bag: 04

484 102 30
                                    

Suatu hari nanti,
Saya akan membuatmu bersandar
Membuatmu menari tanpa alas kaki bermusik alam
Membuat jantungmu bekerja berkali lipat.
Mengambil indramu dan menukarnya dengan milikku
Atau mungkin saya akan mematahkan sayapmu dengan ijin
Memberi persembahan seluruh dagingku
Membolehkanmu menjadi majikan barunya.

Tapi yang sabar ya..
Saya saat ini sedang mengobati biru milik saya
Setelah itu baru mencarimu, menemukanmu dan memilikimu.
Tentu dengan sumpah dan segala amin yang sangat banyak.

Tunggu saja ya
Saya pasti datang.

-H.hyunjin/dibulan Januari/menatap Y.jeongin yang dicinta-

.

"LAH ANJING LO SEMUA!"

"LO DIEM JE. SADAR!"

Terlihat resepsionis yang ketakutan dan bagian keamanan rumah sakit yang sudah ancang-ancang akan mengusir keduanya.

Jeje ditarik paksa keluar oleh chan. Chan mengangkat tangan pada security tanda bahwa mereka akan keluar dan tidak lagi mengganggu kenyamanan.

Setelah sampai diparkiran rs, chan melepaskan cengkraman pada leher belakang teman kelasnya itu.

"Teriak-teriak kayak orang gila gak ngebuat masalah selese je. Gw tau ini berat banget. Gw aja ga bakal sanggup. Tapi gw tau lo, lo bisa! Allah ngasih beginian ga lebih dari kemampuan lo"

"GW GABUTUH CERAMAH LO. EMANG DUNIA NGONTOL BANGET KE GW. MANUSIA-MANUSIA ANJING ITU BUTUH GW TONJOKIN SATU-SATU!1!1!1"

Brug~

Chan meninju rahang jeje. Membuat jeje terhuyung dan terduduk.

"Gw ga kuat. Mau mati aja bang.."

Akhirnya yang lebih muda itu menangis. Mengubur wajahnya pada kedua lengan. Bahkan setelah semua hal ini, ia masih berlagak kuat.

"Udah ga kuat. Capek, udah gw ga mau ngurus semuanya. Udah.."

.

.

.

Hyunjin naik motor sendiri. Didepannya ada motor chan yang sedang membonceng jeje dijok belakang. Malam itu rintik. Dingin. Ketiganya menembus jalan menuju rs tempat ayah jeje dirawat.

Sakit rasanya melihat punggung itu lagi-lagi harus ditimpa kenyataan.

Sedetik setelah motor berhenti jeje turun agak berlari mencari ibu serta adiknya ayi.

Matanya membulat melihat ayi yang sedang duduk menggenggam ponsel milik ibunya. Segera saja ia mendekat

"Ayi bunda dimana?"

"Abang!"

Ayi menghambur memeluk kakaknya. Menangis tanpa suara dengan napas sesenggukan.

Hati jeje begitu sakit. Lenyap sudah janji untuk tak lagi membuat adik pintarnya menangis.

"B-bunda pingsan bang hiks. Abis dari resepsionis bawa p-pulang balik kartu bpjs"

Apalagi sekarang.

Addition || HYUNJEONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang