01 | switched

372 31 17
                                    

Malam itu, si Jago Merah melahap sebuah mobil kijang tua yang terparkir lima meter dari parkiran minimarket. Hal tersebut berlangsung bersamaan dengan suara sirine pemadam kebakaran yang saling bersahutan dengan suara keramaian khalayak, para saksi kejadian tersebut. Seharusnya, Asoka melakukan sesuatu. Entah itu menangis, berteriak, atau mungkin berlari ke arah mobil yang hampir ludes oleh si Merah sejak kejadian itu bermula.

Tapi dari semua hal yang disebutkan barusan, Asoka hanya termenung di teras minimarket seraya mengeratkan pegangan tangannya kepada Tenggara, kakaknya. Seluruh tubuhnya terasa kaku. Padahal jika dia pikir-pikir lagi, lima menit yang lalu, semuanya masih baik-baik saja. Dia masih sibuk membaca novel KKPK hadiah dari Tenggara di hari ulang tahunnya kemarin, Ayah dan Ibu yang masih asik karokean lagu keroncong Betawi, serta kakaknya yang asik mendengarkan musik mp3 melalui headset—yang saat itu sedang ngetren di kalangan anak remaja Ibu Kota.

Tapi tiba-tiba semua berubah kala Asoka merasa haus dan merengek minta minum. Ayah pun memutuskan untuk menepi di depan minimarket dan menyuruh Tenggara untuk menemani si bungsu sekaligus satu-satunya anak perempuan di keluarga beli minuman. Kata Ayah, dia dan Ibu masih mau lanjut nyanyi si Doel Anak Betawi. Nostalgia soundtrack sinetron era tahun 90-an.

Di saat Tenggara selesai membayar belanjaan, dan saat itu pula ledakan pun terjadi. Cukup kencang hingga membuat beberapa motor bebek yang terparkir di parkiran terpental dan merusak kaca minimarket. Asoka maupun Tenggara terkejut bukan main. Cowok berusia 15 tahun itu seketika menarik tangan adiknya untuk keluar dari minimarket.

Suasana berubah menjadi ricuh, beberapa orang dengan sigap menahan mereka berdua untuk tidak mendekat. Pemadam kebakaran segera datang, orang-orang sekitar pun berusaha untuk memadamkan api dengan cara manual.

Tapi, siapapun yang melihat, sekalipun Asoka yang masih berusia 8 tahun pun, bisa menilai jika ledakan itu sangat fatal. Bagaimana nasib ibu dan ayah yang masih berada di dalam mobil?

"Asoka."

Yang dipanggil tidak menyahut. Asoka terlalu larut dengan luapan api yang melambung tinggi, seakan-akan menghipnotis dirinya untuk segera terlelap. Kepalanya pun mulai terasa pusing, membuat tubuhnya ambruk dan tak sadarkan diri.

Hingga saat dia membuka mata, semuanya berubah total. Kobaran api, keramaian, serta suara sirine berubah menjadi senyap digantikan dengan tembok putih gading serta tirai coklat susu. Asoka menghela napasnya lega. Mimpi itu kembali lagi. Layaknya tamu rutin yang datang setiap minggu.

Cewek berambut sepunggung itu menyibak selimutnya dan turun dari ranjang. Ponsel yang dia taruh di nakas bergetar.

"Halo, Ci?"

"Schedule lo dirombak habiba, Bok!"

Suara ngondek milik manajer sekaligus asistennya itu terdengar dari seberang sana. Asoka terdiam, dia menoleh ke arah cermin di meja rias, mendapati dirinya yang mengenakan tank top serta celana pendek—style andalannya jika sedang berada di rumah—kemudian mendongak ke jam dinding yang menunjukkan angka 6 lewat 45 menit.

"Terus?"

"Company parfum yang ngajria kerja sama minggu lalu ngebatalin kontraknya. Jedong eike atur ulang."

Butuh tiga detik bagi Asoka untuk mencerna kalimat manajernya itu. "Hah?!"

"Iye, Eike paham pastiles lo kaget. Tapioka nih, ye Bok, pas doi selesai batalin kontrak, adinda brand baru yang ngajakin kerja sama."

"Terus?"

"Lah, lo ngiming 'teras-terus-teras-terus' dikira tukang parkir, Bok?!"

White ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang