Chapter 05

429 57 7
                                    

Jian terbangun saat cahaya pagi dari sela-sela gorden menyengat wajahnya. Di perutnya terdapat lengan hangat yang mungkin merengkuhnya semalaman, membuatnya sedikit terkejut. Jian tersenyum lembut. Taehyung selalu membuatnya merasa tenang. Semenjak kematian kedua orangtuanya, Taehyung datang seolah-olah menjadi penyembuh lukanya yang menganga saat itu. Pria itu seperti memiliki kekuatan membuat kesal seseorang, sehingga melupakan kesedihannya.

Jian menghadapkan wajahnya ke arah wajah Taehyung. Ia menatap wajah tampan yang sedang tertidur itu dengan mata yang berbinar. Jian menyukai bagaimana cara Tuhan mengukir wajah sahabatnya itu. Ia yakin, pasti Tuhan bekerja dengan sungguh-sungguh saat menciptakan manusia bermarga Kim ini.

Wanita yang dinikahinya nanti pasti akan sangat beruntung.

"Kau satu-satunya yang terbaik di hidupku," bisik Jian dengan mengusap rambut Taehyung lembut. Setelahnya ia melepaskan dekapan Taehyung dari perutnya. Dengan pelan, ia membawa tubuhnya berdiri menuju dapur.

Saat tiba di dapur, Jian membuka lemari pendinginnya. Wow, semua bahan makanan, snack bahkan minuman bertengger manis di dalamnya. Siapa lagi kalau bukan Taehyung yang mengisinya? Ia harus berterima kasih kepada pria itu setelah ia selesai memasak sarapan untuk mereka berdua.

Di lain tempat, Taehyung sebenarnya sudah bangun sejak pagi tadi dan tentu saja ia mendengar apa yang telah dibisikkan oleh Jian beberapa menit yang lalu. Itu manis. Ia juga bersyukur, keadaan Jian sudah lebih baik dari kemarin.

Taehyung tersenyum seraya menatap langit-langit kamar Jian. Ia begitu kurang ajar, dengan beraninya tidur di samping Jian dan mendekap gadis itu dengan erat. Ah, tidak apa-apa, lagipula Jian tidak mengamuk seperti singa betina yang sedang kelaparan, bukan?

Jika Jian menganggap Taehyung yang terbaik di hidupnya, maka Taehyung akan menganggap gadis itu sebagai penguat hidupnya. Itulah alasan mengapa ia jarang sekali berdekatan dengan wanita—kecuali di kelab malam dan itu hanya sebatas penghilang stress juga lain cerita, karena baginya, memiliki Jian di hidupnya saja sudah cukup. Mengapa begitu? Karena jika mengenal banyak wanita, Taehyung merasa takut kalau saja suatu saat nanti dia lengah untuk menjaga Jian dan memilih untuk menghabiskan waktu sedikit lebih lama dengan orang lain. Itu sama saja seperti sedang menghadapi kematian.

Tidak ingin membuang waktu, Taehyung segera menempatkan diri di belakang Jian yang sedang sibuk memasak. Ia terlihat tampan dengan rambutnya yang berantakan.

"Ah, kau membuat tubuhku seperti diguyur air es, sialan!" geram Jian dengan spatula di tangannya. Jian yang sebenarnya telah kembali.

Taehyung terkikik. "Lihat tampangmu!"

"Ini karena kau."

Taehyung mengurung tubuh Jian dari belakang, menahan tubuhnya sendiri pada table top. "Aku suka membuatmu kesal," ucapnya.

"Taehyung-ssi, anda sangat mengganggu pekerjaan saya."

Taehyung cekikikan lagi mendengar Jian yang berbicara formal kepadanya. Lalu membawa dagunya ke pundak kiri gadis itu yang dibalas dengan gedikan bahu sang lawan bicara.

Jian berputar menghadapnya, "Mau apa?"

"Bergelung di bawah selimut yang sama denganmu seharian dan berbicara tentang cara membuat seratus anak," ujarnya menggoda Jian.

"Sialan! Pergi sana!" umpat Jian, lalu ia berbalik dan menemukan ayamnya yang gosong. "Sial," umpatnya lagi.

Sebelum Jian memukulnya, Taehyung segera lari meninggalkan dapur seraya terbahak, lalu masuk ke dalam kamar Jian dan menguncinya dari dalam.

Jian menggedor kuat pintu kamarnya sendiri. "Keluarlah, Tae, atau aku akan mendobraknya?!"

Taehyung tergelak di balik pintu. "Kau yakin bisa melakukannya, sekalipun ini adalah pintu kamarmu sendiri?"

LEADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang