Bonus Chapter

1.6K 201 25
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Menjadi seorang dokter tentunya membuat hari-hari seorang Jake Sim kelihatan sangat sibuk. Hampir setiap hari dirinya disibukkan dengan berbagai jadwal seperti jadwal konsultasi, praktek, operasi dan masih banyak yang lainnya. Sampai-sampai ia sering melewatkan jadwal istirahatnya demi mengabdi untuk para pasiennya.

Keputusannya pergi dari indonesia tujuh tahun silam membawanya pada sebuah keberuntungan yang bisa dibilang cukup baik. Di Kanada, Jake mencoba mengambil perkuliahan di jurusan kesehatan motivasinya mengambil jurusan tersebut tak muluk-muluk, ia ingin menolong sesama bahkan tanpa digaji sekalipun. Di sela-sela kesibukannya pula ia tak lupa dengan kewajibannya, di rumah sakit tempatnya berkerja Jake selalu menyempatkan diri untuk datang ke gereja, mendoakan keluarganya yang jauh agar selalu diberi perlindungan serta kesehatan.

Untuk kali ini jadwalnya tidak terlalu padat, Jake memilih untuk menyandarkan tubuhnya pada kursi kerja. Selama jadwalnya padat pun Jake jarang sekali mengecek ponselnya, kadang hanya sesekali itupun hanya dilihat melalui notifikasi saja.

“Hei, Jake!”

Jake menoleh ke arah sumber suara, sosok dokter perempuan menginterupsi aktivitasnya. Jake tersenyum lebar, ia mempersilahkan dokter itu masuk ke ruang kerjanya.

“Hei, Queen! Masuk, aja.”

Dokter bernama Queen itu akhirnya masuk dengan membawa dua buah paperbag yang Jake sendiri tak tahu apa isinya.

Oh ya, ngomong-ngomong dokter Queen juga orang indonesia. Jake kenal wanita yang dua tahun lebih tua darinya itu setelah ia masuk ke rumah sakit tersebut, mereka bahkan sering bertukar cerita masing-masing.

“Nih, aku bawain pie susu kesukaan kamu. By the way, ini pie buatan aku sendiri lho bukan beli di pinggir jalan.” Queen tertawa renyah bermaksud mencairkan suasana dan benar saja, Jake ikut tertawa karena kelakar receh Queen.

Jake membuka paper bag tersebut, aroma khas pie yang baru saja keluar dari pemanggang berhasil membuat perut Jake keroncongan. Bagi Jake, apapun makanannya kalau sudah berada di tangan Queen pasti akan terasa enak.

“Thank you so much, sist! Kenapa nggak jadi chef aja, sih. Masakan kamu tuh enak-enak banget.” pujinya disela-sela acara makan mereka.

Queen menggedikkan bahu, “Aku nggak tertarik sama dunia masak, kalau masalah enak atau enggaknya mungkin cuma kebetulan aja.”

Jake iya-iya saja, maklum dia juga tidak mengerti dunia perkulineran. Yang dia tau cuma makan saja yang penting enak.

Setelah itu hening diantara keduanya, mereka sama-sama sibuk dengan ponsel digenggaman sembari menikmati pie ala dokter Queen.

“ASTAGA! AKU LUPA DUA HARI YANG LALU TEMEN KU YANG DI INDONESIA NIKAH, JAKE!”

Love(sick) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang