Bab 10 (Allah Berkata Lain)

119 21 9
                                    

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (QS. Al Isra: 23)

♥️♥️♥️

Bismillahirahmanirahiim …
Assalamu'alaikum, selamat siang. Lebaran tinggal menghitung hari saja nih, masih semangat puasanya kan? Semoga selalu semangat ya!

Mari dilanjut kisah Varadissa-nya, semoga bab ini bisa dipetik hikmahnya ya.

Selamat membaca dan jangan lupa tap bintangnya dulu ya ...

♥️♥️♥️

Varadissa menengadahkan kedua telapak tangannya siang ini di samping pusara umminya di kawasan Rajawali, Pasirkaliki, Bandung. Abah melantunkan doa ziarah dan Vara mengaminkannya, namun sejak tadi pikiran Vara justru terbayang pada kejadian dua malam yang lalu.

"Saudara Doni harus mu'alaf dulu sebelum pernikahan berlangsung."

Momen saat Abah mengucapkan itu, membuat Vara menangis haru, pasalnya malam itu juga Doni menyanggupi persyaratan Abah, hanya saja dia butuh waktu sampai beberapa hari ke depan untuk mengucapkan sumpah syahadat. Malam itu seisi ruangan dipenuhi keterharuan, apalagi ketika tiba-tiba Doni memeluk Abah dan menangis, dan malam itu juga Abah langsung mengucapkan: Saya telah memaafkan, namun tanggung jawab tetaplah tanggung jawab.

Doni mengangguk-angguk, lalu setelahnya malam itu dilanjut obrolan Abah dan Damareza tentang akad dan lain sebagainya yang rencananya akan dilangsungkan setelah idul fitri.

"Ayo, Var, ditabur bunganya." Suara gemetar Abah membuyarkan bayangan Vara soal obrolan malam itu.

Vara pun segera mengusap wajah tanda berdoa telah selesai, ia lantas meraih keranjang bunga mawar di sampingnya dan menaburkannya di atas makam Ummi.

Dua hari terakhir ini Abah memasrahkan warung basonya ke dua pelayannya, beliau tidak berangkat karena tidak enak badan. Kemarin Vara sempat mengantar Abah check-up, dokter bilang tensi Abah sedang naik, jadi harus banyak istirahat dulu sampai obat yang diresepkan habis diminum.

"Var."

"Iya, Abah."

Setelah selesai menabur bunga, Vara dan Abah bergegas meninggalkan pemakaman sambil mengobrol, selain itu sekalian Vara menunggu taksi pesanannya. Mereka memang hanya berdua, tanpa Lissa sebab gadis itu tengah sibuk menjalani ulangan secara daring.

"Apa pendapatmu soal keluarga Doni, Var?"

Vara tersenyum. "Keluarga yang mengalami ketimpangan. Keluarga yang kehilangan arah karena melanjutkan hidup tanpa kedua orang tua. Itu yang Vara lihat, Bah."

Abah duduk di bangku besi tempa dekat trotoar depan pemakaman, menunggu taksi. Tatapan beliau menerawang di antara deretan penjual bunga. Menjelang idul fitri, pedangang bunga mawar tampak ramai pembeli. "Sama ketimpangannya dengan keluarga kita sejak Ummi meninggal ya, Var? Sepertinya Abah gagal jadi orang tua yang bertanggung jawab."

Vara pun ikut duduk, diusapnya tangan beliau. "Jangan terlalu berpikiran seperti itu, Abah. Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri juga. Vara menjadi saksinya, Abah sudah melakukan yang terbaik sejak Ummi pergi. Soal Lissa, kita hanya sedang lengah mengawasinya, Bah. Di luar sana, banyak kok remaja yang punya orang tua lengkap tapi tetap punya perilaku menyimpang. Awalnya Vara juga merasa begitu, gagal menjadi seorang Kakak yang harusnya menjaga Lissa baik-baik, namun setelah Vara pikirkan ulang, Allah memang sedang menguji kita dengan kenakalan masa remaja Lissa, Bah."

SUJUDKU KARENA CINTA ✓ (Selesai - Lengkap - Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang