Chapter 08

546 58 7
                                    

Lagi-lagi, Jian harus terbangun karena suara bising dari luar kamarnya. Beberapa pertanyaan terlintas di benaknya. Sontak membuatnya bangkit dari tidurnya dan berjalan keluar untuk melihat keributan di luar sana.

Jian memutar kenop pintu, namun sama sekali tidak bisa terbuka. Seingatnya, ia tidak mengunci pintu kamarnya semalam karena ketiduran. Sontak pikirannya hanya tertuju kepada satu orang. Siapa lagi kalau bukan Park Jimin, pria sentimental itu? Terlalu rumit untuk sekadar mengerti jalan pikirannya. Seperti labirin tanpa ujung. Semakin kau masuk, semakin pula kau terjebak di dalamnya. Park Jimin adalah sebuah teka-teki baginya.

Jian kembali ke ranjangnya seraya menatap pintu kamar dengan nanar. Sejak disandera oleh Jimin, ia merasa semakin lama semakin lemah dan ia hanya bisa menangis, padahal bisa saja Jian melawan dan memberontak dengan ekstrem. Ada apa denganmu, Ji? Mengapa kau menjadi lemah?

Dan sekarang, pikiran gadis itu tertuju pada sosok Taehyung. Ia merindukan gedoran pintu pria itu, walaupun ia membencinya. Jian rasa itu lebih baik, daripada harus tinggal satu atap bersama pria berkepribadian ganda itu.

Di tengah lamunan Jian, pintu kamar terbuka menampakkan sosok pria yang paling dibencinya. Pria itu berjalan mendekatinya dengan senyum misterius terpatri di wajahnya. Apakah ada sesuatu yang baru saja terjadi? Jian tidak tahu.

"Mengapa kau mengunciku?"

Jimin masih mempertahankan senyumnya lalu duduk di samping ranjang Jian. "Ranjangmu sangat nyaman, bukan? Apalagi kau memilikinya sendiri," ucapnya, membuat perasaan Jian menjadi tidak enak.

Jimin tersenyum.

Apa ia sedang bahagia?

Tangannya menyentuh dahi Jian. "Jangan mengerutkan dahi, itu akan membuatmu cepat keriput."

Jian menyentakkan tangan Jimin yang masih bersarang di kepalanya, dan... ya, pikirannya beberapa waktu sebelumnya terbukti; bahwa Jimin memiliki kepribadian ganda. Seperti sekarang, pria itu mengeluarkan tatapan tajamnya dan memperlihatkan wajah geramnya, padahal sebelumnya ia tersenyum dan beberapa detik kemudian pandangannya kini berubah tidak lagi memperlihatkan wajah geramnya, melainkan kembali tersenyum, lagi.

"Kemarin sudah kukatakan, bukan, kalau ini adalah hari terakhirmu melawanku. Dan inilah yang terakhir kalinya," ucapnya tiba-tiba. Dan lagi-lagi Jian beringsut ke arah headboard. Sungguh, perasaan anehnya semakin menjadi-jadi.

Jimin mendekat, menarik dagu Jian ke arahnya dan mengatakan, "Bersiaplah Sayang," terangnya dengan kata-kata ambigu, lalu mengelus pipinya lembut.

Sepeninggalan Jimin, masuklah beberapa pelayan wanita ke kamarnya dengan membawa gaun pengantin dan perlengkapan tata rias. Aku akan menikah?a

"Apa yang akan kalian lakukan?" tanya Jian, walaupun jawabannya sudah ada di kepalanya.

"Meriasmu, Nona," jawab salah satu dari mereka.

Mereka menarik Jian ke ruang ganti, lalu menyuruh gadis itu untuk memakai gaun yang telah mereka bawakan. Tentu saja gaun itu sangat cantik jika saja Jian siap menikah dengan seseorang yang dia cintai. Untuk sekarang ia merasa seperti memakai baju rantai yang mengekang tubuhnya dengan kuat.

Wajahnya dipoles sedemikian rupa, hingga saat Jian menatap cermin, ia merasa berbeda, sungguh. Tatanan rambut seperti Elsa di film Frozen dengan mahkota kecil di atasnya membuatnya merasa seperti putri kerajaan.

"Selesai. Kau sangat cantik, Nona Song," ucap si penata rambut kagum.

Jujur saja, Jian terpana melihat dirinya sendiri di depan cermin. Tubuhnya terlihat indah ketika dibalut dengan gaun pengantin yang mewah itu. Namun Jian cukup sadar dengan posisinya sekarang; ia tidak bahagia dengan memakai gaun itu.

Dan sekelebat pertanyaan terbesit di hatinya, apakah Taehyung akan menghadiri pesta pernikahanku nanti?

Tok tok!

Seseorang masuk setelah mengetuk pintu. Dari tatapan matanya, ia memerintahkan para pelayan wanita itu untuk meninggalkan mereka berdua. Jian menatap pria itu dari cermin di dalam ruang gantinya. Tuxedo yang dipakai pria itu membalut tubuhnya dengan indah dan Jian tentu saja pernah memiliki bayangan suatu saat nanti pernikahannya akan seperti ini; pangeran yang tampan, gaun indah serta rasa bahagia yang meluap.

"Sudah kuduga kau akan sangat cantik dengan gaun itu, Ji."

Jian tidak menjawabnya. Ia hanya memutar bola matanya malas, lalu mengalihkan tatapannya dari cermin—dalam artian, Jian tidak ingin menatap seseorang disampingnya yang tak lain dan tak bukan adalah Park Jimin.

Jimin mendekat, lalu duduk di atas meja rias seraya menatap dengan tatapan menilai. Wajah saikonya membuat Jian sangat ingin mencakarnya. Tapi bagaimana caranya dan bagaimana bisa pria itu yang akan menjadi suaminya?

"Berhentilah menatapku!"

"Kenapa? Kau cukup indah untuk ditatap, Ji." Tangan Jimin menarik dagu Jian agar membalas tatapannya. "Inilah yang ingin kulakukan dari awal kita bertemu, Ji, tapi sayangnya harus membutuhkan waktu sedikit lebih lama dari yang kubayangkan," lanjutnya.

Jian tidak ada keinginan untuk menjawab ucapan Jimin.

"Bisakah kita tidak perlu bertengkar? Hari ini saja. Hari bahagia kita."

Cih.

Jian mendengus. "Tidak ada kita. Hanya ada kau dan aku."

Jimin terkekeh, kemudian berdiri dan memegang pundak Jian. "Sudahlah, ayo keluar. Para tamu sudah menunggu, termasuk Kim Taehyung."

Tiba di luar kamar, Jian melihat pacaran lampu kelap-kelip yang indah. Sampai Jian memusatkan pandangannya ke lantai bawah, dimana ada Taehyung berdiri di sana. Pria itu bahkan terlihat lebih kurus dari terakhir kali ia bertemu dengan sosok itu.

"Ayo, Sayang! Acara akan segera dimulai," ucap Jimin tajam diiringi dengan rangkulan di pinggang Jian dan mereka memulai pernikahan gila itu.

Hanya satu pikiran yang ada di otak Jian sejak tadi. Apakah aku bisa pergi dari pria di sampingku ini?

Pernikahan sialan itu sudah selesai. Dan Jian hanya duduk di kursi kebesarannya, ia menatap Jimin menyapa para tamu hangat dan sopan. Saat menoleh ke samping, Jian terperanjat; sebab ia menemukan Taehyung yang sudah berdiri di sana dengan tatapan mata yang tidak pernah Jian lihat sebelumnya.

 Saat menoleh ke samping, Jian terperanjat; sebab ia menemukan Taehyung yang sudah berdiri di sana dengan tatapan mata yang tidak pernah Jian lihat sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa kabar, Ji?" tanya Taehyung yang membuat Jian segera mendekati dan memeluknya.

Sebisa mungkin Jian menahan air matanya agar tidak terjatuh. Dalam sekejap, Taehyung membalas pelukannya. Mereka sama-sama merasakan kerinduan yang begitu besar menghantamnya.

"Aku tidak ingin menjadi istrinya, Tae."

"Sssttt..." Taehyung mengelus rambut Jian dengan tulus, semakin mengeratkan pelukannya. "Maafkan aku. Maafkan aku, Ji."

Jian semakin menenggelamkan dirinya kepada Taehyung. Ia tidak menginginkan siapa-siapa. Ia hanya ingin bersama dengan baj*ngan Kim Taehyung itu. Jian bersumpah!

"Tunggulah sebentar lagi, Ji. Akan kupastikan kita akan kembali seperti dulu. Aku berjanji," ucapnya menenangkan, sebelum akhirnya suara teriakan seseorang memprovokasi mereka. <>

LEADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang