19. Ending Scene

2K 220 9
                                    

Satu tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu tahun kemudian..

“Sore ini ada festival musik di taman kota, rencananya gue sama Sunghoon mau kesana, lo ikut ya, Ji?”

Suara diseberang sana selalu menjadi suara yang paling sering Jira dengar sejak satu tahun terakhir. Entah ditelepon atau bicara langsung, Jira jadi hafal dengan suara itu.

“Hm, ikut nggak ya—” Jira mengetuk-ngetukkan jari pada dagunya, tengah menimang keputusan yang akan diambil, di seberang sana Jay menanti keputusan gadis itu. Berharap Jira mau ikut bersamanya juga Sunghoon.

“Oke, deh. Gue ikut.” putus Jira sebagai final.

Sementara Jay langsung bersorak 'yes' di seberang telepon. Merasa berhasil membawa gadis itu untuk kembali bahagia lagi.

Jira tidak bodoh, sebetulnya gadis itu tahu kalau Jay diam-diam menyukainya— Sunghoon yang memberi tahu itu semua, dan Jira juga dapat merasakan sikap Jay yang begitu lembut memperlakukannya, namun hatinya belum siap menerima siapapun lagi.

Jira akui selama ini yang selalu menemaninya, di masa-masa terpuruk adalah Jay, presensi pemuda itu tak pernah lepas dari penglihatannya. Apapun yang Jira butuhkan maka Jay akan senantiasa membantunya untuk menuruti. Padahal Jira pernah berkata agar Jay tidak perlu repot-repot menjaganya, tapi alih-alih repot pemuda itu malah menjawab “Gue nggak mau lo ngelakuin hal yang nggak-nggak lagi. Biarin gue jagain lo sampe bener-bener membaik.”

Dan Jira pun merasa jika dirinya kini kian membaik, pikirannya tidak terlalu terbebani tentang masa lalunya. Meski terkadang, bayangan masa lalu itu masih sering terlintas dipikirannya namun Jira juga berusaha untuk menepis jauh-jauh kejadian itu— juga nama pemuda itu di otaknya.

Semua berkat Jay, karenanya, Jira dapat menjauh dari masa-masa terpuruk itu, gadis itu juga tak kehilangan kasih sayang dari siapapun meski harus kehilangan satu-satunya pemuda yang dulu amat begitu ia cintai.

Jira jadi ingat dengan kata-kata Jay beberapa waktu lalu.

Belajar ikhlas dan memaafkan atas semua yang telah terjadi, dan Jira menerapkan itu semua.

“Nah gitu dong, harus ikut. Jangan kayak anak rumahan banget, mendem terus.” kelakar Jay membuat Jira reflek tertawa manis. Jay jadi semakin jatuh cinta kalau begini caranya.

“Iya, iya, lagian gue nggak bakal keluar rumah kalau lo berdua nggak ngajak pergi.” kilah Jira tak mau kalah.

Yang diseberang justru hanya tersenyum-senyum sendiri membayangkan wajah gadis itu.

“Ya udah gue tutup, ya. Gue jemput jam tiga sore nanti, harus rapi dan cantik nggak mau tahu!”

“Siap, pak bos!”

Love(sick) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang