Part 4

3.1K 109 0
                                    

“Hitam tidak selalu buruk, tanpa hitam warna lain takkan terlihat indah.”

.

.

.

Sekolah

*Allysa POV*

Masih di sekolah, aku telah mengganti seragam kemejaku dengan seragam olah raga. Segera aku menuju ke gedung olah raga, tanpa menghiraukan orang lain aku membuka ponselku untuk melihat pesan dari wanita itu.

.

a Kuma 🐻

Terima kasih telah menemaniku, nanti datanglah kembali, aku menunggumu 😉

.

Setelah dengan lancang aku menciumnya ketika ia tertidur, aku hanya ingin memastikan apa wanita itu menyadarinya ataukah tidak. Aku tidak ingin dia menyadarinya, mau ditaruh dimana wajahku kalau sampai tertangkap basah olehnya. Kemudian aku meletakkan kembali ponselku kedalam saku.

Kulihat Maya juga beberapa temannya sedang bercanda di ujung lapangan, sepertinya mereka tampak sedang bersenang-senang. Untuk sesaat Maya juga melihat ke arahku, aku segera memalingkan wajahku dan berkutat dengan perangkat badmintonku sendiri. Tak kusangka Maya berjalan ke arahku, aku mencoba menengok ke arah lain apakah ada orang lain selain aku di sisi lain lapangan. Rupanya hanya ada aku seorang.

“Sedang apa sendirian di sini?” Tanya Maya.

“Kau bertanya padaku?” Balasku balik bertanya.

“Memangnya ada siapa lagi di sisi lapangan ini selain kamu?” Ujarnya.

'Dia benar-benar berbicara padaku.' - Batinku.

“Mungkin saja kamu memiliki indera keenam.” Celetukku.

.

'Ctakk!'

.

Tiba-tiba ia menyentil keningku, bahkan ia menampakkan tampang cemberutnya.

“Iya, aku memiliki indera keenam. Buktinya aku mampu melihatmu, berinteraksi denganmu, berbicara denganmu, dan berteman denganmu. Aku bisa melakukan semua hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain di sekolah ini bersamamu.” Kesalnya dengan nada dibuat-buat.

“Apakah itu sebuah hina'an?” Tanyaku datar.

“Tidak, aku sedang memuji diriku sendiri.” Ucapnya dengan percaya diri.

“Oh, itu artinya aku tidak sendiri sebagai orang aneh di sekolah ini.” Ujarku.

“Apa-apaan itu?” Ujarnya dengan muka datar.

“Sudahlah, ayo kita ke tengah lapangan. Guru olah raga sebentar lagi akan datang.” Ajak Maya sambil menggandeng tanganku.

“Kupikir kau akan marah padaku.” Gumamku.

“Untuk apa aku marah pada orang bodoh sepertimu, tidak ada gunanya.” Celetuknya yang mendengar gumamanku.

“Hei! satu-satunya yang bodoh disini adalah kau, sadar dirilah!” Celetukku.

“Aku tidak bodoh, karna aku berteman dengan orang yang pintar.” Ejeknya.

“Jadi secara tidak langsung kau mengatakan aku bodoh karna telah berteman dengan orang bodoh?” Ujarku datar.

Bad Story, Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang