Pernah aku tertidur di sore hari, lalu kembali bangun dan berjalan menuju teras rumah seperti biasanya. Kulihat kursi sebelah masih kosong, dan disana aku tersadar
" kepergiannya benar-benar nyata"1 bulan...
2 bulan...
6 bulan berlalu
Waktu berjalan lambat. Mentari bergerak memelan, seolah tak mau bintang menggantikan perannya. Hari hampir petang, namun senja masih terlihat elok di mata laki-laki yang kini duduk termenung ditemani secangkir kopi diatas meja. Memandang awan yang kian memudar, dan matahari yang perlahan berangsur tenggelam.
Saking lamanya ia duduk disana, kopi itu kian menjadi dingin. Rasanya masih sama. Tak ada yang berubah, tetap seperti racun. Atau mungkin lebih dari itu.
Senja, kopi, dan teras rumah.
Satu hal sederhana dari definisi nyamannya rumah yang membuat Nana betah berlama-lama disana. Membicarakan perihal-perihal klasik kehidupan dunia, bahkan sampai dengan banyak topik yang kadang memang tak perlu untuk dibincangkan.
Teras rumah masih tetap sama, kopi masih setia meski tertinggal beberapa ampasnya saja, dan matahari bahkan melambatkan dirinya agar Nana mampu lebih lama lagi duduk disana. Masih tak ada yang berganti, hanya saja pendengarnya sudah tak ada lagi.
Ia menghembuskan nafasnya perlahan, lantas berniat menyeruput kopi yang sudah berada dalam cekalan, namun urung begitu saja. Setelah setitik ingatan itu kembali datang.
Tentang hari itu....
" Mau nyicip?"
Ia menoleh cepat, lalu menggelengkan kepala melihat Nana menyodorkan segelas kopi yang masih utuh. Asap panasnya bahkan masih terlihat mengepul.
" Nggak ah. Kopi kok rasa ban gitu,"
Nana terlalu malas membuka mulut. Mengangguk saja ia percaya, barangkali Jovi pernah menyicip rasa ban itu seperti apa.
" Kasian tuh lambung dapet asupan pahit terus, pernah denger kan ada orang meninggal karena keseringan minum kopi?"
" Heleh itumah udah takdir namanya,"
" Ya jangan terlalu pasrah gitu lah. Masak mau mati sia-sia cuman karena kopi?"
" Ya terus mau gimana lagi?"
" Dikurangi aja pelan-pelan. Apa tega lihat orang-orang nangisin kamu gara-gara tuh ampas??"
" Abang ngomong kayak Nana udah mau meninggal aja, jadi takut"
" Ya ini biar kamu berhenti sedikit-sedikit. Inget, masa mudamu tuh masih panjang. Perjalanan juga masih jauh,"
" Perjalanan? Kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAM RUN
Fanfiction" Kira-kira kita bisa nggak berdiri di depan ratusan orang nanti?" " Kenapa cuman ratusan?? Jutaan aja bisa kok," " Gimana bisa?" " Gimana bisa apanya? Nggak ada sesuatu yang nggak mungkin di dunia ini," SEQUEL OF PAGE OF 365 -it's about our dreams...