Awaga berjalan pelan menyusuri lorong lorong istana. Tangan kanan Siliwangi ini bisa membuat wajah yang berbeda didepan keluarga istana
"Ah lorong ini"
Lorong yang mengarahkan pada wisma putra bungsu subang larang, mengingatkannya pada peristiwa yang membuat kian santang selalu meracau tawanan
"Dan bahkan sampai sekarang kasus itu tak lagi di bicarakan di ruang balairung. Bagus rencana ku memang sangat bagus"
"Kau habiskan dulu masa masa indahmu kian dekat, setelah itu aku yang akan melihat kau memutuskan urat nadi mu untuk menyerahkan darah sucimu itu!"
"Setelah itu aku akan mudah mengambil kanuragamu dan mengambil pedang zulfikar mu anak ingusan"
Setelah itu, tampak olehnya rombongan kecil yang tergesa gesa menuju ruang pengobatan. Awaga segera pergi dari sana dan segera menghentikan salah satu prajurit di paling belakang
"Hei prajurit, ada apa? Mengapa semua orang terlihat cemas?"
"Ampun gusti, raden kian santang terluka gusti"
Awaga terkejut. Lalu dengan cepat dirinya memasang wajah sedihnya
"Semoga dirinya baik baik saja"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
."Bagaimana rayi? Lemparan ku bagus bukan?"
"Ku akui bahwa lemparanmu bagus raka, aku ingin mempunyai jurus itu"
"Tidak masalah rayi, kalau aku ada waktu aku akan mengajarimu"
"Sungguh?"
"Tapi aku tidak bisa berjanji"
"Setidaknya raka sudah mengatakan akan mengajariku"
"Jangan berharap. Kau tau aku pelupa"
"Akan kita kan pada raka setiap hari"
"Kau ada ada saja. Aku tidak mungkin lupa untuk mengajarimu"
Surawisesa tersenyum senang mendengar penuturan sang kakak, gagak ngampar lalu segera membereskan alat panahnya
"Kau berguru kemana saja selama kau ikut dengan ibunda ambet kasih raka?"
"Banyak tempat ku datangi rayi. Dan banyak sekali ilmu ku dapatkan"
"Aku kagum padamu raka"
"Itu biasa saja rayi"
Kedua kakak beradik itu segera membereskan alat berlatih mereka dan dengan cepat ingin pulang ke istana
"Mengapa kau tidak ingin latihan di istana saja raka?"
Gagak gampar hanya tersenyum lalu mengelus kepala adiknya beda ibu nya itu
"Aku hanya ingin berlatih diluar istana saja rayi. Awalnya aku hanya ingin pergi sendiri tapi kebetulan saja kau lewat dan aku mengajakmu"
Surawisesa dengan segera menggenggam tangan gagak ngampar. Hal itu mampu membuat gagak ngampar merasa heran
"Ada apa rayi? Apa kau sakit?"
"Ayo kita pulang raka"
Gagak ngampar mengangguk lalu segera menaiki kudanya. Setelah dipastikan sang adik juga sudah menaiki kudanya, mereka berdua dengan segera melakukan kudanya menuju istana
KAMU SEDANG MEMBACA
RADEN KIAN SANTANG [H I A T U S] -[R E V I S I] √
Fiction HistoriquePangeran tampan, berhati baik yang selalu memamerkan senyum cerianya siapa sangka dia selalu diburu oleh orang orang yang sama sekali tak pernah memiliki masalah dengannya? Kanuraga yang tinggi hingga sejengkal lagi akan setara dengan sang raja bes...