1. New Moon
====================================
"Aku memancarkan cahaya dalam gelap.
Berusaha agar mereka percaya
bahwa di sini terang, tidak gelap."
====================================
Manusia adalah makhluk sempurna ciptaan Sang Kuasa. Namun tetap saja, manusia bukanlah definisi kata sempurna yang sesungguhnya. Sesempurna apapun, manusia tetap hanya makhluk biasa yang pastinya memiliki kekurangan.
Sama halnya dengan gadis bernama Bulan. Ia hanyalah seorang manusia yang tentu saja memiliki kekurangan. Namun, sosoknya selalu menjadi definisi kata sempurna dimata orang-orang. Cantik, pintar, kaya, dan bahagia, begitulah pikir dan penglihatan mereka.
Nyatanya, jika diibaratkan, hidup Bulan hanyalah sebuah film yang indah dilihat, tanpa mereka semua tau apa yang terjadi dibalik layar. Kesedihannya selalu tertutup oleh senyum manis, lelahnya selalu tertutup oleh berbagai prestasi, dan lukanya tertutup oleh kata baik-baik saja.
Sejatinya, Bulan hanya manusia cacat yang terlalu dituntut untuk menjadi sempurna. Hidupnya yang terlihat sempurna itu dibalut luka yang tak terlihat oleh mata manusia. Hanya Tuhan yang tahu jelas rasa sakit di hatinya. Dan hanya Tuhan yang dapat menyembuhkan lukanya.
Pagi di rumah Bulan tetaplah sama. Anggota keluarga yang berkumpul bersama di meja makan. Sang kepala keluarga yang duduk dengan penuh wibawa di ujung meja, ditemani koran dan secangkir kopi panas. Sang istri yang duduk di samping kanan suaminya, mengambil lauk pauk untuk keluarga kecilnya. Si sulung Mentari duduk manis di samping kiri sang Ayah. Dan bungsu keluarga ini, Bulan, dengan tenang memakan sarapannya di sebelah sang Kakak.
"Aku selesai." Bulan berdiri dari kursi, menggunakan tas punggung yang tadi ia simpan di kursi sebelahnya.
"Tapi, makanan kamu belum habis," ujar sang Bunda mencegah putrinya pergi dari meja makan.
Belum sempat Bulan membuka mulut untuk menjawab, sebuah suara menginterupsi dan berkata, "sudah, Bun. Nanti Bulan telat." Kepala kelurga yang duduk diujung meja mencoba menjelaskan pada sang istri tercinta, dan kemudian tatapannya beralih untuk menatap putri bungsu kesayangannya. "Belajarlah dengan giat, banggakan Ayah dan Bunda."
Bulan mengangguk dan tersenyum. "Pasti," jawabnya, "kalau gitu Bulan pergi dulu."
"Hati-hati di jalan." Kali ini sang Kakak memperingatkannya. Kakak tersayangnya, Mentari.
Sosok Kakak yang hangat dan bersinar persis seperti matahari. Dan pada hakikatnya, bulan akan menghilang jika dihadapkan dengan matahari. Karena matahari terlalu cerah untuk bulan yang hanya dapat meminta cahaya dari matahari itu sendiri.
Sama halnya dengan hubungan persaudaraan mereka. Sang Kakak yang terlalu bersinar, dan sang Adik yang tersembunyi dibalik cahaya Kakaknya. Sendirian ditengah kegelapan.
Mendengar ucapan sang Kakak membuat Bulan tersenyum dan mengangguk. Tungkainya mengambil langkah menuju pintu utama, dan begitu membuka pintu, hazel nya mendapati satu mobil juga seorang pria paruh baya yang telah menunggunya.
"Selamat pagi, Nona," sapa pria paruh baya itu yang dengan sigap membukakan pintu untuk majikan mudanya masuk.
Bulan mengangguk sembari tersenyum manis. Dia adalah Paman Sam, orang kepercayaan sang Ayah yang telah diutus menjadi asisten pribadi Bulan. Bulan sendiri sudah menganggap Paman Sam dan istrinya—Bibi Nay, satu-satunya pelayan di rumah—sebagai bagian dari keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐥𝐚𝐰𝐥𝐞𝐬𝐬 [✓]
Teen Fiction"Apa salah jika aku memiliki kekurangan? Aku juga manusia." Bulan sabit itu selalu dipaksa menjadi sempurna seperti sang purnama. Dan saat ia terlihat seperti purnama yang sempurna, dengan adil Tuhan menjadikannya kembali menjadi bulan sabit. Karena...