Silla turun dari motor Skala ketika mereka sudah sampai di depan pintu gerbang rumah Silla. Silla segera melepaskan helm milik Skala.
"Ini Kal, makasih yah." Ucap Silla.
"Simpen dulu, ribet kalo gue bawa, besok gue ambil." Balas Skala, membuat Silla bingung. Skala menyuruhnya untuk membawa helm ini ke sekolah besok? yang benar saja.
Skala terkekeh. "Besok gue jemput Silla..."
Sialan, Skala ini emang jago banget bikin jantung Silla panik. Silla cuma bisa ngangguk, gak ngomong lagi. Speechless.
Setelahnya Skala menancap gas motornya lalu menjauh dari area rumah Silla. Saat Silla memasuki rumahnya, disana hanya ada perabotan rumah dan kesunyian. Tidak ada orang yang menyambut kedatangannya. Tidak ada ayah, ibu, atau keluarganya hanya ada pembantunya yang akan datang untuk melakukan beberapa pekerjaan rumah saja, lalu kembali pulang.
Rumah ini cukup besar untuk Silla, tapi tidak benar-benar besar seperti rumah yang sering muncul di sinetron itu. Rumah sederhana untuk Silla sendiri.
Silla punya ayah? Ya dia punya, Silla punya ibu? Tentu. Ayahnya seorang pembisnis yang ambis dan ibunya seorang wanita karir yang bergelut di bidang busana dengan cabang butik dimana-mana. Mereka sangat, sangat, dan sangat sibuk dengan pekerjaannya itu. Melepas Silla seakan gadis itu tidak dibutuhkan, Silla tidak mau mengeluh soal ini, selama hubungan mereka masih tetap sepasang suami-istri.
Terlepas dari itu semua, Silla tidak pernah menuntut pada orang tuanya yang seakan-akan tidak menganggapnya. Kerena bagaimana pun, hidupnya sekarang masih mereka yang bertanggung jawab, hak Silla untuk mengenyam pendidikan masih mereka penuhi, hanya hak kasih sayang yang tak Silla rasakan. Tak apa.
Lagipula ibunya masih sering mengunjunginya beberapa bulan sekali.
Silla menghela nafasnya lalu terduduk di sofa. "Gue laper."
Tak lama suara hujan terdengar deras dari luar, suara yang paling Silla benci. Ia tidak suka hujan, karena baginya hujan itu layaknya pengganggu. Jika Silla jabarkan pasti panjang, sangat. Hujan terlanjur menjadi sesuatu yang harus Silla benci di hidupnya, alasan pastinya Silla sendiri tidak mengerti.
Tok! Tok! Tok!
Atensi Silla teralihkan oleh ketukan di pintu. Siapa yang datang ke rumahnya saat hujan deras begini? Tak ingin menebak-nebak ia pun segera bangkit dan membukakan pintu rumahnya.
"Astaga, Lo ngapain?!"
Silla beneran gak bisa untuk gak kaget. Ya jelas si, mau gak kaget gimana? Lagi hujan seperti ini tiba-tiba kedatangan mahluk hidup yang sekarang malah cengengesan depan Silla.
"Hujan Sil, ikut neduh."
Silla menarik nafasnya panjang, Shaka memang mahluk hidup paling aneh yang pernah Silla temui. Jika bukan karena kasihan Silla tidak mau menjamu Shaka, ia tidak akan lupa apa yang Shaka lakukan padanya di parkiran sekolah tadi begitu saja!
KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom ; Park Jisung
Novela Juvenil"Izinkan pemuda tak sempurna ini, mencintaimu sesempurna mungkin." _____ Don't copy my story! ©bllueskky