Hari ini, Niko dengan senang hati membawa Jake kerumahnya. Ini juga keinginan dari sang Adik, Niki. Lelaki itu sangat ingin tahu tentang Jake yang dicintai oleh Kakaknya itu. Ingin tahu sifatnya, perawakannya, bahkan sampai ingin mencari tahu bahwa siapa yang paling tampan diantara mereka berdua.
Cih, Niko akan tetap menjawab bahwa Jake yang paling tampan.
Namun Niki dan Ibunya masih dalam perjalanan ke rumah. Keduanya tidak ada di rumah dan berakhir Niko hanya berdua dengan Jake.
Jake meletakkan plastik di pantry— sedikit makanan yang ia beli di toserba untuk mengisi kulkas Niko di rumah. Netranya sesekali menyorot pada Niko yang sedang asik dihadapan tv. Sepertinya gadis itu lapar, jelas sekali dari air wajahnya. "Niko?"
Niko menoleh sebentar. Dengan malu-malu ia menghampiri Jake yang sedang menyiapkan bahan-bahan di pantry. "Apa nggak ngerepotin kalau lo masak?" Tanyanya gugup. "Biar gue aja."
"Nggak apa. Saya mau buat masakan yang kemarin saya pelajari di rumah. Boleh?" Jake menatap Niko canggung. Jantungnya kembali berdegup kencang ketika menatap gadis itu. Sial, seharusnya tidak sekarang, batinnya bergejolak. Ketara sekali bahwa ia sangat gugup saat ini.
"Boleh, Sir."
Jake sibuk menyiapkan makan siang untuk pemilik rumah. Niko merekomendasikan bahwa Meat Pie bisa dijadikan makan siang. Itu juga kesukaan Niko dan Niki, jika Ibu bertanya tentang makan siang. Bau daging panggang tercium gurih, menggugah selera makan Niko yang belum makan.
Niko memandangi Jake yang cekatan menyiapkan bahan makanan, seperti chef professional. "Mau di bantu? Kayaknya sibuk banget nih, Chef." Ucapnya diakhiri tawa kecil.
"HALOOOO!" Seru Niki riang. Ia datang dari luar rumah dan masuk dengan berlari menghampiri Niko yang asik di pantry. "Ih... Beneran dateng?" Tanyanya berbisik pada Niko.
Niko mengangguk, ia tertawa malu-malu pada sang Adik. "Dah, sana!" Titahnya sembari mendorong Niki.
"Eh... Ada orang, ya." Ucap Ibu membuat seluruh atensi mengarah padanya. Ia lebih menatap Jake yang sangat asing wajahnya. Masih setia tersenyum, ia menghampiri Niko dan Jake di pantry. "Haloo, namamu siapa?"
Jake meneguk salivanya kuat-kuat, ia terlalu canggung dengan paruh baya. Terlalu takut mengatakan hal yang tidak-tidak, takut tidak sopan. "H-halo. Saya Jake."
Ibu mengangguk. Ia juga menoleh pada Niki yang sudah bertepatan disebelahnya sembari menaruh dagunya dipundak sang Ibu. "Tampan, ya?" Tanyanya ke Niki. "Kalian bertemu dimana?"
Niko mengerjapkan mata berkali-kali. Sesekali ia menatap Jake. "Ummm, kita ketemu di The Wheel. Udah empat kali ketemu, tapi baru seminggu ini kita kenalan, Bu." Jawab gadis itu seadanya.
"Bagus juga kamu nyari cowok." Goda Ibu yang membuat kedua insan itu tersipu malu.
Mereka melanjutkan memasak. Kali ini Niko membantu memotong beberapa sayuran. Dari samping, ia bisa melihat wajah Jake yang menahan tawa setelah kepergian Ibu. Namun gadis itu malah salah fokus berakhir menatap rinci wajah Jake. Rahang tegas, mempunyai sudut bibir yang menawan, bahkan hidungnya yang seperti papan seluncur.
Beberapa saat Niko terdiam sembari menahan senyumnya, menikmati keindahan wajah lelaki itu. "Apa lo nggak pernah sadar punya muka ganteng?" Tanyanya tanpa sadar. Setelah sadar, ia langsung kikuk dan menyibukkan diri di hadapan kulkas. "Sorry, sorry, gue keceplosan."
"Nggak apa." Jake membalikkan badan, menatap Niko yang sudah duduk dihadapan kulkas tanpa alas. Ia tersenyum lepas sembari menatap gadis itu dengan lembut. "Kenapa? Kamu mulai terpesona sama saya?"
Niko berusaha menguasai dirinya. Ia berdiri dan kembali memotong sayuran. Ia sesekali melirik Jake sembari memainkan kedua bibirnya. "Kalau iya, apa boleh?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.