4

440 67 2
                                    

AndryJohn
.
.
.
.
.

Irene POV

Canggung? Tentu saja aku merasa canggung. Kenapa? Ya, karena aku hanya bertemu dengannya sebanyak dua kali. Sebenarnya, Aku sedikit merasa aneh padanya yang selalu bertanya sesuatu hal yang seolah-olah dia memang sudah tahu tentang kehidupanku. Tapi, ah...mungkin ini hanya perasaanku saja.

Setelah perbincangan terakhir kami, Lisa hanya diam sambil memfokuskan pandangan matanya pada jalanan yang sedang di lalui oleh mobil mewah miliknya ini. Aura yang dia tunjukkan saat dia menemuiku di halte sekolah dan sekarang ini sangat-sangat berbeda karena aura yang Lisa tunjukan pada waktu itu adalah aura yang cukup menenangkan. Sedangkan sekarang, yang aku rasakan hanyalah aura dingin mencekam yang keluar darinya. Apa aku melakukan sebuah kesalahan? Ah entahlah.

20 menit setelah perbincangan terakhir, kami akhirnya sampai di depan rumah yang sejak 2 tahun lalu, aku huni bersama mendiang suami dan ayah mertuaku.

Aku keluar dari mobil Lisa dengan sopan setelah mengucapkan rasa terimakasihku padanya. Sejenak, aku melirik halaman rumah dengan alisku yang terangkat sebelah. Aku belum menyadari apa yang terjadi, mungkin aku agak pusing selepas menaiki mobil.

Ada yang berbeda disini? Memang, karena semua barang-barang yang berada di dalam rumah, berada di luar? Dan...oh tidak, ini kenapa seluruh pakaianku berceceran dimana-mana? Habislah, semuanya kotor terkena lumpur basah yang memang semalam habis dibasahi hujan.

Dengan terburu-buru, aku berjalan cepat memasuki rumah tanpa menghiraukan Lisa yang baru saja menginjakkan kaki di daerah tempat tinggalku. Sesampainya didalam, yang aku lihat sekarang ini hanyalah ayah mertuaku yang sedang di pukuli habis-habisan oleh orang yang memiliki tubuh besar berotot. Kupastikan bahwa mereka semua adalah orang suruhan dari rentenir yang kemarin menagih.

"CUKUP!!." dengan kesal, aku berteriak membuat 5 orang pria yang tadi mengerumuni ayah mertuaku langsung menoleh tajam menatapku bengis.

"apa yang kalian lakukan?!." lantangku yang hanya di balas senyum miring oleh mereka. Aku tahu apa maksud dari senyum miring itu, mereka saat ini hanya menginginkan uang, uang dan juga uang.

Ayah mertuaku tergeletak tengkurap dengan tangan yang berada di atas kepala. Saat aku hendak menghampiri ayah mertuaku, kaki dari salah satu orang suruhan itu menginjak dan menekan kakinya yang berada di atas tangan ayah mertuaku. Ayah mertuaku hanya bisa berteriak kesakitan sambil terus berusaha meronta.

"Arrgghhhhh..." aku hanya bisa meringis kecil mendengar teriakan nyaringnya. Ya Tuhan, semoga saja tidak ada yang mendengar ini terutama Lisa. Bagaimanapun dia, dia hanya orang asing yang tidak berhak mengetahui apa-apa tentang kehidupanku.

Tanpa ragu, aku berlutut di hadapan mereka sambil menundukkan kepala tidak peduli dengan rok pendek yang aku pakai tersingkap naik memperlihatkan pahaku. Aku mendongak kala tidak lagi mendengar kebisingan dari mereka.

"tolong lepaskan ayah mertuaku...! Aku mohon jangan sakiti dia, aku yang harus bertanggung jawab atas hutang yang mendiang suamiku tinggalkan bukan ayah mertuaku. Aku mohon lepaskan dia." aku berucap lirih sambil terus menatap satu persatu dari mereka. Air mataku refleks mengalir membuat mereka yang melihatnya makin mengembangkan senyumnya sesaat melihatku putus asa seperti ini.

"lakukan apa saja atas tubuhku, aku tidak perduli. Tapi, aku mohon lepaskan ayah mertuaku, dia tidak bersalah!."

"pergilah Irene! Jangan kembali! pergi Irene! Larilah!!." ayah mertuaku berteriak menyuruhku pergi meninggalkannya yang hampir sekarat dengan luka lebam yang menghiasi seluruh tubuhnya.

Misfortune | LM x BJH |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang