O1.

821 80 0
                                    

PRAEMISIT potongan pertama.
ଽ by kurooyate ⵓ lilie.

Aku, Miya Osamu.

Suasana di rumah kali ini berbeda dari sebelumnya. "Tsum, lo mau pergi kemana?" aku berlari mengejarnya, sial. Dia berlari terlalu cepat. Aku tak sanggup menggapainya.

"SAM, BANGUN!" Suara teriakkan itu membangunkan ku dari mimpi. "Ga biasanya lo bangun kesiangan." Mimpi itu masih terbayang di kepala,

"Oh, Tsum."

Atsumu terlihat bingung dengan sikap Osamu akhir-akhir ini. "Lo kenapa, Sam?" Atsumu menghampiriku. "Gue ga kenapa-napa, aneh." Ucapku sambil menahan rasa perih di dada.

"Kalau ada apa-apa beritahu gue, jangan di pendem." Atsumu berjalan menjauh dariku.

"Lo sekalinya kek gitu aneh." Ia lantas tertawa sambil membalasnya dengan ledekan.

Atsumu meninggalkan kamarku. "Nafasku, sesak." Khawatir, tidak biasanya aku mengalami sesak nafas. Riwayat asma pun tidak pernah. Perih, sesak, panas, dingin, itu yang aku rasakan saat ini.

"Mungkin gue cuman kurang minum aja kali, ya?" Atsumu tidak benar-benar meninggalkan kamarku, ia mengintip dibalik pintu kamar.

"Lo ga lagi baik-baik aja, kan?" Ucap Atsumu sambil memandang wajahku, pucat. "Gue kok ngerasa susah nafas ya, Tsum?"

"Mau minum air dulu? Kalo semakin memburuk gue bawa lo ke rumah sakit." Aku menggangguk menjawab pertanyaan Atsumu.

!!!!!!!

"SAM, LO BAIK-BAIK AJA?! SAM JAWAB GUE, SAM...." Semuanya gelap, hening. "Mungkin, waktu gue udah habis, Tsum." Batinku sebelum menutup mata.

☆ ☆ ☆

Disini, aku Miya Atsumu.

Aku bergegas membawa Osamu ke rumah sakit. Ia tak kunjung sadar, wajahnya semakin memutih, kondisinya terlihat sama sekali tidak bernafas. "Tuhan.." Rasa gelisah dan takut membuat Atsumu tidak seceria biasanya. Ia mencoba untuk tetap tersenyum dan terlihat baik-baik saja.

Karena kondisi Osamu yang semakin parah, ia langsung membawanya ke ruang UGD. Para suster dan perawat lainnya membantu Osamu masuk kedalam bangsal UGD.

Sembari menunggu hasil pemeriksaan dari Osamu, aku duduk terdiam di ruang tunggu dengan hati yang sangat gelisah. Bagaimana tidak gelisah? Ia adalah Osamu, satu-satunya keluarga yang aku miliki sampai saat ini. Hanya dia yang aku punya.

Mama dan Papa?

Entah. Mereka pergi meninggalkan kami tanpa kabar sekalipun.

Setelah menunggu sekitar dua jam lamanya, suster memanggil namaku untuk masuk kedalam ruangan. Mendengar penjelasan dokter, aku terkejut bukan main. Osamu dinyatakan sehat.

Sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan dokter, aku menjelaskan gejala-gelaja yang dialami Osamu sebelum ia terjatuh pingsan.

Memang. Osamu benar-benar dinyatakan sehat, hanya saja imun tubuhnya menurun akhir-akhir ini. "Terima kasih, Tuhan."

Dokter menjelaskan apa saja intruksi yang harus dilakukan pada Osamu, aku mengangguk tersenyum lega. Osamu terbangun sambil memegang kepalanya.

Aku menghampiri Osamu. "Awas, Sam. Hati-hati lo baru bangun."

Selesai membeli obat, kami pulang. Dalam perjalanan menuju rumah, aku mengoceh banyak hal yang terjadi selama ia pingsan tadi.

"Ah  waktu lo pingsan tadi seharusnya gue foto, wajah lo jelek sumpah."

"Brengsek, lo juga jelek. Muka lo kalo lagi teriak panik kek monyet tau ga."

Suasana ini, kembali normal. Aku tertawa terbahak-bahak dan tak henti-hentinya meledek Osamu. Kami bertengkar sepanjang perjalanan. Aku bersyukur Osamu bisa berbicara sebanyak ini.

"Tsum, kalo gue nanti yang pergi duluan.. Gimana?" Ucap Osamu sambil memandang jalanan.

"Pergi kemana lo? Mau jadi gembel?"

"Ga jadi, gue ga bakal pergi duluan" Osamu kembali tersenyum.

"Sam, kalo gue yang pergi duluan. Lo gimana? "

"Ga akan Tsum, tapi kita." Osamu menjawab dengan raut wajahnya yang kembali datar.

Melihat raut wajahnya yang berubah, aku mengalihkan topik pembicaraan. "Lo paling kecapekan doang kali, udah ga usah mikirin siapa yang mau mati duluan."

Mendengar perkataanku Osamu menggenggam erat plastik yang berisi obat-obatnya. "Udah-udah, yang penting lo masih diberi kesempatan buat hidup."

☆ ☆ ☆

PRAEMISITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang