" Mereka yang ngelakuin kenapa gue yang ikut malu??"
Jeje geleng-geleng kepala. Sesekali mencoba bersembunyi di balik bahu Chen yang ikut tertawa sebab ulah beberapa orang disana. Tiga manusia penyebab berkumpulnya orang-orang di tengah taman malam ini.
" Gitu-gitu juga abang lo,"
Andai Nana tak memaksa kedua anak ini ikut dalam aktivitasnya konyolnya, mungkin Jeje tak perlu menahan rasa malu sebab tingkah yang mereka perbuat.
Di tengah ramainya suasana malam minggu, suara merdu Rendy apik terdengar ke segala penjuru jalanan malam itu. Paduan yang sempurna antara gejrengan gitar bersamaan dengan tut piano yang dimainkan semakin menarik perhatian khalayak untuk datang.
Bukan karena lagu yang mereka nyanyikan untuk membuat Jeje malu, namun adanya banner kecil yang terpasang di cagak mic membuat beberapa orang disana tertawa. Sedangkan tiga orang yang terputus urat malunya itu malah semakin gencar mempromosikan tulisan dalam banner menggunakan toa.
Yth. Bapak Ibu Staff Music Agency
Dipersilahkan
♥️Isi tulisan dalam banner yang telah dicetak sempurna oleh Sea Mahechan. Dalang dibalik ide konyol yang mereka lakukan. Yang lebih bodoh lagi, Nana maupun Rendy tak banyak protes. Bahkan Nana mendukung dengan membawa toa yang ia pinjam dari tetangga sebelah.
Seolah tak ada rasa lesu yang datang ketiganya tetap asik bernyanyi di kerumunan penonton yang semakin malam semakin bertambah. Tak henti-hentinya mendendangkan lagu dari mulai melow sampai dengan dangdut yang memikat perhatian bapak-bapak yang sekedar mampir untuk ikut bernyanyi mengikuti irama lagu.
Tak setinggi kasih yang ku rasa, cintaku satu untukmu...
" NYANYII SEMUAA KITA GOYANG BARENG-BARENG!!!"
Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu
Cintaku tanpamu ya sayang bagai malam tiada berlalu
" GOYANGG SEMUAA!!!"
Echan sebagai biang kehebohan sedangkan Nana berganti profesi menabuh gendang. Penonton yang sebelumnya pergi menjauh kini datang kembali. Bahkan dengan membawa uang yang sengaja digunakan untuk menyawer.
Jeje dan Chen duduk di bangku taman. Memandang kegilaan orang-orang itu yang semakin menjadi-jadi. Niat untuk pulang sejak satu jam lalu urung dilakukan setelah Nana menyogoknya dengan memberi dua mangkuk es krim roll juga sosis bakar.
Pukul 11 malam barulah lagu terakhir selesai dinyanyikan. Sedikit ada rasa protes dari pengunjung karena keseruan malam itu harus berhenti.
" Tenang tenang, besok kita bakal nyanyi lagi. Stay tune oke?" kata terakhir Nana sambil mengedipkan matanya genit. Jelas penonton yang tak seberapa itu tertawa tercekik tertahan.
" Nginep rumah gue lagi kan??"
" Ada pisang goreng gak?" Echan bertanya. Tangannya masih sibuk membereskan beberapa peralatan musik yang harus dibawa pulang.
" Nanti gue bikinin,"
" Oke go home,"
Cukup larut malam menuju perjalanan pulang. Untung saja Nana tak pernah pulang sendirian. Hampir setiap hari atau setidaknya dua hari sekali Rendy maupun Echan menginap disana. Akhir-akhir ini bahkan lebih banyak waktu yang dihabiskan di rumah Nana ketimbang rumahnya sendiri.
" Kok ga ada orang nyamperin kita sih tadi. Padahal udah rame banget," Rendy bersuara. Netranya fokus memandang jalanan yang kian sepi, sedangkan mulutnya tak berhenti mengoceh sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAM RUN
Fanfiction" Kira-kira kita bisa nggak berdiri di depan ratusan orang nanti?" " Kenapa cuman ratusan?? Jutaan aja bisa kok," " Gimana bisa?" " Gimana bisa apanya? Nggak ada sesuatu yang nggak mungkin di dunia ini," SEQUEL OF PAGE OF 365 -it's about our dreams...