Nathan tertegun, mengamati punggung yang ada di depannya.
Ia yakin betul, sebelum adanya luka-luka itu, Sean adalah pria paling cantik yang pernah ia lihat. Kulitnya yang halus dan bersih, matanya yang kecil, hidungnya yang bangir, bibirnya yang ranum memerah. Jika diibaratkan, pria itu bak boneka porselen yang diberi nyawa.
"Kau indah."
"Terima kasih, Nathan."
Kemudian sunyi, hanya terdengar kecipak air di kala Nathan mencelupkan sepotong kain pada mangkuk berisi air. Kemudian kain basah tu ia oleskan pada segaris luka cambuk di punggung Sean, dan beralih menuju garis lain-lainnya.
"Bisa-bisanya mereka menyiksa manusia seindah ini. Dasar para binatang."
Sean tertawa getir. "Bagaimana lagi, Nathan? Apa aku punya hak untuk angkat bicara dan memilih?"
Baik keduanya tahu persis apa jawabannya; tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chanson d'exil [namjin]
FanfictionNathan, seorang pria yang bekerja sebagai sipir tahanan mendapati ruang sel yang ia jaga tidak kosong seperti biasanya. Selnya kedatangan penghuni baru, seorang pria separuh bangsawan. Konon katanya ia dijebloskan karena tuduhan menyukai sesama jeni...