Silla menyilangkan lengannya di dada, menunggu penjelasan dari apa yang sedari tadi ia tanyakan. Tentang perban yang melingkar menutupi setengah lengan Shaka dan plester yang tertempel di dagu milik Shaka.
"Gimana kejadiannya?" mulut Silla berujar, Shaka yang masih setia di ranjangnya hanya menggigit bibir tanpa alasan.
"Kan gue udah jelasin Sil—"
"Gue gak nanya ke Lo, Haikal." Silla memotong kalimat pemuda yang jelas belum selesai itu. Silla kesal padanya, gila saja, Shaka seperti ini di sebut masuk angin.
Melihat itu mereka yang berada disana hanya bisa menahan tawa.
"Biasalah, lawan main futsal Minggu kemarin rada pake ilmu silat." Jelas Shaka.
Haikal terkekeh. "Oh si eta! Barudak si Aldi? Main futsal teh pake ilmu beladiri segala anjir!"
Shaka dan Haikal larut dalam tawa mereka, menceritakan tentang teman-teman Aldi ini.
"Ditambah Shaka jatuh di perempatan jalan waktu nganterin Lo, Silla." Ujar Maxim, terdengar nada tak suka di setiap kata yang ia ucapkan.
Semua mata langsung tertuju pada pemuda itu, Shaka sempat kaget tapi memilih diam. Silla sebenarnya sedikit tersinggung dengan nada yang keluar dari mulut Maxim.
"Coba kalo waktu itu Shaka ga nganter Lo."
Kalimat yang barusan cukup membuat Silla tersulut emosi. "Lo punya masalah apa sih sama gue, Max?"
Lelaki itu tak menjawab. Haikal yang mengerti keadaan pun mencoba mendinginkan suasana yang sempat memanas karena alasan yang tidak jelas.
"Ei ei, santai atuh... Kita teh lagi jenguk orang sakit, masa kalian gelut." Ucap Haikal.
"Bener, Lagian luka gue gak parah banget, besok juga gue udah bisa sekolah." Jelas Shaka.
Selanjutnya hanya di isi obrolan ringan, Silla sendiri hanya fokus pada handphonenya. Gadis itu tak sadar jika Shaka terus memperhatikannya, mata teduhnya tak ingin beralih dari gadis yang sudah seminggu tak ia temui. Shaka merindukannya. Teramat sangat.
Silla yang merasakan ada yang memperhatikan mulai menjauhkan pandangannya pada gawai miliknya, Shaka menjadi objek pertama yang Silla pandang.
Alis Silla terangkat. "Apa?"
Ibu jari Shaka bergerak menuju arah jendela, keluar jendela. "Mau keluar?"
Silla mengangguk antusias, Shaka mulai beranjak dari tempatnya. Tangannya menarik Silla, tentu kejadian itu tak lepas dari pandangan teman-temannya di sana yang sepertinya kini merasa jadi nyamuk.
"Najis, bocah kasmaran." Ucap Maxim julid.
Haikal seketika tertawa. "Butuh kaca A? Lo juga sama anjir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom ; Park Jisung
Fiksi Remaja"Izinkan pemuda tak sempurna ini, mencintaimu sesempurna mungkin." _____ Don't copy my story! ©bllueskky