Sejak tadi, aku mondar-mandir di balik kaca jendela rumahku, menunggu Taehyung mengembalikan mobilku. Dan jujur, aku tidak bisa bernapas dengan baik, sebab aku melihat pria gila tadi melewati depan rumahku dengan mobil mewahnya—yang mungkin saja kaca mobilnya memang sengaja dibuka?
Oh, Tuhan! Sepertinya Taehyung memang sengaja mengabaikan panggilanku, kalau bukan begitu, ya, mengencani banyak wanita. Sial.
Selang beberapa menit setelah aku menggerutu, kudengar suara mobil terparkir di depan rumahku. Sontak kuambil tongkat bisbol di balik pintu kamarku, lalu mengintip, siapa yang datang dari celah pintu utama.
Tidak ada siapa-siapa.
"Brengsek!" umpatku terkejut mendapati Taehyung berdiri menempel di pintu yang barusan kubuka. Dan tentu saja itu membuat Taehyung terbahak.
Melayangkan satu pukulan padanya sepertinya bisa membuatku sedikit lega—ah, bagaimana kalau dua pukulan? Baiklah Tae, maafkan aku!
Bug!
Bug!
"Ya! Ya! Hentikan, Ji! Kau ingin membunuhku?!" teriaknya.
Mau tidak mau aku berhenti memukulinya dan menatapnya datar. Kalau saja dia tidak membawa mobilku diam-diam, aku pasti tidak akan mengalami kesialan seperti tadi.
"Sekali lagi kau membawa mobilku tanpa seizinku, jangan berharap kau bisa berbicara denganku, Tae," ancamku.
"Iya, iya, Sayang. Maafkan aku," ucapnya merayu. Cih.
Aku memutarkan kedua bola mataku. "Masuklah, aku ingin bicara."
"Ada apa?" tanyanya setelah duduk di sofa, sementara aku di sampingnya.
Aku menatapnya sebentar. Aku sedikit takut untuk menceritakannya. Aku takut kalau Taehyung akan bersikap gegabah setelah mendengar semuanya. Seperti saat kami masih duduk di bangku SMA. Ia memukuli siswa yang menjahiliku sampai sekarat. Mengerikan, bukan?
"Ji? Ada masalah?" tanyanya serius.
Setelah aku mengatakan semuanya tanpa kekurangan, kurasa tubuh Taehyung menjadi sedikit lebih tegang. Atau hanya perasaanku saja? Entahlah.
"Ji, dengar! Jangan pernah mendekati mereka, oke?" Taehyung jelas terlihat cemas, lalu memegang kedua pundakku untuk menghadap padanya. "Berbahaya."
Lihatlah! Sekarang dia menatapku—tatapan itu sungguh terlihat bahwa ia mencemaskanku, takut atau... sesuatu yang lain?
"Memangnya kenapa? Kau mengenali mereka?" tanyaku.
Taehyung memejamkan matanya sebentar. "Itu sekelompok mafia. Mereka kejam, terutama kepada wanita. Lebih kejam dari yang kau kira. Jadi, jangan biarkan mereka mendekatimu atau menyentuhmu. Mengerti?"
Aku tahu, apa yang barusan dibicarakan Taehyung ada benarnya, sebab ia jarang mencemaskan sesuatu sampai seserius ini.
"Aku tidak akan mendekati mereka."
"Kau tahu, kau sangat berharga bagiku."
Aku tersenyum. "Mau makan?"
"Tentu! Masaklah yang banyak!" seru Taehyung.
Ah, dia sudah kembali seperti Taehyung yang menyebalkan.
Saat aku sibuk dengan masakanku, Taehyung masih belum terlihat di meja makan. Biasanya pria itu akan duduk manis di sana dengan ponsel di tangannya.
Setelah semuanya selesai, aku pergi ke teras dan mendapati Taehyung sedang berbicara dengan seseorang lewat sambungan telepon. Ia terlihat sangat serius, sampai membuatku penasaran. Tapi aku memilih untuk kembali ke meja makan. Lebih baik menunggunya di sana.
Selang beberapa menit, Taehyung menyusulku dengan senyum kotak yang terukir di wajahnya.
"Sepertinya enak," ujarnya seraya duduk di kursi, tepat di seberangku.
"Setelah ini, jangan lupa cuci piringnya, hari ini jadwalmu," kataku mengingatkannya.
"Daya ingatku masih bagus, tahu!"
Tetangga yang baik, namun terkadang bisa menjadi seseorang yang misterius. Aku masih tidak percaya bisa mengenalnya—tanpa tahu dari mana asal-usulnya.
***
[Hei, kerbau! Keluarlah. Aku melihat kardus sebesar kulkas di depan rumahmu.]
Itu adalah pesan dari Taehyung sebelum aku keluar rumah menemuinya, dan juga kardus besar yang entah apa isinya di depan rumahku.
"Ji?" panggil Taehyung.
Aku hanya diam menatap wajahnya yang penuh selidik.
"Bagaimana kalau ini bom?"
"Jangan konyol. Ini terlalu besar untuk ukuran bom, bodoh."
Setelah kami mengangkatnya ke dalam rumah, Taehyung menyuruhku untuk membukanya.
"Kau yakin tidak membelinya?" tanya Taehyung heran setelah melihat isi kardus tersebut.
Aku mengangguk. "Aku tidak mungkin membuang uangku untuk hal seperti ini," jawabku.
Kardus sebesar kulkas ini berisi barang-barang kebutuhan wanita. Bahkan pakaian dalam juga berada di sana.
Jujur saja, ini agak mengerikan. Semua baju, pakaian dalam, sepatu, heels dan lain-lain sangat pas untukku. Bagaimana si pengirim ini bisa tahu ukuran tubuh dan kakiku?
Kemarin aku mendapat bunga lily, dan sekarang barang-barang seperti ini? Semua ini terasa aneh bagiku.
"Apa aku harus membawanya ke kamarmu?" tanya Taehyung.
"Tidak. Letakkan di garasi saja, Tae. Aku tidak ingin memakainya."
"Baiklah."
Lebih baik aku membuat sarapan. Aku mengambil apronku, lalu membuka kulkas dan tidak ada satupun yang bisa dijadikan sarapan; sebab kulkas itu kosong. Aku berusaha sabar meskipun tahu kalau Taehyung-lah tersangka di balik habisnya isi kulkasku.
Akhirnya aku membuka lemari camilan, dan sialnya, lagi-lagi lemari itu kosong. Bahkan makanan instan saja tidak ada satupun di sana. Wah, sepertinya si keparat satu itu ingin membuatku harus bekerja lebih keras demi menghidupinya, atau ia ingin aku mati muda karena kelelahan.
Aku melepas kembali apronku dan mengambil kunci mobil yang terletak di meja ruang tamu. Mungkin hari ini akan baik-baik saja kalau aku berbelanja sebebtar, setidaknya bisa mengurangi tingkat stresku.
Taehyung yang melihatku membuka mobil, menatapku dengan tatapan bertanya.
"Aku akan membeli bahan makanan. Semalam ada tikus besar yang menghabiskan semua isi kulkasku," sindirku padanya, lalu meninggalkannya begitu saja.
Lampu merah membuatku berhenti dan menatap beberapa mobil jeep di belakangku. Dan setelah itu lampu hijau menyala, aku mulai menjalankan mobilku.
Ah, sial, sepertinya mobil itu memang mengikutiku. Sebab saat aku berbelok, mobil jeep itu juga berbelok dan aku yakin saat ini mereka sedang membuntutiku.
Aku mencari jalan pintas yang sering kulalui dan entah dari mana datangnya mobil hitam yang tiba-tiba saja sudah berada di depanku, hingga membuatku menabrak mobil itu. Dan sekarang pandanganku menjadi buram dan semakin buram, hingga aku merasa kegelapan merenggutku secara perlahan.<>
KAMU SEDANG MEMBACA
LEADER
Fanfiction(on going) Si brengsek Park Jimin yang katanya adalah seorang mafia itu menculiknya, hingga membuatnya terjebak dalam sebuah permasalahan, lalu dipaksa untuk menikah demi keselamatannya. Demi apapun, Song Jian sangat membencinya. Dan berharap menjad...