Kau tahu 'bosan', bukan? Ya. Seperti itu-lah yang kurasakan sekarang. Sejak pagi tadi, Jimin tidak mengunjungiku sama sekali. Padahal sekarang sudah hampir gelap, dan aku amat sangat kelaparan. Sial.
Aku berdiri menuju balkon kamar ini, membuka pintu balkon dan sontak disambut dengan dinginnya suhu di sore hari yang dengan brengseknya menerpa epidermisku yang terbuka. Tetapi setidaknya angin ini mengingatkanku bahwa aku masih hidup.
Cahaya lampu di bawah sana terlihat menakjubkan. Kurasa, kamar yang kutempati ini berada di lantai dua. Dan, hei, sejak kapan aku memakai gaun tidur tipis dengan panjang selutut ini? Siapa yang menggantikannya? Jimin, kah? Kalau benar, aku akan menjadi gadis paling hina sedunia.
Aku segera kembali ke kamar untuk mengambil beberapa buku yang ada di rak dekat lemari dan mencari bacaan yang bagus—alih-alih untuk membuang rasa bosanku ini. Setelah menemukannya, aku kembali ke balkon, dan mendudukkan diri di kursi yang terletak di bagian sudut.
Aku menghabiskan waktu sekitar lima belas menit lamanya untuk membaca seperempat buku ini. Tapi aku tetap saja merasa bosan; sebab terlalu hening. Biasanya Taehyung akan selalu duduk di sebelahku dan merecokiku dengan hal gilanya.
Aku selalu tersenyum jika mengingat tingkah lakunya. Aku lebih memilih Taehyung menghabiskan semua snackku bahkan seluruh makananku, dari pada aku harus terkurung di sini. Di dalam sini terasa kosong, aku tidak yakin akan bisa bertahan dalam satu bulan di mansion ini.
"Song Jian!" geram seseorang di belakangku membuatku terkejut, lalu membalikkan tubuhku melihat presensi pria yang kini tengah menatap geram padaku.
Jimin datang dengan membawa nampan makanan. Apakah itu untukku? Jujur, aku memang sangat lapar sekarang. Ia meletakkan nampan makanan itu di atas meja, lalu berjalan menghampiriku, dan menatap tubuhku—tentu saja hal itu membuatku merasa aneh; sebab tiba-tiba saja Jimin memelukku.
"Apa kau tidak menyadarinya, kalau suhu malam ini sangat rendah? Tadi aku mendapatimu berdiri di luar balkon dengan gaun tipis. Kau bisa saja sakit."
Yang kudengar suara itu menyiratkan kecemasan. Amat sangat cemas.
Aku melepaskan pelukannya. "Aku sudah biasa dengan cuaca dingin. Jadi, jangan berpura-pura mencemaskanku agar aku bisa luluh padamu," desisku dan Jimin menatapku dengan menggeleng.
"Sebegitu tidak percayanya kau padaku, Ji?" Jimin mengusap mukanya lelah, setelah itu ia mengulurkan tangannya padaku. "Ayo masuk, atau tubuhmu akan membeku."
Ia mengalah. Mungkin terlalu lelah melawan sikap keras kepalaku? Aku masuk begitu saja, mengabaikan tangannya yang terulur. Tanpa malu, aku mengambil nampan makanan itu dan memakannya, aku tidak peduli apa yang dipikirkan Jimin, yang terpenting aku tidak lagi kelaparan.
Jimin mengusap kepalaku dan tersenyum, lalu mengatakan, "Kenapa tidak sejak pagi tadi kau bersikap seperti ini?"
Aku tetap diam, menganggapnya tidak ada. Aku tahu, sejak tadi Jimin menatapku, sebenarnya aku terganggu dengan tatapannya, lebih tepatnya gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEADER
Fanfiction(on going) Si brengsek Park Jimin yang katanya adalah seorang mafia itu menculiknya, hingga membuatnya terjebak dalam sebuah permasalahan, lalu dipaksa untuk menikah demi keselamatannya. Demi apapun, Song Jian sangat membencinya. Dan berharap menjad...