Minho membolak balikan hasil rajut boneka yang dia buat, cukup puas dengan hasil akhirnya. Walaupun hanya berbahan kain, keresek dan benang. Tetapi Minho dapat mengubahnya menjadi boneka kecil lucu.
Minho menggigit benang untuk memutuskan tali benang yang tersambung dengan jarum, kemudian mengikatnya sekencang mungkin.
Minho mengikatkan pita biru pada leher boneka agar jahitan itu tak terlehat.
Kemudian Minho menaruh boneka nya itu di meja belajar miliknya bersama benang juga jarum kaputnya.
Minho menguap kala rasa kantuk menyerang dirinya, mata cantik miliknya menyipit untuk melihat jam dinding.
Minho memposisikan tubuhnya untuk tidur, kemudian menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Di lain tempat, seorang anak menggenggam selembar poto sembari tersenyum. Dia kemudian menaruh poto itu kemudian berbisik.
"Good night...."
".......untuk memberitahukan rangking dari 5 sampai 1 dimohon untuk murid yang dipanggil segera menaiki panggung."
"rangking ke lima didapat oleh Hwang Hyunjin dari kelas 6 B"
"rangking ke empat oleh Jung Wooyoung dari kelas 6 A"
"rangking ke tiga oleh Seo Changbin dari kelas 6 B"
"rangking ke dua oleh Bang Chan kelas 6 B"
"dan rangking pertama diraih oleh Lee Minho dari kelas 6 B, dimohon anak anak mengangkat piala yang didapat"
"kepada para guru dipersilahkan menaiki panggung untuk mrngucapkan selamat, pada murid berprestasi ini"
"ma, minho heran kenapa dapet piala"
Minho memberikan piala yang baru saja dia dapat tadi kepada mamanya.
"karena Minho cerdas"
Mama Minho mengetuk dahi Minho pelan.
"tapi temen temen minho juga cerdas, kenapa gak dapet piala?"
"nanya mulu! Kalo udah dapet ya udah sih kamu itu pinter berarti, kok gitu aja rempong"
Ucap Juyeon dengan seperti biasa menatap sebal pada Minho.
"iri aja! Tau ah mau ke chan"
Minho melipat tangannya didada tanda dia merajuk pada sang Kakak, Mama Minho sendiri hanya diam saja sudah biasa melihat pertengkaran antara Juyeon dan Minho.
Minho yang melihat Chan sedang berdiri di dekat pagar, segera menghampirinya.
"kamu keren!"
Baru saja menghampiri Chan, Minho langsung mendapat pujian dari Chan, yang tentu membuat Minho senang. Siapa yang tak suka pujian?.
"chan juga keren"
Minho balik memuji pada Chan.
Kemudian Minho bediri disampimg Chan, pertanyaan tadi kembali terlintas dikepalanya.
"kenapa kita dapet piala?"
Chan menengok pada Minho yang menatap pertunjukan dipanggung.
"karena kita dapet rangking, itu tandanya kita cerdas kan. Kita bisa ngebuat orang tua kita seneng! Mereka juga pasti bangga"
Minho mengangguk anggukan kepalanya paham.
"kalo seumpamanya rangking dapat membuat orang tua kita bangga kenapa harus diadain?"
"maksud kamu?"
"chan gak kepikir? kalo kita dapet rangking lagi lalu tiba tiba turun jadi terakhir apa orang tua kita tetap bangga?"
Chan mengernyit tak mengerti.
"kalo seandainya turun dari sebuah angka, ngebuat minho jadi harus terus belajar siang malam dan ngelupain apa yang harusnya minho dapet disaat masih anak anak atau remaja. Minho gak mau dapet angka 1"
Minho mengatakan hal itu dengan sebuah senyuman diwajahnya.
"tapi! Kalo orang tua minho tetap bangga sama minho, sekalipun Minho gak dapet angka. Minho bakal berjuang tapi merasa kelegaan sekaligus, itu artinya mama sama papa minho ngertiin minho kan chan?"
"kamu sebenarnya ngomongin apa? Aku gak paham"
"kalo peringkat, ngebuat sahabat minho sedih karena kekecewaan dari orang tuanya, atau dibentak, dimarahin terus dipaksa belajar. Minho rela gak dapet peringkat"
"kenapa?"
"peringkat itu angka, sahabat itu manusia gak sama. Angka memang penting tapi sahabat jauh lebih penting. Bisa aja sahabat yang bantu kita jadi orang sukses".
"maksud kamu orang dalem?"
Kini Minho yang dibuat bingung oleh Chan.
"minho gak paham"
"kamu bilang sahabat bisa aja bikin sukses, maksudnya orang dalem kan? Jadi kita gampang diterima kerja. Minho pinter banget hehe"
"chan bego ternyata, dari tadi minho ngomong dia gak paham udah ah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry [Lee Know]✔
عشوائيBertahun - tahun kami bersama, namun dalam 1 tahun semuanya hilang sekejap mata. Kebersamaan yang begitu erat menjadi terpisah hanya karena ego. Rantai besi yang mengikat tangan kami, seakan terpatahkan hanya dengan selembar kertas yang terhuyang m...