•
•
"Hentikan!" joy berseru marah. Masih dengan deru nafas yang belum teratur, joy menghampiri kumpulan siswa itu yang sudah berhenti dan kini menatap joy diam.
Sementara jennie memutuskan untuk tidak masuk ke dalam lingkaran itu. Ia berdiri tak jauh dari mereka.
joy mendorong dua siswa agar memberikannya jalan. Tak sedikitpun melirik mereka bahkan june yang terdiam memandang kehadirannya.
joy begitu tercengang ketika melihat kondisi wonwoo yang kini tertunduk di hapadannya. Ia lantas merendahkan tubuh dengan setengah duduk di depan pemuda yang sangat disayanginya itu.
Jemari lentik joy mulai menyusuri wajah penuh lebam wonwoo, membawa pandangan itu untuk menatap irisnya.
Rasa marah bercampur sedih mengisi hati joy yang tersayat ketika dengan jelas, ia melihat aliran darah mengucur dari hidung wonwoo. Kacamata yang retak, lebam keunguan memenuhi sebagian besar wajah wonwoo, dan... tatapan sendu di balik kacamata yang sudah tak sempurna itu.
"wonwoo..." tenggorokan joy tercekat ketika mengucapkan nama orang terkasihnya. Netra joy meredup dengan kilatan sendu membayang di sana. Seakan begitu mengerti dan merasakan kesakitan wonwoo. Kenapa harus seperti ini?
joy yang frustasi tidak membiarkan wonwoo menghentikan jemari lentiknya untuk menyeka darah segar yang mengalir memanjang dari hidung wonwoo. Membiarkan cairan merah itu berpindah mengotori kulit tangan serta ujung seragam joy. Dan bertambah frustasi ketika darah itu tidak berhenti mengalir. Kemarahan yang sudah menggumpal, lantas membuat joy beranjak menghampiri june.
Menatap tajam jelaga hitam june, joy kemudian berkata, "Jika alasanmu melakukan ini pada wonwoo karena aku, maka jangan tanya kenapa aku bisa membencimu!" joy berujar marah. Tak ada lagi sisa keramahan yang selalu nampak joy berikan pada pemuda jangkung itu. joy terlalu kecewa atas apa yang dilakukan june kali ini.
Entah sejak kapan rasa sesak mulai menyapa hati june. Membuat tenggorokannya tercekat oleh rasa sakit yang akhir-akhir menggerogoti sisi baik june, hingga memunculkan keegoisan dalam diri untuk memiliki gadis itu.
Namun meskipun demikian, tak serta merta memupuskan angan june untuk mendapatkan pembalasan tulus dari joy tanpa terkecuali. Ia sangat ingin dicintai dan mencintai. Namun apalah daya, ia tak bisa memakasakan hati joy agar membalas cintanya, jadi ia putuskan dan tak peduli bila hanya raga gadis itu yang dirinya miliki meski tidak dengan hatinya. Egois bukan? Ya, karena itulah june sekarang.
Mencengkram kedua sisi pundak kecil joy dengan erat, june menatap iris itu tajam dan dalam.
"Kau tidak boleh membenciku! Aku seperti ini juga karenamu, kau yang memaksaku untuk melakukannya. Jadi sekarang cukup diam dan lihat aku berusaha memperjuangkan hubungan kita!" june tak mempedulikan ringisan joy akibat cengkraman tangan besarnya di tubuh gadis itu.
"Kau egois! Melakukan cara yang salah tak akan merubah apapun dari keaadaan ini. Malah, perbuatanmu yang seperti ini semakin meyakinkanku kalau kau, ternyata tidak pantas untukku." Ucap joy sengit. Tak gentar meskipun tatapan june menajam dengan sorot marah berkali-kali lipat lebih besar setelah ia berucap barusan. Serta mengeratkan cengkramannya sampai-sampai kedua kaki joy tak sepenuhnya menapak. Hingga secara spontan, joy memekik nyeri.
"Kau menyakitinya. Lepaskan." Suara datar wonwoo seolah menyadarkan joy. Ia lupakan sejenak rasa sakit di kedua sisi pundaknya untuk menoleh melihat wonwoo yang masih terlihat limbung namun berusaha untuk berjalan menghampirinya.
june mendecih remeh mendapati pemuda culun itu kini menatapnya tak gentar. Mau sok jagoan eh?
Melepaskan cengkramannya pada joy, june pun lantas melangkah pula menuju wonwoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
Short StoryJoy terlalu cantik, terlalu indah dan terlalu pemaksa. Dan wonwoo dengan malu-malu menerima itu semua. . . . Ia juga mencintai gadis itu. [[short story]]