Bab 11 (Murka Dalam Duka)

96 19 4
                                    

“Aku takjub dengan perihal orang yang beriman.. Semuanya ada kebaikan.. Tidak ada suatu kebaikan pun kecuali hanya untuk orang yang beriman.. Apabila diberikan sesuatu nikmat, dia akan bersyukur.. Maka itu baik baginya.. Apabila diuji dengan suatu ujian, dia akan bersabar.. Maka itu juga baik baginya..” (HR. Imam Muslim)

♥️♥️♥️

Selamat malam, assalamu'alaikum. Malam ini aku akan update tiga bab sekaligus karena untuk mengejar deadline pribadiku. Sebenarnya tadi selesai ngetik tiga bab tuh sekira jam dua siang, hanya saja pas mau upload malah kebentur:
1. Belum Edit
2. Harus ke barbershop
3. Bukber bareng keluarga kecil Kakakku
4. Belum nyari referensi hadist
5. Ngobrol banyak sama temen yang bikin lupa waktu, gubrak!

Nah, malam inilah baru sempet. Nggak pa-pa lah ya update menuju jam 23:00, yang penting cerita Varadissa terus berlanjut. Berdosa rasanya menggantung cerita ini pas Vara lagi dapat musibah karena kehilangan Abah.

semoga kalian masih pada melek ya, Mantemans!

Yawis gitu saja ...

Happy Reading!

♥️♥️♥️

"Vara! Hiks!"

Vara kedatangan Muslikah pukul 15:00 ketika jenazah Abah akan segera dishalatkan di masjid terdekat usai dibacakan yasin oleh keluarga Vara. Karena kebanyakan keluarga Vara tinggal di Bandung, mulai dari sanak-saudara dari pihak Abah maupun pihak Ummi, Vara banyak terbantu oleh mereka. Selain itu, walau sedang dalam masa pandemi, para tetangga juga berdatangan tumpah ruah untuk membantu semua prosesi pengurusan jenazah Abah karena semasa hidup Abah dikenal sebagai orang yang bagus dalam bermasyarakat. Tentu semuanya tetap mematuhi protokol kesehatan.

Dengan air mata terus berderai, Varadissa memeluk Muslikah, membuat Muslikah semakin sesenggukan.

"Aku nggak tahu lagi arah hidupku bila hidup tanpa Abah di sisiku, Mus. Hiks!"

"Aku tahu kamu kuat, Var. Aku turut berduka ya. Hiks! Hidup masih panjang, jangan khawatirkan yang belum terjadi, khawatirkan diri kamu saat ini. Aku yakin Allah lebih sayang Abah kamu untuk berada di sisi-Nya. "

Vara lalu mengajak Muslikah masuk ke rumah untuk mengambil mukena karena shalat jenazah sudah disiarkan akan segera dimulai.

Ketika memasuki rumah, Muslikah langsung mendekap Lissa yang baru siuman dari pingsannya karena menyesali kepergian Abah. Gadis itu seperti sudah kehabisan air mata hingga yang tersisa hanya sesenggukannya saja.

♥️♥️♥️

Vara mengelap air matanya usai mengikuti shalat jenazah berjamaah. Prosesi selanjutnya adalah pengantaran jenazah Abah menuju pemakaman di samping Ummi. Namun karena ada kerabat Abah yang belum tiba dari Ujung Berung, maka masyarakat dan keluarga yang lainnya masih menunggu.

Vara pamit ke Muslikah sebentar untuk menemui Lissa yang malah mengurung diri di kamar dan tidak mau bertemu banyak orang, Muslikah pun mengangguk dan duduk ditemani Bibinya Vara di serambi masjid. Sahabat Vara itu tadi sempat bercerita kalau putri kecilnya ditinggal di rumah mertuanya, jadi ia punya banyak waktu untuk menemani dukacita Vara.

Klek!

Sesampainya di depan kamar Lissa, Vara langsung membuka pintunya. Lantas, didapatinya sang adik termenung di depan cermin rias dengan wajah sembab.

"Siap-siap ke pemakaman, Liss," ucap Vara lembut seraya mendekat. Dibelainya rambut panjang adiknya penuh kasih sayang.

Lissa menggeleng. "Lissa nggak pantas ikut ke pemakaman orang sebaik Abah, Teh. Andai Lissa nggak pernah kenal yang namanya Doni, mungkin Lissa nggak akan hamil."

Plack!

Refleks Vara melotot dan menampar pipi Lissa sekuatnya hingga adiknya meraung. "Astagfirullahaladzim, Lissa! Sadar kamu, Liss, sadarrr! Kamu tahu, dengan membahas itu dan sampai semua orang tahu, itu tandanya kamu lebih menyakiti alhamarhum Abah?! Ingat baik-baik Liss, Abah sampai meninggal karena memikirkan bagaimana aib ini bisa ditutupi, tapi kamu malah seenaknya membahas hal itu pada hari kematian beliau. Mana rasa hormat kamu ke Abah? Mana?! Istigfar kamu Liss! Istigfar!"

Emosi Vara dalam menghadapi Lisa sudah memuncak, bahkan saking jengkelnya ia menampar pipi Lissa lagi walau akhirnya ia langsung menyesal dan memeluk Lissa erat-erat.

Tangis Lissa menderu lagi, namun berusaha ditahan. "Maafin, Lissa, Teh. Maafin Lissa. Hiks!"

Air mata Vara mengalir deras, dikecupnya ubun-ubun Lissa karena pikirannya sedang runyam, namun malah diperparah oleh sikap adiknya.

"Teh. Dosa Lissa sudah sebesar apa ya ke Abah, sampai beliau meninggal? Hiks! Ya Allah, Lissa kayaknya mau mati saja menyusul Abah. Lissa nggak kuat dengan masalah-masalah ini."

Mendengar itu, kali ini Vara menangkap kedua pundak Lissa dan menggoncangnya kuat-kuat. "Ya Allah ya Kariiim! Kamu itu kalau ngomong dijaga, Lissa! Ucapan kamu bisa jadi doa dan dilaknat Allah," geram Vara. "Di perut kamu itu ada kehidupan calon anak kamu, kalau kamu mati, memang akan semudah itu kamu bertemu Abah? Justru Allah akan menyiksa kamu bertubi-tubi. Astagfirullah, sumpah Teteh capek ngadepin kamu, Liss! Mulut kamu kayak orang nggak berpendidikan saja, padahal Abah menyekolahkan kamu di sekolah terbaik!"

Lissa terus menangis.

"Sudah, ambil kerudungmu, Liss. Ikut Teteh sekarang."

Lissa pun mengangguk-angguk.

Tok tok tok!

Tiba-tiba pintu ruang tengah diketuk seseorang.

"Neng Vara!" Suara tetangga dekat rumah Vara mengalun, memanggil-manggil Vara.

"Ya, Bu Siska!" Jawab Vara cepat.

"Neng! Ada tamu nyari-nyari Eneng!"

"Siapa, Bu? Kerabat Abah bukan?"

"Bukan, Neng. Orangnya seumuran Eneng. Pria. Datang dari Cikutra!"

Deg!

Jantung Vara terasa berhenti berdetak.

Da-damareza?

BERSAMBUNG …

Lunas 1/3 ya babnya, Mantemans. Bab berikutnya kusegerakan, jangan tidur dulu ya.

Terima kasih sudah membaca bab ini, drop vomment yang banyak biar author semangat ngetik sampai tuntas ya.

Sampai jumpa di bab berikutnya!

Wassalamu'alaikum!

SUJUDKU KARENA CINTA ✓ (Selesai - Lengkap - Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang