Sepertinya orang-orang memang tidak begitu tertarik menonton di hari minggu siang. Pilihan film di sepanjang minggu ini juga tidak begitu menarik. Box-box poster film dihiasi perfilm-an tanah air namun bukan dengan deretan pemain kelas atas yang namanya dikenal seantero Nusantara. Genre-nya juga remaja—cerita sekolah atau horror. Tidak banyak pilihan memang, namun mengingat ini pertama kali setelah beberapa bulan Naraya tidak berkumpul dengan sahabat-sahabatnya, ia memilih membeli beberapa tiket untuk sebuah film horror. Tentu saja setelah disepakati kawan-kawannya di grup Whatsapp.

"Yang lain masih di mana sih, Ya? Lama banget nyampenya." Gerutu Emily. Wanita beranak satu itu berkali-kali menyentakkan ujung sepatunya ke lantai dan matanya mengawasi pintu masuk.

Naraya tahu Emily punya waktu yang terbatas. Dia pemilik Larasa, sebuah restoran di kawasan Setiabudi. Juga Reagent, anak satu-satunya pasti akan rewel kalau ditinggal terlalu lama, namun demi ngumpul bersama sahabat-sahabat yang kadang tidak tahu diri ini, Emily menutup restorannya serta menugaskan Enal, suaminya untuk menjaga anak.

"Kila sama Juno udah di parkiran nih, bentar lagi mau naik," jawab Naraya. Ia menggulir layar ponsel ke bawah, membaca pesan-pesan sahabatnya yang hari ini janjian menonton. "Syenna katanya bentar lagi nyampe. Trus, Efraim belum ada kabarnya."

Tepat saat itu dua orang yang mereka kenal masuk ke dalam bioskop, tampak mencari-cari. Naraya melambai kemudian kedua orang itu mendekat. Kila mengempaskan bokongnya di samping Emily lalu segera mengait tangannya. Dia tahu Emily pasti kesal karena menunggu.

"Sorry ya, ini sih Juno jemput gue lama banget," Kila beralasan. Dia menyampirkan rambutnya ke bahu, memasang tampang bersalah.

"Lah salah gue kalo Jakarta macet di mana-mana? Lagian ke apartemen lo itu jauh, Kil. Belum lagi harus nyetir ke sini." Juno tak mau kalah dalam usaha membela diri.

Naraya hanya terkekeh melihat tingkah teman-temannya. Jika diingat-ingat sudah lama mereka tidak bertemu. Terakhir sepertinya berbulan-bulan yang lalu, di ulang tahun Kila. Kala itu juga kumpul-kumpul mereka hanya sebentar karena kesibukan satu sama lain.

Ini tahun ke enam setelah mereka lulus kuliah dan tahun ke sebelas sejak mereka saling mengenal. Perbedaan pilihan karir menjadi alasan paling kuat mengapa mereka jarang bertemu. Setelah lulus, Emily menikah dengan Enal, pacarnya sejak SMA yang sekarang merupakan seorang lawyer. Emily jadi yang pertama dan sejauh ini satu-satunya yang menikah. Setelah menikah Emily mengurusi bisnis restoran keluarga Enal yang sempat berhenti di tengah jalan. Berkat kepiawaiannya, usaha itu kini kembali beroperasi.

Kila dan Juno adalah yang paling tidak terpisahkan. Setelah lulus mereka bekerja di perusahaan yang sama. Kubikel mereka juga hanya berjarak tidak lebih dari dua meter. Karenanya Kila sering memanfaatkan Juno untuk mengantarnya ke mana-mana. Hal itu juga yang membuat mereka kerab jadi sasaran penjodohan. Sayangnya baik Kila maupun Juno berkali-kali mendeklarasikan bahwa mereka tidak akan pernah tertarik pada satu sama lain.

Selain itu, Syenna sahabat mereka yang lain adalah senior copy writer untuk sebuah perusahaan iklan. Sekarang dia sedang berjuang menghasilkan pundi-pundi rupiah agar bisa segera menikah. Kabarnya kekasih Syenna yang berada di luar kota akan segera melamarnya.

Lalu ada Efraim, yang kini menduduki kursi Head Devision of Business Development di sebuah perusahaan FMCG* multinasional, sekaligus pernah menjadi seseorang yang penting bagi Naraya bertahun-tahun lalu. Mantan kekasihnya. Hubungan mereka memang sudah kandas sejak lama tapi tidak dengan jalinan persahabatan. Walau untuk bersahabat kembali dengan mantan kekasih bukan hal yang mudah, tapi mereka berhasil membuktikannya sekarang.

URGENSI [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang