"Kenapa suka naik gunung?" Alana mencoba mencairkan suasana dengan mengajak Adrian mengobrol.
"Karena suka aja. Banyak orang beranggapan bahwa mendaki gunung adalah untuk menaklukan puncak gunung tersebut, namun sejatinya naik gunung itu adalah perjalanan menaklukan diri seorang manusia itu sendiri."
"Perjalanan naik gunung merupakan sebuah dorongan untuk keluar dari zona nyaman." Adrian menambahkan.
"Gimana? Seneng naik gunung?" Gantian Adrian yang bertanya.
"Aku naik kamu, bukan naik gunung."
Adrian mengerutkan dahi mendengar jawaban absurd yang keluar dari mulut Alana secara spontan.
"Apa?"
"Eh, seneng. Seneng banget." Alana segera meralat jawabannya.
"Kenapa?"
"Karena ada kamu." Lagi dan lagi Alana menjawab tanpa berpikir.
"Hah?"
"Maksud aku, alasannya sama kayak kamu."
Alana salah tingkah karena dari tadi bicara tak jelas, membuat dirinya tampak bodoh di depan Adrian.
"Kamu pernah naik gunung mana aja?" Alana mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Banyak, ada gunung Rinjani, Bromo, Merapi ...."
"Himalaya pernah?"
"Belum. Sebenarnya itu impian terbesar aku setelah menaklukan Jayawijaya."
Diam sesaat, Alana terkantuk-kantuk berada dalam gendongan Adrian. Ia merasa nyaman bagai tidur dalam gendongan mamanya saat masih bayi. Ditambah hawa pegunungan yang sejuk. Samar-samar ia bisa mendengar ucapan Adrian.
"Aku harap suatu saat bisa mendaki gunung bersama kamu, hanya kita berdua."
Seketika Alana membelalakkan matanya. Kantuknya hilang entah ke mana. Ia memasang telinga baik-baik, berharap tak salah dengar.
"Apa? Apa? Gimana?"
Adrian kaget ternyata Alana belum tidur, tadi ia mengira Alana sudah tidur karena tak mendengar celotehan gadis itu, Alana bahkan mengabaikan pertanyaan darinya.
"Oh, enggak. Tadi saya bilang semalam nggak bisa tidur, tenda saya bolong jadi banyak nyamuk."
Alana tersenyum melihat Adrian yang salah tingkah memberi penjelasan padanya. Tenda bolong, ya? Alana tersenyum penuh arti.
***
Alana turun dari gendongan Adrian dengan muka berseri-seri. Tadi Adrian sempat menanyakan instagramnya, artinya cowok itu ingin menghubunginya lebih lanjut.
Edgar curiga melihat ekspresi aneh Alana. Sedikit-sedikit gadis itu tersenyum, sedikit-sedikit menggeleng. Alana bahkan tak menyadari kalau Edgar sudah berdiri di dekatnya.
"Lo kenapa?" tanya Edgar.
"Nggak papa." Alana menjawab gugup, nanti saja ia bercerita pada Edgar kalau sudah sampai di rumah.
"Yakin? Kelihatannya lo hepi banget?"
"Mungkin karena kaki gue udah nggak sakit. Nih, nih ... Udah sembuh 'kan?" Alana menggerakkan kakinya di depan Edgar.
"Obat dari dokter Adrian ampuh juga, ya?" Edgar tertawa mengejek.
"Mak-maksud lo?"
"Gue lihat sepanjang perjalanan kalian ngobrol."
Pipi Alana otomatis bersemu merah, ia teringat percakapannya dengan Adrian selama dalam perjalanan. Cowok itu bahkan tak mengeluh capek sama sekali saat mengendongnya.
"Iya, dia tadi nanya ke gue? Mau nitip apa, minggu depan di mau ke Bromo." Alana berujar malu-malu.
"Kalian udah akrab?" sindir Edgar.
"Bisa dibilang gitu, ternyata orangnya baik juga. Nggak sejahat yang gue duga."
"Baguslah." Edgar tersenyum dipaksakan, ia berjalan mendahului Alana.
"Karena lo udah sehat, bawa sendiri ransel lo. Gue capek."
Alana heran melihat tingkah Edgar yang tiba-tiba berubah. Terlihat seperti merajuk, tapi karena apa? Alana menggaruk pelipisnya karena merasa kemusuhan.
***
Seminggu sejak acara camping di gunung Putri berlalu. Adrian sesekali mengirimi Alana pesan melalui DM. Hanya pesan biasa, lagipula Alana juga tak berharap cowok sepertinya bisa romantis.
Lagipula dia siapa bagi Adrian? Pacar bukan, istri bukan. Tidak tau diri. Beberapa hari ini Adrian hilang tanpa kabar. Alana sudah mengirimkan pesan, belum dibuka.
Ia merasa khawatir kalau-kalau ia menjadi korban PHP dari Adrian. Dasar tukang ghosting! Membuat Alana resah saja.
Alana sudah berusaha menasehati dirinya sendiri, agar tak terlalu berharap pada Adrian. Akan tetapi kenangan tentang 'kunang-kunang' itu selalu saja menghantuinya.
Argh! Meresahkan ....
"Lan, ada yang nyari di depan." Alana bangun dari tidur siangnya karena panggilan bundanya.
"Siapa, Bun?"
"Cowok, ganteng deh."
"Masa?"
Alana tak yakin dengan keterangan bundanya. Biasanya bundanya sering mengerjainya, sudah antusias berlari ke luar taunya yang datang Edgar, Cahyo atau Juki. Biasanya setelah itu bundanya akan tertawa jahil.
"Pasti ngerjain, nih?"
"Enggak, liat dulu."
Dengan ogah-ogahan Alana pergi ke ruang tamu. Awas saja kalau yang datang teman-temannya.
"Lana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Cinta
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.