Take 36

24 4 0
                                    

Eunbi terpaku memandangi tangannya yang penuh darah. Otaknya masih tidak menerima apa yang terjadi pada Sungyeol. Beruntung Rumah Sakit hanya berjarak beberapa menit dari tempat kejadian, sehingga Sungyeol cepat ditangani.

'Kenapa begini? Seharusnya tidak begini' hati Eunbi terus saja meracau. Kencan pertama yang tak terlupakan untuknya bukanlah seperti ini.

Daeyeol tiba di depan ruang operasi bersama dengan Kedua orangtuanya. Wajah mereka terlihat sangat khawatir.  Daeyeol menghampiri Eunbi yang tengah duduk di kursi tunggu.

"Apa yang terjadi? Bagaimana Hyung bisa mengalami kecelakaan?" tanya Daeyeol.

Eunbi masih diam, ia menatap ibu Sungyeol yang menangis. Tidak kuasa Eunbi bicara, ia merasa semuanya adalah kesalahannya.

"Eunbi-ssi!" panggil Daeyeol yang mulai kesal sebab tidak mendapat jawaban.

"Saat kami sedang bersepeda, Sungyeol melewati lubang, sehingga terjatuh. Sayangnya kepala Sungyeol mengenai batu cukup keras, jweseonghabnida, na ttemune," balas Eunbi.

Ibu Daeyeol lemas bersimpuh di lantai, sementara ayah Daeyeol mencoba menenangkan istrinya itu.

"Eomma, aku yakin Hyung akan baik-baik saja, kita harus mendoakannya,"kata Daeyeol menenangkan.

Rasa bersalah yang Eunbi rasakan begitu besar, sehingga membuatnya enggan beranjak dari sana. Padahal tungkainya sangat lemas, begitu pula tangannya yang gemetaran. Eunbi tidak tahu harus bersandar pada siapa.

Tiba-tiba ponsel Eunbi berbunyi. Panggilan dari Sungyoon.

Eunbi mengangkat panggilan itu dengan suara lemah.

"Yeoboseyo," jawabnya.

"Eunbi-ya, kau dimana? Sejak tadi tidak mengangkat panggilanku," ucap Sungyoon di seberang telepon.

"Sungyoon-ah, na eotteohke?" Kata Eunbi, tangisnya pun pecah saat itu juga.

Eunbi menceritakan apa yang terjadi kepada Sungyoon. Tanpa pikir panjang, Sungyoon segera menghampiri Eunbi di Rumah Sakit. Sungyoon tahu, Eunbi sangat ketakutan dan khawatir hanya dari mendengar suara Eunbi.

.
.
.

Hari berikutnya Eunbi selalu gelisah. Ia ingin berada di samping Sungyeol, namun banyak hal yang harus ia lakukan di kampus. Menjadi mahasiwa tingkat akhir sangat tidak mudah. Eunbi memilih duduk di salah satu kursi taman, melamun memikirkan kejadian yang menimpa Sungyeol. Sementara Sungyoon menghampirinya sambil membawa sekantong roti yang baru ia beli.

"Kau belum makan, kan?" kata Sungyoon sambil menyodorkan kantong plastik berisi roti tersebut. Kemudian ia duduk setelah Eunbi menerima bungkusan itu.

"Gomawo, tapi aku tidak nafsu makan," balas nya.

"Kau harus makan, kalau kau sakit, kau tidak bisa merawat Sungyeol nanti."

"Tidak apa-apa, aku tidak akan sakit. Setelah kelas ini, aku akan pergi menjenguk Sungyeol," tambah Eunbi

"Baiklah, biar kuantar," Sungyoon menawarkan tumpangan.

"Tidak apa, aku bisa pergi sendiri."

"Tidak, aku antar saja," kukuh Sungyoon.

"Tidak perlu, kau pasti sibuk, kan?"

Sungyoon paham dengan penolakan Eunbi, ia segera mencari topik lain sebagai jalan keluar. "Oh, aku harus mengumpulkan tugasku, aku pergi dulu."

Sungyoon bergegas pergi dari tempat itu, sambil melambaikan tangan sekilas.  Sementara Eunbi hanya membiarkannya. Eunbi melihat roti yang diberikan Sungyoon, "Beberapa saat nanti, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk memakanmu," kata Eunbi pada roti yang masih rapi terbungkus.

Eunbi melihat foto-foto di ponselnya yang ia dan Sungyeol potret saat kencan. Eunbi kembali sedih, namun kemudian ia sadar, sedih terus tidak akan menyelesaikan masalah. Ia menutup galeri ponselnya lalu menghirup napas dalam-dalam. Sedetik kemudian ia menyambar sebungkus roti dari Sungyoon dan melahapnya.

"Aku butuh energi untuk bersedih, tapi aku lebih butuh energi untuk merawat Sungyeol," ucapnya.

Secepat itu Eunbi berubah pikiran.

Beautiful GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang